Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Pascha
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (kanan) berbincang dengan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita (kiri) sebelum Rapat Koordinasi Pengkajian Terhadap Usulan Kompetisi Sepak bola Liga 1 dan 2 di Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (10/2/2021). . ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Federasi khalayaknya sebuah organisasi tentu mempunyai fungsi dan tujuan yang ditopang dengan berbagai ornamen manajerial guna mencapai kinerja yang baik.  Kemampuan organisasi untuk mengatur atau me-manage segala sumber dayanya inilah yang merupakan penentu kesuksesan pencapaian target dan tujuan tersebut.

Dalam sepak bola banyak sekali faktor yang menentukan keberhasilan baik yang berasal dari dalam maupun luar lapangan. PSSI sebagai federasi sepak bola di tanah air menjadi sebuah instansi yang bertanggung jawab dan berperan penting atas pembinaan, perkembangan, dan pengelolaan seluruh sarana dan prasarana sepak bola dalam negeri.

Sebagai federasi olahraga yang kaitannya begitu erat dengan aspek pengembangan potensi dan bakat, teori manajemen talenta (talent management) sangat relevan dalam memperkokoh pondasi PSSI selaku pengurus eksekutif sepak bola nasional untuk menggapai torehan prestasi nantinya.

Pengertian dari talent management itu sendiri ialah proses dimana organisasi mengidentifikasi, mengelola, dan mengembangkan orang-orangnya sekarang dan untuk masa depan. Manfaat utama manajemen talenta yakni untuk menjaga keberlanjutan organisasi agar dapat terus bertahan dan konsisten meraih kesuksesan.

Rekam jejak PSSI sebagai federasi sepak bola di Indonesia seperti yang kita ketahui dapat dikatakan tidak terlalu baik. Sebab itu dalam penerapan manajemen talenta PSSI masih perlu melakukan peningkatan untuk mencapai level terbaiknya.

Berdasarkan cara identifikasi terhadap potensi pemain khususnya, PSSI masih belum dapat memaksimalkan perekrutan pemain untuk tim nasional. Padahal untuk meningkatkan prestasi sepak bola, negara-negara lain bahkan sampai lingkup Asia Tenggara sudah memperluas jangkauan scouting pemainnya dengan merekrut pemain-pemain keturunan yang berprestasi di kancah Internasional. Selain itu, permasalahan klise masih menghantui sistem seleksi pemain sepak bola di Indonesia dengan praktik ‘pemain titipan’ yaitu para pemain yang memiliki hubungan dekat dengan para petinggi klub ataupun federasi.

Dilihat dari segi pengelolaan kepengurusan, PSSI belum sepenuhnya professional. Hal tersebut terbukti dengan posisi Direktur Teknik dan Pelatih Kepala Timnas U-23 yang diisi oleh orang yang sama. Fenomena itu menunjukkan masih adanya rangkap jabatan pada struktur kepengurusan PSSI yang seharusnya berdasarkan pada manajemen talent dapat diatasi dengan melakukan key position assignment. Sehingga penugasan serta penempatan anggotanya untuk dapat menduduki suatu posisi jabatan dikatakan layak karena telah melalui uji evaluasi terlebih dahulu yang akan mencegah dari adanya dwifungsi anggota tersebut.

Perkembangan yang telah dilakukan PSSI dalam meningkatkan kualitas pelatih,wasit, dan pemain sebagai aktor utama sepak bola sudah cukup meyakinkan. Adanya kursus kepelatihan di 34 Provinsi menjadi bukti keseriusan PSSI menghasilkan pelatih yang berkualitas. Program pembinaan usia muda dengan kompetisi elite kelompok umur mulai dilaksanakan. PSSI bekerja sama dengan beberapa federasi di asia dan eropa juga telah mengedukasi wasit sepak bola di Indonesia.

Pemaparan di atas merupakan cerminan kecil dari manajemen talenta yang diterapkan oleh PSSI selaku federasi sepak bola di Indonesia. Korelasi teori dengan contoh tersebut belum di investigasi lebih lengkap dan mendalam pada artikel kali ini tentang apa saja yang ditargetkan PSSI untuk menjaga konsistensi pemberdayaan sumber daya manusianya di masa yang akan datang.

Setidaknya beberapa poin di atas telah mendeskripsikan tentang apa saja kesempatan dan tantangan yang dihadapi PSSI dalam memajukan sepak bola di dalam negeri yang haus akan prestasi.

Pascha