Konflik tidak harus muncul dalam kekerasan, hal itu berawal dari kenyataan bahwa konflik dapat dilihat dan dibagi dalam beberapa macam, diantaranya sebut saja konflik antar pribadi, antara individu satu dengan individu lainnya. Alasan dan kepentingan tiap individu tentu berbeda sehingga itu yang memicu adanya konflik.
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar geng). Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Konflik individu dengan kelompok, dll. Karena beberapa macam konflik tentu dengan latar belakang, alasan dan kepentingan yang berbeda sehingga pada dasarnya konflik TIDAK harus dalam bentuk kekerasan.
Percekcokan, perdebatan yang sengit, saling mempertahankan argumen masing-masing, demonstrasi tanpa kekerasan, dll juga sudah bisa dikatakan konflik, dan itu semua dilakukan tidak harus dalam bentuk kekerasan.
Menyambung pertanyaan pertama mengenai relasi konflik dan kekerasan memang sangat erat. Kenapa demikian? Sebab pada dasarnya konflik memang tidak harus dalam bentuk kekerasan, namun pada kenyataan konflik berpotensi untuk terjadi kekerasan. Kemudian jika ditanyakan bagaimana konflik mengalami perubahan bentuk menjadi kekerasan?
Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan konflik yang tadinya tanpa kekerasan menjadi kekerasan. Sebagai dasar memang konflik berpotensi besar untuk menjadi kekerasan.
Faktor-faktor yang sering terjadi di lapangan di antaranya, adanya perbedaan pendirian atau perasaan antarindividu, kurangnya kontrol sosial dan kontrol pribadi, perbedaan latar belakang budaya, perbedaan kepentingan antarindividu kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan individu, perubahan sosial yang cepat diikuti perubahan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat, dll.
Namun yang paling menentukan sebenarnya kontrol sosial maupun kontrol pribadi yang kurang, sehingga kita sedang berkonflik suasana panas, ditambah pikiran dan hati yang tidak terkontrol tentu kekerasan akan sangat mungkin dilakukan, berbeda jika memiliki kontrol sosial maupun pribadi yang kuat, setidaknya kalaupun terjadi konflik tidak sampai ada yang dirugikan secara fisik akibat kekerasan.
Tidak selamanya konflik harus diakhiri dengan kekerasan, karena kekerasan itu tidak bisa dikatakan sama dengan konflik, meskipun konflik berpotensi untuk terjadinya kekerasan.
Konflik adalah proses sosial yang terus terjadi dalam masyarakat baik individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya, sedangkan kekerasan merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu efek dari terjadinya proses sosial yang ditandai dengan adanya kerusakan dan perkelahian.
Artikel Terkait
-
Setara Institute Sebut Upaya Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional Sengaja Dilakukan Pemerintah
-
Rocky Gerung: Dengan Seizin Pak Jokowi, Maka Projo Akan Dihibahkan ke Gerindra
-
Apa Konflik di Sudan? Ini 5 Fakta Kondisi Terkini di Sana
-
Duet Ayah dan Anak di Pemilu: Sah secara Hukum, tapi Etiskah?
-
Perceraian Mencuat: Benarkah Angkanya Melonjak dan Gugatan Didominasi Istri?
Kolom
-
Maudy Ayunda dan Filosofi Teras: Rahasia Tenang di Tengah Masalah Hidup
-
Mereka Tak Hanya Memadamkan Api, Tapi Menjaga Hidup yang Hampir Padam
-
Tawa yang Berisiko! Kenapa Sarkasme Mahasiswa Mudah Disalahpahami Otoritas?
-
Pernah Ragu dan Takut, Ini Rahasia Najwa Shihab Menaklukkan Rasa Insecure!
-
Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Pendidikan Kita Kapan Majunya?
Terkini
-
Jangan Salah Pilih Warna! 4 Cat Rambut untuk Kulit Sawo Matang
-
Cerai dengan Sabrina Chairunnisa, Deddy Corbuzier Masih Anggap Mantan Istrinya Adik
-
Cozy Boy Alert! Intip 4 Daily OOTD ala Soobin TXT yang Bisa Kamu Tiru
-
4 Inspirasi Outfit Dress ala Yoona SNSD untuk Tampil Elegan di Segala Momen
-
Nostalgia Era Tahun 2000, Kiss of Life Resmi Debut Jepang Lewat Lagu Lucky