Media sosial pada era sekarang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan sehari-hari hampir semua orang. Media sosial telah menjadi ruang di mana kita membentuk dan membangun hubungan, membentuk identitas diri, mengekspresikan diri, dan belajar tentang dunia di sekitar kita.
Namun, perlu diingat kembali bahwa seperti halnya teknologi pada umumnya, penggunaan media sosial tentunya memiliki pengaruh baik dan buruk pada berbagai aspek kehidupan penggunanya, terutama pada segi kesehatan mental pengguna.
Membahas mengenai media sosial, salah satu media sosial yang sedang menjadi tren saat ini adalah TikTok. TikTok juga dikenal sebagai Douyin di China, yang secara harfiah berarti ‘Teknik musik pendek’.
TikTok diluncurkan pada September 2016 oleh Zhang Yiming, dan dikembangkan menggunakan kecerdasan buatan besutan ByteDance. Aplikasi ini dipatenkan di bawah naungan BYTEMOD.
Para pengguna TikTok didorong untuk berimajinasi sebebas-bebasnya dan menyatakan ekspresinya dengan bebas. Nantinya hal itu bisa dibagikan ke teman atau ke seluruh dunia.
Aplikasi ini menghadirkan special effects yang menarik dan mudah digunakan, sehingga semua orang bisa menciptakan sebuah video yang keren dengan mudah. Special effects tersebut diantaranya efek shaking and shivering pada video dengan electronic music, mengubah warna rambut, 3D stickers, dan properti lainnya.
Sebagai tambahan, kreator dapat lebih mengembangkan bakatnya lagi dan membuka dunia tanpa batas hanya dengan memasuki perpustakaan musik lengkap TikTok.
Berdasarkan uraian singkat diatas, landasan teori yang terkait adalah Teori Jarum Hipodermik. Menurut teori Jarum Hipodermik, pesan digambarkan seperti sebuah peluru ajaib yang memasuki pikiran khalayak dan menyuntikkan beberapa pesan khusus.
Teori ini juga menjelaskan bagaimana media mengontrol apa yang khalayak lihat dan apa yang khalayak dengar. Digunakannya istilah jarum adalah untuk menggambarkan ketidakberdayaan khalayak massa sebagai dampak adanya pendapat umum atau opini publik, yang dibangun oleh media massa sehingga menyebabkan perubahan perilaku pada khalayak massa.
Teori ini memiliki relevansi dengan kasus yang tengah kami bahas, yaitu fenomena Tik ok yang sedang populer di kalangan kawula muda, khususnya Generasi Z (orang yang lahir diantara tahun 1995-2010).
Mayoritas pengguna aktif aplikasi TikTok adalah remaja berumur dibawah 18 tahun dan mereka adalah kalangan yang mudah dipengaruhi oleh kekuatan media massa. Mereka seringkali tidak menyaring terlebih dahulu pesan-pesan yang disampaikan oleh media, sehingga efek yang disampaikan oleh media semakin kuat. Hal itulah yang menyebabkan fenomena Tik Tok dan para penggunanya dicap negatif oleh masyarakat.
Dengan memberdayakan pemikiran-pemikiran yang kreatif sebagai bentuk revolusi konten, menjadikan aplikasi ini sebagai sebuah wadah baru dalam berkreasi bagi para online content creators di seluruh dunia.
TikTok kini seakan menjadi aplikasi primadona yang layak dan wajib diunduh oleh semua orang. Bahkan, menurut survei dari Sensor Tower yang disadur dari Okezone, TikTok telah mengalahkan aplikasi besar lainnya seperti facebook dan instagram (Ferdiansyah, 2020).
Hasil tersebut terjadi lantaran aplikasi TikTok ini telah diunduh lebih dari 700 juta pengguna pada tahun 2019 dan jumlahnya terus meningkat hingga akhir Mei 2020 (Ferdiasnyash, 2020; Annur, 2020).
Akhir-akhir ini, terutama masa pandemi di seluruh penjuru dunia masih terjadi, TikTok sedang digemari oleh seluruh kalangan. Adanya fenomena tersebut, beberapa pendapat mengenai penggunaan aplikasi tiktok pun bermunculan.
Pendapat mengenai penggunaan aplikasi TikTok yang pertama muncul dari negara adidaya, yaitu Amerika Serikat. Ya benar, Donald Trump, selaku presiden yang menjabat kala itu mengecam para warganya untuk tidak menggunakan aplikasi TikTok.
Pemerintah AS memiliki asumsi bahwa aplikasi TikTok adalah kejahatan siber pemerintah China. AS menyebutkan bahwa TikTok adalah aplikasi untuk mengumpulkan data semua orang di berbagai belahan dunia yang akhirnya akan digunakan untuk kepentingan pemerintah Cina (Advertorial, 2020).
Asumsi tersebut muncul lantaran TikTok adalah aplikasi yang dimiliki oleh salah satu perusahaan di China. Pertimbangan itu tidak hanya berlaku di negara Amerika Serikat saja, Australia juga sedang mempertimbangkan kebijakan yang sama dengan AS dengan alasan yang sama.
Bahkan di negara lain, India, salah satu negara pengguna aplikasi TikTok terbesar di dunia, kini telah memberlakukan larangan kepada masyarakatnya untuk menggunakan aplikasi tiktok (Koesno, 2020). Alasan India melarang aplikas TikTok pun selaras dengan asumsi AS dan Australia, yaitu adanya dugaan pencurian data untuk kepentingan pihak lain .
Meski beberapa negara mulai mempertimbangkan untuk membatasi penggunaan aplikasi TikTok, namun itu tidak berarti semua orang setuju dengan pendapat tersebut. Lihat saja di Indonesia, saat ini penggunaan tiktok masih banyak digemari oleh seluruh masyarakat di balik pro dan kontranya.
Berbagai kalangan usia, dari yang muda hingga yang tua pun turut meramaikan penggunaan aplikasi TikTok. Ditambah lagi banyaknya selebgram, aktor, dan aktris Indonesia yang juga mengunggah video TikTok mereka ke akun media sosial, semakin membuat tiktok banyak digemari generasi milenial Indonesia.
Hal tersebut akhirnya yang membuat banyak masyarakat tertarik untuk mengunduh dan menggunakan aplikasi TikTok. Salah satunya adalah artis perempuan Gisella Anastasia, perempuan dengan satu anak ini sering mengunggah video tiktok bersama dengan anaknya (Dinisari, 2020).
Video yang diunggahnya pun beragam, mulai dari kegiatan aktivitas, atau hanya untuk bersenang-senang pun ada. Karena videonya banyak disukai oleh masyarakat Indonesia yang mengikuti akunnya, akhirnya pada tahun 2019 Gisella bersama dengan anaknya disebut menjadi artis popular TikTok pada waktu itu.
FenomenaTikTok yang banyak digemari masyarakat ini bukanlah sesuatu hal yang aneh. Sebab TikTok dengan berbagai fiturnya memang menawarkan hal yang berbeda dan menarik jika dibandingkan dengan Instagram atau Facebook.
Instagram dan Facebook dalam postingannya dapat menawarkan banyak hal yang dapat diunggah, seperti foto, status teks, dan video. Berbeda dengan aplikasi yang satu ini, TikTok hanya dapat mengunggah dalam bentuk format video.
Video yang dapat diunggah pun memiliki durasi waktu yang terbatas, yaitu hanya 15 detik atau 60 detik. Hal itulah yang menjadi kelebihan dan daya tarik dari TikTok, sehingga banyak digemari oleh para penggunannya.
Selain memberikan perbedaan dari pilihan file yang dapat diunggah, TikTok juga memiliki daya tarik lain, yaitu kreativitas dalam unggahan videonya. Dalam durasi video yang singkat, yaitu hanya 15 atau 60 detik, penggunannya diajak untuk bisa menggunakan kreativitas mereka. Kreativitas yang dapat dituangkan beragam, mulai dari peralatan yang digunakan, pilihan efek video, atau fitur-fitur lainnya yang tersedia di TikTok.
Jadi, TikTok bukan hanya sekedar mengunggah video seperti biasa, tapi pengguna TikTok diajak untuk dapat memberikan video yang unik, menarik dan berbeda dengan diiringi beragam soundtrack lagu.
Tuntutan untuk bisa menggunakan kreativitas itulah yang memicu aplikasi TikTok ini banyak digemari, terutama generasi milenial. Sebab, selain karakteristik yang aktif, milenial juga memiliki karakteristik yang kreatif dan inovatif.
Adanya kesamaan itu, maka mereka, para milenial akan menggunakan berbagai cara dan metode untuk dapat menuangkan ide kreativitasnya dalam membuat konten. Selain itu, keterbatasan waktu yang singkat pada aplikasi ini juga semakin menantang mereka.
Di waktu yang singkat itu, mereka ditantang untuk dapat menyuguhkan konten video yang menarik, namun juga dapat membuat para penontonnya terhibur. Hal tersebut juga sesuai dengan karakteristik milenial yang suka dengan tantangan. Oleh karena itu, banyak hasil menyebutkan bahwa dari sekian pengguna TikTok, generasi milenial paling mendominasi.
Jika awalnya TikTok dikenal dengan unggahan video yang hanya untuk senang-senang atau menghibur, kini berbagai macam ide konten dapat ditemukan. Mulai dari konten yang mengedukasi, konten tutorial memasak, dan konten yang menghibur.
Membahas mengenai salah satu ide konten yang menarik yaitu konten yang mengedukasi, aplikasi yang sebelumnya pernah diblokir oleh Kominfo karena dianggap memberikan dampak buruk pada anak-anak (CNNIndonesia, 2018), kini aplikasi tiktok justru sering menjadi tempat untuk belajar (Annur, 2020).
Banyak dari para pengguna tiktok yang tidak hanya sekedar membagikan postingan yang menyenangkan, tapi mereka juga membagikan beberapa hal yang bermanfaat bagi para penontonnya. Misalnya saja terdapat akun yang membagikan video tutorial memasak, entah memasak yang sederhana hingga berat ada dalam satu akun tersebut.
Ada juga akun yang unggahannya adalah memberikan edukasi kepada penonton untuk belajar bahasa Jepang. Bukan hanya menerangkan bahasa dan artinya saja, tapi pengunggah video juga memberikan kesempatan kepada penonton untuk dapat mengulangi kata-kata yang sudah di ucapkan. Varian lain juga dapat ditemukan di berbagai akun, mulai dari tutorial makeup, belajar menari, belajar menghitung dan masih banyak lagi.
Manfaat lain yang dapat ditemukan dari penggunaan aplikasi TikTok adalah dapat dijadikan tempat bisnis (Prima, 2020). Para pengguna TikTok dapat membangun brand image mereka dengan mengunggah video bisnis di TikTok. TikTok juga dapat dijadikan media promosi dengan kreativitas yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah bekerja sama dengan konten kreator atau influencer terkenal. Mereka dapat dijadikan salah satu upaya dalam menunjang bisnis. Cara terakhir yang dapat dimanfaatkan dengan penggunaan aplikasi TikTok ini adalah menggunakan hastag yang sedang hangat atau menjadi topik utama.
Nah, jadi berdasarkan hal positif yang telah diuraikan diatas, sebenarnya apakah TikTok ini dapat menjadi destinasi aplikasi yang patut dicoba oleh kalangan milenial? Atau justru masih sama, memiliki anggapan bahwa TikTok memberikan dampak negatif bagi penggunannya.
Kembali lagi, TikTok hanyalah sebuah platform aplikasi yang dibuat oleh penciptanya. Tujuan dibuatnya pun masyarakat tidak akan mengerti. Jadi, mengenai kontra keamanan dan dinilai buruk sebenarnya kembali lagi kepada pengguna.
Jika pengguna dapat mengontrol diri dalam penggunaan dan menjaga keamanan data yang diberikan, maka sebenarnya aplikasi TikTok masih dapat menjadi destinasi. Karena media sosial atau sebuah platform aplikasi dapat berguna menjadi inspirasi dan tempat untuk menimba ilmu jika pengguna dapat menggunakannya secara tepat dan bijak.
Jadi sebagai pengguna, sebagai generasi milenial yang sangat menggemari dan mengikuti perkembangan aplikasi, diharapkan dapat menjadi pengguna yang bijak.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Rupiah Loyo! Tembus Rp15.900 per Dolar AS, Calon Menkeu AS Jadi Biang Kerok
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
-
Eks Menhan Israel Nekat ke AS Meski Diburu ICC atas Kejahatan Perang Gaza
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
-
14 Negara Anggota DK PBB Dukung Resolusi Damai Gaza, AS Sendirian Menolak
Kolom
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
-
Harap Bijak! Stop Menormalisasi Fenomena Pemerasan di Balik Mental Gratisan
-
Bahasa Gaul di Era Digital: Perubahan atau Kerusakan?
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
Terkini
-
Media Vietnam Soroti Kualitas Skuad Indonesia Jelang AFF Cup 2024, Ada Apa?
-
Ulasan Buku The Alpha Girl's Guide: Menjadi Perempuan Smart dan Independen
-
Keluar Zona Nyaman, Park Bo Young akan Bintangi Drama Kriminal 'Goldland'
-
TWS 'Last Festival': Nostalgia Perpisahan Sekolah Penuh Emosi
-
Metaphor: ReFantazio Pecahkan Rekor, Terjual 1 Juta Kopi di Hari Pertama!