Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Aurelia Eryanda
Ilustrasi Pilkada. [Shutterstock]

Pelaksanaan Pilkada di Indonesia merupakan salah satu bentuk komitmen negara untuk mewujudkan negara yang demokratis. Tujuannya adalah untuk memilih pemimpin daerah yang berkualitas dan amanah. Namun, pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Klaten, khususnya yang terjadi pada tahun 2015, justru memperlihatkan sisi lain dari demokrasi politik di Indonesia. Artikel ini akan berfokus pada kepemimpinan yang dilahirkan dari politik dinasti dengan melihat dari sumber kekuasaan, gaya kepemimpinan, dan hubungan followership yang terbangun antara pemimpin serta masyarakat Klaten.

Politik Dinasti Klaten

Hubungan kekerabatan atau keluarga dekat dalam dunia politik dikenal dengan sebutan politik dinasti atau kepemimpinan dinasti. Politik dinasti merupakan fenomena politik di mana calon dari kepala pemerintahan yang akan berkuasa, berasal dari keluarga yang sama atau ada hubungan kekerabatan dengan penguasa sebelumnya.

Park (2008) mengartikan politik dinasti sebagai praktik keluarga politik tradisional yang mendominasi kekuasaan politik dan jabatan publik secara turun menurun. Politik dinasti adalah lawan dari demokrasi. Sebab di dalam demokrasi pemimpin atau kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Maka, sejatinya praktik politik dinasti ini negara demokrasi adalah tidak ada, apalagi di Indonesia yang mengakui adanya kepemilikan negara oleh rakyat, bukan keluarga atau kelompok tertentu saja.

Salah satu praktik politik dinasti di Indonesia yang cukup marak dibicarakan adalah politik dinasti di Kabupaten Klaten. Dinasti politik ini terjadi sejak tahun 2000 hingga tahun 2015. Pola politik dinasti yang terjadi di Kabupaten Klaten bermula ketika Haryanto Wibowo menjabat sebagai Bupati Klaten periode 2000-2005. Setelah lengser, Haryanto digantikan oleh Sunarna dalam masa bakti 2005-2010. Lalu ia kembali mencalonkan diri dan terpilih di Pilkada 2010 bersama pasangannya, yaitu Sri Hartini. Sri Hartini merupakan istri dari Bupati Haryanto Wibowo.

Setelah masa baktinya berakhir, Sunarna digantikan dengan Sri Hartini yang maju sebagai Bupati Klaten dalam Pilkada 2015, dengan status petahan bersama pasangannya yaitu Sri Mulyani, yang tak lain adalah istri dari Bupati Klaten sebelumnya yaitu Sunarna.

Berdasarkan hasil perhitungan KPU, Sri Hartini dan Sri Mulyani, atau yang familiar dengan sebutan duo Sri, berhasil memenangkan Pilkada Kabupaten Klaten dengan perolehan suara sebesar 54,39% (KPU Kabupaten Klaten, 2017). Setelah ditangkap KPK atas bukti penerimaan suap jual beli jabatan di Kabupaten Klaten, Sri Hartini digantikan oleh Sri Mulyani sebagai Bupati Klaten. Tidak berhenti di situ, Sri Mulyani kembali mencalonkan diri dan terpilih dalam Pilkada Kabupaten Klaten 2020 bersama Yoga Hardaya sebagai wakilnya.

Sumber Kekuasaan Politik Dinasti Klaten

Berdasarkan sumber kekuasaannya, dalam konteks politik dinasti yang terjadi di Kabupaten Klaten, sejak kepemimpinan Haryanto Wibowo hingga Sri Mulyani, sudah dilakukan melalui prosedur yang sah (legitimate power).  Legitimate power merupakan kekuasaan yang didapat dari kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu jabatan, baik melalui pengangkatan yang sah, maupun dengan prosedur yang jelas.

Baik Haryanto, Sunarna, Sri Hartini, dan Sri Mulyani masing-masing mendapatkan jabatan Bupati setelah memenangkan suara untuk wilayah Kabupaten Klaten, melalui Pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Dari Pilkada terakhir di tahun 2020, Sri Mulyani bersama Yoga Hardaya mendapat perolehan suara sebesar 50,18% . Hal itu membuat pasangan calon ini keluar sebagai pemenang. Maka setelah dilantik melalui SK Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Klaten yang dikeluarkan oleh Kemendagri RI, Sri Mulyani memiliki kekuasaan legit sebagai Bupati Klaten.

Kepemimpinan Transformasial

Bupati Klaten Sri Mulyani dianggap memiliki kepemimpinan transformasional, apabila dilihat dari upaya yang ia lakukan untuk mer-ebuilding kepercayaan masyarakat klaten, pasca-tertangkapnya pemimpin sebelumnya, Sri Hartini, oleh KPK atas kasus jual beli jabatan. Dengan adanya kejadian ini, Sri Mulyani memiliki tanggung jawab dan beban lebih sebagai bupati untuk mereformasi birokrasi dan image Pemerintah Kabupaten Klaten. Adapun berbagai upaya yang dilakukan Sri Mulyani dalam rebuilding trust masyarakat kabupaten klaten yaitu:

Aplikasi Matur Ibu sebagai upaya meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat melalui optimalisasi media sosial. Sambang Warga dan Ngopi Bareng Bupati; kegiatan untuk mendekatkan hubungan dengan masyarakat klaten. Membangun Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Seleksi Terbuka dalam Proses Pengisian Jabatan di Pemkab Klaten POLA FOLLOWERSHIP: PRIMORDIAL

Menurut Syamsuddin (1993) primordialisme merupakan perasaan mengikat yang dimiliki seseorang karena berbagai hal. Dalam hal ini, digolongkan ke dalam faktor-faktor seperti wilayah atau tempat lahir, ras, hubungan darah, suku, agama dan perasaan serupa.

Terpilihnya Sri Hartini dan Sri Mulyani pada Pilkada 2015 dan kembali terpilihnya kembali Sri Mulyani pada Pilkada 2020, memperlihatkan masyarakat Kabupaten Klaten ternyata masih berorientasi pada ikatan-ikatan primordial. Dengan artian bahwa masyarakat Klaten memiliki kecenderungan menjadi pengikut bagi orang-orang yang mereka percaya memiliki kemampuan mumpuni, karena masih segaris dengan keturunan kepala daerah sebelumnya. Paham primordial mengarah pada perilaku memilih yang prefer terhadap calon dari keluarga kalangan petahana sehingga regenerasi rezim kepemimpinan hanya seputar pada satu lingkungan keluarga tertentu.

Kesimpulan

Terlepas dari jabatannya yang kental dengan politik dinasti, kinerja Bupati Sri Mulyani terbilang cukup mengesankan, terlihat dari 61 penghargaan yang didapatkan selama menjabat sebagai Bupati Klaten. Beberapa penghargaan yang beliau dapatkan antara lain, Anugerah Parahita Ekapraya yang didapatkan karena dedikasinya terhadap isu kesetaraan gender.

Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo, juga pernah memberikan penghargaan kepada Bupati Sri Mulyani karena telah memenangkan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik dengan Titip Bandaku. Titip Bandaku merupakan program Kabupaten Klaten dalam membantu masyarakatnya untuk menyimpan arsip-arsip mereka, sebagai bentuk preventif daerah rawan bencana.

Lalu apakah politik dinasti ini merupakan hal yang efektif untuk dilakukan? Praktik politik dinasti boleh jadi diibaratkan seperti dua mata pisau. Di satu sisi, praktik ini bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, karena membatasi keterlibatan masyarakat dalam politik terbuka.

Namun, pemerintah juga tidak bisa melarang bagian dari politik dinasti untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah. Pasalnya, pada dasarnya memang setiap warga negara memiliki hak politik yang sama untuk memilih atau dipilih, termasuk anggota politik dinasti itu sendiri.

Menurut saya, keefektifan dari kepemimpinan itu kembali lagi tergantung kepada siapa yang memimpin. Jadi walaupun kepemimpinannya identik dengan politik dinasti, tetapi jika di dalam diri seseorang itu terdapat kompetensi dan atribut-atribut pemimpin yang baik, maka kepemimpinannya tetap akan berhasil.

Aurelia Eryanda

Baca Juga