Abrasi dan kenaikan permukaan air laut terus mengancam kawasan pesisir, merusak ekosistem mangrove sekaligus ruang hidup masyarakat. Minimnya keterlibatan publik dalam upaya perlindungan lingkungan membuat persoalan ini kerap berlarut tanpa solusi bersama.
Menjawab tantangan tersebut, Suara.com Jogja bersama relawan masyarakat dan mahasiswa di Yogyakarta menggelar Mangrove Sketch and Write, kampanye lingkungan gagasan Suara Hijau, pada Sabtu (20/12/2025). Kegiatan ini menjadi upaya kolektif menjaga ekosistem pesisir sekaligus merespons ancaman abrasi yang kian meningkat.
Berlokasi di Kawasan Konservasi Mangrove Baros, Tirtohargo, Kabupaten Bantul, peserta tampak antusias sejak pagi. Didampingi panitia dan karang taruna setempat, mereka menyusuri Pantai Baros untuk menanam bibit mangrove.
Selain penanaman, peserta mengikuti sesi Sketch & Write dengan menggambar sketsa lingkungan mangrove dan menulis artikel tentang kawasan konservasi. Aktivitas ini dirancang untuk menumbuhkan kepedulian sekaligus mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga pesisir.
Hernawan, tim Community Suara.com, mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye constructive journalism, pendekatan jurnalisme yang menekankan solusi berbasis masyarakat dan partisipasi publik. Ia berharap kegiatan ini dapat menghimpun cerita-cerita mangrove dari berbagai daerah dan latar belakang.
Menurutnya, perubahan tidak hanya datang dari pemerintah atau dinas terkait, tetapi juga dari gerakan warga. Melalui Sketch & Write, Suara Hijau merespons naiknya permukaan air laut dan abrasi pesisir dengan mengajak masyarakat terlibat langsung mencari solusi lingkungan.
Keresahan Masyarakat dan Awal Mula Konservasi Mangrove
Kawasan Konservasi Mangrove Baros di Dusun Baros, Kalurahan Tirtohargo, Kabupaten Bantul, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kepedulian warga terhadap lingkungan mampu tumbuh menjadi gerakan konservasi berkelanjutan.
Kawasan yang kini dikenal sebagai ruang edukasi, konservasi, sekaligus penyangga pesisir ini memiliki sejarah panjang yang berangkat dari keresahan masyarakat terhadap ancaman banjir dan abrasi.
Sejarah Mangrove Baros bermula pada tahun 2003. Saat itu, wilayah Muara Sungai Opak dikenal sebagai kawasan yang rawan terdampak banjir, terutama saat musim hujan dan pasang air laut.
Kondisi tersebut mendorong Lembaga Swadaya Masyarakat Relung—yang kini dikenal sebagai Yayasan Relung Indonesia—untuk menggagas penanaman mangrove di kawasan tersebut. Inisiatif ini dilakukan bersama masyarakat lokal serta organisasi kepemudaan setempat.
Penanaman awal dilakukan di area seluas sekitar 2,1 hektar. Fokus penanaman berada di wilayah yang paling rentan terhadap abrasi dan genangan air. Pada tahap awal, kegiatan ini belum berbentuk kawasan konservasi resmi, melainkan lebih sebagai upaya mitigasi bencana berbasis masyarakat.
Namun, mangrove yang ditanam mulai menunjukkan manfaat nyata. Akar-akar mangrove mampu menahan sedimentasi, mengurangi laju abrasi, serta membantu meredam dampak banjir yang sebelumnya kerap melanda kawasan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, hasil dari upaya tersebut semakin terlihat. Mangrove yang tumbuh dengan baik mendorong keterlibatan lebih banyak pihak, termasuk relawan, komunitas lingkungan, serta institusi lain yang memiliki perhatian terhadap isu pesisir dan perubahan iklim.
Luasan hutan mangrove di Baros pun terus bertambah. Dari 2,1 hektar di awal penanaman, kawasan mangrove kini berkembang hingga mencapai sekitar 26 hektar.
Perkembangan tersebut akhirnya mendapatkan pengakuan dari pemerintah daerah. Pada tahun 2014, Bupati Bantul menetapkan kawasan mangrove di Dusun Baros sebagai Pencadangan Kawasan Konservasi Taman Pesisir melalui Surat Keputusan Nomor 284 Tahun 2014.
Total luas kawasan pencadangan mencapai 132 hektar. Kawasan ini dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona inti seluas 10 hektar, zona lainnya seluas 94 hektar, serta zona pemanfaatan terbatas seluas 28 hektar.
Penetapan tersebut menegaskan peran penting Mangrove Baros sebagai kawasan yang tidak hanya berfungsi secara ekologis, tetapi juga memiliki nilai strategis bagi perlindungan wilayah pesisir. Mangrove berperan sebagai pelindung alami dari hempasan gelombang dan angin laut, sekaligus membantu menyerap karbon dioksida yang berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim.
Dari sisi keanekaragaman hayati, kawasan Mangrove Baros dihuni oleh setidaknya lima jenis mangrove. Jenis-jenis tersebut meliputi Avicennia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp., Nypa frutican, serta Soneratia caseolaris yang merupakan jenis mangrove asli kawasan tersebut.
Komposisi vegetasi mangrove di Baros didominasi oleh Avicennia sp. dengan persentase sekitar 60 persen. Sementara itu, Rhizophora sp. menyumbang sekitar 20 persen, Bruguiera sp. sekitar 10 persen, dan Nipah sekitar 10 persen.
Keberadaan mangrove dengan komposisi tersebut memberikan habitat penting bagi berbagai biota pesisir. Selain mendukung keseimbangan ekosistem, mangrove juga memberi manfaat ekonomi tidak langsung bagi masyarakat, terutama melalui dukungan terhadap sumber daya perikanan.
Lahirnya Kelompok Konservasi Mangrove Baros
Upaya pelestarian kawasan ini semakin terstruktur sejak berdirinya Kelompok Konservasi Mangrove Baros pada tahun 2015. Kelompok ini berkomitmen menjaga dan mengelola kawasan mangrove melalui kegiatan konservasi, edukasi lingkungan, serta pengembangan ekowisata berbasis keberlanjutan.
Visi mereka adalah menjadikan Mangrove Baros sebagai pusat konservasi mangrove yang mampu memberikan manfaat ekologis, sosial, dan edukatif.
Dalam perjalanannya, Kelompok Konservasi Mangrove Baros telah melakukan rehabilitasi mangrove hingga sekitar 50 hektar. Kegiatan ini melibatkan lebih dari 1.000 relawan dari berbagai latar belakang.
Selain rehabilitasi, kawasan ini juga dikembangkan sebagai ruang wisata edukasi. Pengunjung dapat mengikuti tur edukasi mangrove, belajar mengenai fungsi ekosistem pesisir, hingga terlibat langsung dalam kegiatan penanaman mangrove.
Kini, Mangrove Baros tidak hanya dikenal sebagai kawasan hijau di muara Sungai Opak, tetapi juga sebagai simbol kepedulian dan gerakan nyata masyarakat. Dari inisiatif sederhana untuk mengatasi banjir dan abrasi, kawasan ini tumbuh menjadi ruang konservasi yang memiliki peran penting bagi keberlanjutan pesisir Bantul
Baca Juga
Artikel Terkait
News
-
Tanam Mangrove dan Berkarya, Kolaborasi Seniman dan Penulis di Pantai Baros
-
Krisis Iklim dan Cara Masyarakat Pesisir Membaca Ulang Laut yang Berubah
-
Anti Boring! 4 Gaya OOTD ala Ahn Eun Jin, Cocok buat Ngantor dan Daily Look
-
Winter Festival JEYC Jadi Ruang Belajar Holistik bagi Tumbuh Kembang Anak
-
Dari Lumpur Pantai Baros: Mengubah Aksi Tanam Mangrove Jadi Seni dan Refleksi Diri
Terkini
-
Trailer Film The Sheep Detectives: Kisah Domba Mengungkap Kasus Pembunuhan
-
Mengapa Widji Thukul Terasa Asing bagi Generasi Hari Ini?
-
Sinopsis Spring Fever, Drama Rom-Com Terbaru Ahn Bo Hyun dan Lee Joo Bin
-
Dari Kasual ke Formal Look, 4 OOTD ala Shin Soo Hyun yang Versatile!
-
5 Drama Korea Berlatar Musim Dingin yang Cocok Ditonton saat Akhir Tahun