Penyusunan sejarah sastra Indonesia memang masih belum dirasa optimal karena memiliki problematika yang sulit diselesaikan. Objek penyusunan sejarah sastra merupakan ribuan teks-teks sastra, setumpuk nama sastrawan dan biografinya, kecenderungan penggunaan estetika, kecenderungan tema, aliran seni, ideologi seni, opini kebudayaanya dan batasan kurun waktu menjadi faktor yang menunjukan betapa rumit dan kompleksnya penulisan sejarah sastra.
Meskipun begitu, sejarah sastra Indonesia harus tetap dilestarikan. Penulisan sejarah sastra Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang bermanfaat sebagai sebuah studi perkembangan kesusastraan Indonesia dan juga untuk kepentingan kurikulum pendidikan.
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika penulisan sejarah sastra. Dalam mengetahui problematika penulisan sejarah sastra, pembaca diharapkan dapat memiliki wawasan yang lebih luas terkait sejarah dan perkembangan sastra di Indonesia.
Bercakap tentang ide-ide dalam literatur, patut diingat bahwa ini berkaitan dengan tingkah laku kehidupan dan visi penulis. Sebagai makhluk individu dan sosial, sikap terhadap kehidupan dan pemahaman penulis dibentuk oleh pengalaman, lingkungan dan pengetahuan tentang berbagai hal, termasuk pengetahuan intim dan intensif serta interaksi dengan budaya di mana ia hidup dan tumbuh.
Dalam menyampaikan ide, ilmuwan dapat meminjam. Termasuk gambar/gaya orang lain dalam literatur bangsa-bangsa lain. Namun, penulis juga dapat memanfaatkan potensi budaya mereka sendiri. Berdasarkan ini, sepanjang sejarahnya literatur kontemporer Indonesia telah dipenuhi dengan apa yang diserap dari luar dan apa yang ditanam dari dalam. Kelahiran literatur kontemporer Indonesia tidak dapat dibebaskan dari pengaruh literatur Barat. Namun, dalam pertumbuhannya dan pengembangan, budaya lokal mengambil bagian dan peran.
Penyusunan sejarah sastra sangat rumit dan kompleks. Ini karena keterbatasan atau pemahaman literatur Indonesia yang tersedia sangat tak terbatas. Pendapat banyak pakar serta argumen pakar, menjelaskan sejarah titik permulaan literatur Indonesia. Hal ini juga membawa kepada titik balik awal dalam perkembangan literatur Indonesia. Perbedaan ini dipertimbangkan untuk setiap peristiwa atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan sastra.
Oleh karena itu, dari sudut pandang penulis sebuah peristiwa dianggap penting dan harus dimasukkan ke dalam sejarah Indonesia. Namun, penulis lain ada pula yang berbeda sehingga peristiwa-peristiwa ini tidak semestinya dicantumkan dalam sastra Indonesia.
Beberapa peristiwa tentang Komite Kebudayaan Rakyat (Lekra), tidak pernah dibahas atau jika dibahas penulis dan pengamat sejarah kesusasteraan Indonesia hanya mendapat bagian kecil dalam sejarah sastra Indonesia.
Kesulitan lain adalah bahwa meskipun usia sastra Indonesia belum berjalan di seluruh literatur negara-negara lain, topik kerja sangat banyak. Studi Ersnt Ulrich Kratz mencatat 27.078 judul karya-karya sastra dalam jurnal bahasa Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1922-1982. Indonesia memiliki 466 buku, 348 buku kelompok, 315 buku drama dan 810 buku puisi.
Sementara A. Teeuw mencatat, selama hampir 50 tahun literatur Indonesia modern awalnya hanya 175 penulis dengan sekitar 400 karya. Pada tahun 1979, ada 284 penulis dan 770 karya. Hal-hal yang disebutkan di atas tidak termasuk karya-karya yang diterbitkan di majalah, majalah, terutama yang diterbitkan di masa lalu.
Jakob Sumardjo memberikan gambaran bahwa sejak Merari Siregar menulis Azab dan Sengsara telah dihasilkan 1.335 karya sastra yang berupa kumpulan cerpen, kumpulan puisi, roman, atau novel, drama, terjemahan sastra asing dan kritik serta esai sastra.
Tercatat juga 237 nama sastrawan yang penting. Hampir setengah dari jumlah sastra kita menulis puisi (49,3%), selanjutnya cerita pendek (47,6%), novel (36%), esai (23, 2%), drama (18,9%) dan sisanya penerjemah serta kritik sastra.
Kesulitan lainya ialah objek sastra selain karya sastra yang berupa jenis-jenis (genre) sastra: puisi, prosa dan drama juga meliputi objek-objek lain yang sangat luas meliputi pengarang, penerbit, pembaca, pengajaran, apresiasi, esai, dan penelitian.
Jenis-jenis literatur ini berkembang di Indonesia. Pada awal pertumbuhan dan perkembangan novel, misalnya, tidak sesuai dengan puisi dan drama. Puisi Indonesia dimulai pada tahun 1920, sementara puisi Indonesia dimulai pada tahun 1928. Sementara evolusi semak-semak pada tahun 1950, meskipun pertumbuhan literatur Indonesia, semak-semak mulai muncul di berbagai media.
Kesimpulan
Penyusunan sejarah sastra sangat rumit dan kompleks. Ini karena keterbatasan atau pemahaman literatur Indonesia yang tersedia sangat tak terbatas. Pendapat banyak pakar, serta argumen pakar, menjelaskan sejarah titik permulaan literatur Indonesia.
Hal ini juga membawa kepada titik balik awal dalam perkembangan literatur Indonesia. Perbedaan ini dipertimbangkan untuk setiap peristiwa atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan sastra. Oleh karena itu, dari sudut pandang penulis, sebuah peristiwa dianggap penting dan harus dimasukkan ke dalam sejarah Indonesia.
Namun, penulis lain ada pula yang berbeda, sehingga peristiwa-peristiwa ini tidak semestinya dicantumkan dalam sastra Indonesia.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Bukan KH Ahmad Dahlan, Ini Sosok Kiai Pemberi Nama Muhammadiyah
-
Misteri Setir Kanan pada Mobil, Warisan Sejarah yang Masih Bertahan di Indonesia
-
Sejarah Hari Guru Nasional, Kenapa Diperingati Setiap 25 November?
-
Sejarah Stadion GBK: Awalnya Bukan Senayan yang Dipilih Soekarno
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
Kolom
-
Pilihan Hidup Sendiri: Ketika Anak Muda Memutuskan Tidak Menikah, Salahkah?
-
Hikayat Sarjana di Mana-mana
-
Jebakan Maskulinitas di Balik Tren Video Laki-laki Tidak Bercerita
-
Membedah Batasan Antara Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian
-
Sadbor sebagai Duta Anti Judi Online: Paradoks Makna Pemberian Gelar
Terkini
-
Teka-teki Eliano Reijnders Dicoret STY dari Skuad, Ini Kata Erick Thohir
-
Kesbangpol dan PD IPARI Karanganyar Gelar Pembinaan Kerukunan Umat Beragama untuk Meningkatkan Toleransi dan Harmoni
-
3 Rekomendasi Film Kolaborasi Memukau Ryan Gosling dan Emma Stone
-
Rekor Pertemuan Timnas Indonesia vs Arab Saudi, Garuda Belum Pernah Menang?
-
Ulasan Novel 'Ayah, Ini Arahnya Kemana, Ya', Buku yang Temani Kamu Lewati Masa Sulit