Di internet kita diberikan ruang khusus untuk saling berinteraksi dan mengobrol, membagikan sepotong kehidupan kita, dan saling bertukar informasi. Tempat itu adalah sosial media. Layaknya sbuah taman, ketika kita bebas mengekspresikan diri kita di sana.
Hal yang mudah untuk diunggah ke sosial media adalah cuplikan dari kehidupan-kehidupan kita. Lebih seringnya, cuplikan tentang hal-hal yang membahagiakan. Seolah kita terlihat selalu berbahagia di dunia nyata lewat unggahan di sosial media. Menjadi manusia yang selalu berbahagia adalah dambaan bagi semua manusia. Maka beruntunglah kita bisa, setidaknya, dicap sebagai orang yang selalu berbahagia.
Kita jarang, bahkan tak pernah, mengunggah hal-hal yang mengundang kesedihan. Seperti ditinggal orang yang kita sayang, kemiskinan, bahkan jerawat yang muncul di wajah. Hal-hal buruk yang tak pernah kita inginkan, juga tak ingin dilihat oleh orang lain. Entah di dunia nyata, entah di dunia maya. Sama saja.
Bagi kita yang melihatnya, mampir di beranda sosial media kita, melihat orang bahagia akan memberikan perasaan bahagia. Tapi rasa bahagia itu tak selamanya sama bagi tiap manusia.
Beberapa akan berpikir bahwa hidupnya tak sebahagia orang-orang yang lewat di berandanya. Ia akan merasa menjadi manusia yang paling sedih sedunia. Tak ada hal-hal baik yang dapat dibagikan kepada dunia, baik di dunia nyata maupun di sosial media. Sama saja.
Hal terburuk yang dapat dibayangkan adalah menuntut kebahagiaan, dari dirinya sendiri atau dari orang di sekitarnya. Ia ingin menciptakan kebahagiaan untuk diunggah dan ditontonkan ke khalayak ramai. Ia ingin tampak bahagia juga. Selamanya. Namun yang ia lupakan adalah bahwa hidup bahagia tak bisa selamanya. Tak selamanya bahagia.
Kebahagiaan di sosial media adalah hal yang semu, menipu. Tak selamanya di kehidupan nyata manusia selalu berbahagia. Ada juga kala sedih. Namun yang ingin diperlihatkan kepada manusia lain hanyalah hal-hal yang membahagiakan.
Manusia tak ingin terlihat sedih, tak ingin terlihat gagal. Manusia ingin selalu bahagia. Dan itu mustahil adanya. Maka manusia hanya bisa menyembunyikan, dan menampilkan kebahagiaan. Di dunia nyata maupun di sosial media.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Menemukan Kebahagiaan Sejati dari Buku Bahagia Itu Sederhana Karya Sir John
-
Rahasia Kebahagiaan dalam Buku 'Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan'
-
Ulasan Buku Berani Bahagia, Raih Kebahagiaan Lewat Nalar Psikologi Sosial
-
Ulasan Buku 'Days of Happiness', Merancang Hari-hari Bahagia dalam Hidup
-
Ulasan Buku Hal-Hal yang Boleh dan Tak Boleh Kulakukan, Kunci Hidup Bahagia
Kolom
-
Tren Childfree di Indonesia Melonjak, Sejauh Mana Negara Hadir?
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
Terkini
-
Gagal Ikuti Tim Putra, Timnas Futsal Putri Raih Juara ke-3 di Ajang AFF Cup
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Ulasan Buku Apakah Aku yang Biasa-Biasa Ini Bisa Berbuat Hebat Karya Miftahuddin
-
Bittersweet Marriage: Jodoh Jalur Hutang, 'Sampai Hutang Memisahkan Kita!'
-
Berhak Pakai Nomor 1, Jorge Martin Pilih Ganti atau Tidak?