Benarkah Indonesia tidak jadi negara maju karena kondisi geografisnya? Topik ini sempat ramai dan jadi bahan diskusi warganet di Twitter. Orang-orang yang tinggal di wilayah tropis seperti Indonesia disebut cenderung punya gen “malas”. Sebab, daerah tropis memiliki bentang alam yang subur dan membuat masyarakatnya tetap bisa hidup meskipun malas.
Sementara di wilayah dengan iklim dingin, orang-orang malas tidak bisa bertahan hidup. Sebab, mereka tidak bisa mempersiapkan sandang, pangan, dan papan untuk bertahan. Lontaran ini senada dengan teori Guns, Germs, and Steel Jared Diamond soal determinisme geografis. Ia menyebut kalau kemajuan suatu peradaban, begitu pula kesenjangan adalah karena faktor geografis.
Lokasi fisik, sumber daya alam, hingga bakteri menentukan seberapa sukses peradaban itu. pendapat Diamond disetujui beberapa pihak, contohnya Jeffrey Sachs, Director of the Center for Sustainable Development Columbia University.
Menyadur dari "Nature, Nurture and Growth" dalam The Economist, 1997, Jeffrey Sachs mengatakan negara tropis yang bergantung dengan pertanian, bakal sulit maju perekonomiannya karena penyakit, tanah yang buruk, curah hujan tidak menentu, hingga hama.
Gagasan ini lalu muncul lagi dalam bukunya yang membahas kemiskinan, The End of Poverty (2006). Namun, teori itu punya sejumlah kritik, salah satunya dari David Correia (Associate Professor University of New Mexico).
Correia mengatakan bahwa gagasan Diamond bersifat deterministik atau menganggap sesuatu pasti terjadi. Sebab, hanya bertumpu pada faktor geografi maupun iklim ketika berbicara soal maju atau tidaknya suatu wilayah.
Dengan mengandalkan paham deterministik, itu artinya buku Diamond telah mereduksi relasi sosial seperti kemiskinan, perbedaan kelas, hingga kejahatan negara yang sebetulnya juga berandil dalam menciptakan kesenjangan. Hal itu dijelaskan pula oleh Jared Diamond dalam karyanya yang berjudul Capitalism Nature Socialism.
Adapula Daron Acemoglu (Massachusetss Institute of Technology) dan James Robinson (Harris School of Public Policy at the University of Chichago) menegaskan kalau pandangan Diamond terlalu sempit. Mereka mengatakan bahwa maju atau tidaknya negara, kesenjangan sosial, serta kemiskinan, lebih disebabkan faktor institusi ekonomi yang gagal, serta menciptakan pasar finansial yang kuat dan pemerataan pendapatan.
Kritik-kritik tersebut lantas dibukukan dalam Why Nation Fails: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, terbit pada 2012. Sampai saat ini belum ada bukti yang bisa menjelaskan secara kokoh soal kondisi geografis menjadi faktor penentu kemajuan suatu negara. Misalnya China dan India punya kondisi geografis dan iklim yang sangat berbeda. Namun, kini China jadi negara maju dan India melesat dengan perkembangan teknologinya.
Baca Juga
-
3 Film dan Drama Korea yang Diperankan Jeon Do-Yeon, Ada Kill Boksoon
-
3 Rekomendasi Anime yang Berlatar pada Abad ke-20, Kisahkan tentang Sejarah
-
3 Rekomendasi Anime Bertema Mafia, Salah Satunya Spy x Family
-
3 Rekomendasi Anime Gore Tayang di Netflix, Mana yang Paling Sadis?
-
3 Rekomendasi Film Bertema Bom Atom, Gambarkan Dampak Buruk Perang Nuklir
Artikel Terkait
Kolom
-
Jejak Ketangguhan di Pesisir dan Resiliensi yang Tak Pernah Padam
-
Mengapa Widji Thukul Terasa Asing bagi Generasi Hari Ini?
-
Second Child Syndrome: Mengapa Anak Kedua Kerap Dianggap Lebih Pemberontak?
-
Dari Pesisir Belitung, Lahir Harapan Baru untuk Laut yang Lebih Baik
-
Saat Candaan Diam-diam Jadi Celah Bullying, Larangan Baper Jadi Tameng!
Terkini
-
4 Inspirasi OOTD Kai EXO untuk Gaya Sehari-hari yang Simpel dan Fleksibel
-
Kawasan Mangrove Baros: Jejak Kepedulian Warga akan Konservasi Lingkungan
-
Trailer Film The Sheep Detectives: Kisah Domba Mengungkap Kasus Pembunuhan
-
Sinopsis Spring Fever, Drama Rom-Com Terbaru Ahn Bo Hyun dan Lee Joo Bin
-
Dari Kasual ke Formal Look, 4 OOTD ala Shin Soo Hyun yang Versatile!