Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Fifin Vania 2102124391
Ilustrasi ekonomi saat pandemi

Pada tanggal 2 maret 2020, President Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi bahwa wabah Covid-19 sudah masuk Indonesia dengan ditemukannya tiga kasus positif terinfeksi virus. Media massa banyak memuat kritik terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam merespons, padahal seharusnya pemerintah bisa jauh lebih dini mengantisipasi kasus ini. Pemerintah dianggap meremehkan ancaman nyata dari pandemi ini bagi kesehatan publik.

Pada Februari 2020, Presiden Jokowi terlihat lebih peduli dan tertarik pada peluang ekonomi saat wabah ini muncul di negara-negara lain ketimbang masalah kesehatan publik. Dengan adanya pandemi di negara lain, diharapkan mereka akan melihat Indonesia sebagai destinasi wisata dan investasi. Presiden meminta kabinet menyiapkan seluruh instrumen fiskal maupun moneter untuk memperkuat daya saing dan keunggulan ekonomi pada masa pandemi yang sedang terjadi di negara lain. Permintaan ini disampaikan pada tanggal 25 Februari 2020 dalam pengarahan anggota kabinet sehubungan dengan isu wabah tersebut.

Para ekonom sudah mengingatkan pemerintah bahwa yang harus disubsidi bukan hanya warga yang selama ini masuk dalam kelompok miskin, tetapi juga kelompok kelas menengah bawah yang menjadi “miskin baru” akibat dari Covid-19 ini. Konsekuensi sosial-politik dari massa yang lapar bisa dalam bentuk kekacauan atau kerusuhan massa yang akan mengancam, baik kesehatan maupun keamanan nasional.

Lockdown mungkin kebijakan yang tepat untuk banyak negara yang punya tunjangan sosial yang cukup seperti di banyak negara-negara maju atau negara kaya. Tidak demikian dengan negara dengan penduduk besar dan kondisi ekonomi sedang, seperti India. Dalam masyarakat seperti itu, lockdown sulit menjadi efektif karena cenderung akan dilanggar. Orang butuh bekerja untuk bertahan hidup. Bagi banyak orang, bekerja itu harus di luar rumah dan bertemu dengan orang seperti di pasar pada umumnya selama ini. Tinggal di rumah saja atau bekerja dari rumah bagi sebagian besar.

Tulisan Mietzner dan Jaffrey merupakan penafsiran atas apa yang dianggapnya sebagai kesalahan yang tak perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam merespons pendemi Covid-19. Menurut Mietzner, kesalahan yang dimaksud bukan kekawatiran pemerintah terhadap kondisi ekonomi masyarakat lapisan bawah jika kebijakan lockdown diambil, tetapi lebih kepada melemahnya demokrasi indonesia dalam lima tahun terakhir.

Merosotnya demokrasi Indonesia pada masa pandemi Covid-19 sekarang memunculkan anti-saintisme populis yang berhimpitan dengan konservativisme keagamanaan di tingkat massa, polarisasi politik kegamaan, korupsi dan klientelisme, serta kencangnya suara para aktor anti-demokrasi. Kesalahan pemerintah tersebut dan penyebabnya tentu merupakan dua penafsiran yang berbeda.

Kedua tulisan itu pada dasarnya lebih bernuansa elite centered, tetapi kurang memberikan ruang tentang bagaimana elite terhambat (constrained) oleh kondisi sosial ekonomi yang ada. Namun demikian, Mietzner membuka ruang analisis lebih jauh tentang kecenderungan konservatif masyarakat yang bisa mempengaruhi elite bersikap dan berperilaku walaupun tulisan itu terlalu menyampingkan pertimbangan kondisi ekonomi yang sedang dihadapi publik. Ia tak memberi ruang yang cukup untuk memahami hambatan-hambatan besar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan lockdown.

Di sisi lain, ekonom Chatib Basri mengatakan lockdown dimungkinkan bila ada jaminan sosial yang kuat dari pemerintah dan Indonesia tak punya kemampuan untuk itu, juga negara-negara lain yang penduduknya besar dan pendapatannya hanya menengah, seperti India, Meksiko, dan Brazil. India melakukan lockdown untuk menekan wabah tersebut, tetapi sampai hari ini hasilnya tidak lebih baik dari Indonesia dilihat dari jumlah kasus positif dan jumlah yang meninggal.

Kecenderungan Covid-19 menyebabkan kemerosotan ekonomi di Indonesia. Dengan adanya peraturan baru dari pemerintah banyak membuat masyarakat yang terjangkit virus dan meningkatnya pengangguran di Indonesia. Kebijakan yang di lakukan pemerintah dalam kesehatan sangat minim, yang pemerintah laksanakan dan masih berjalan hingga sekarang yaitu penurunan sembako, dana prakerja, umkm, pkh, dan lain-lain.

Dimana diturunkan program tersebut sebab banyaknya masyarakat menuju kemiskinan, bantuan tersebut dibuat oleh pemerintah banyak kita lihat pedagang kaki lima yang sudah tidak bisa berjualan, banyak toko-toko yang tutup sebab tidak mendapatkan keuntungan. Mereka yang layak dapat dan berhak mendapatkan bantuan tersebut menjadi teringankan masalah ekonomi dalam keluarga. Namun bisa juga kita katanya penurunan bantuan dari negara belum mencapai peningkatan ekonomi dalam negara.

Negara Indonesia masih banyaknya pengangguran, perusahaan yang banyak sudah habis, disebabkan pekerjaan sudah tidak ada lagi. PKL juga sudah tidak di perbolehkan untuk perkotaan, pendapatan negara juga makin berkurang. Bisa dikatakan negara-negara lain yang terjangkit Covid-9 ini ekonomi mereka tidak mengambil kemerosotan disebabkan negara tersebut memiliki satu budaya dan satu bahasa. Indonesia mengalami kemerosotan ekonomi masih belum teratasi, indonesia bertambah kelahiran, namun berkurang pendapatan.

Fifin Vania 

Mahasiswa S1 ekonomi pembangunan

FEB Universitas Riau

Fifin Vania 2102124391

Baca Juga