Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Adies
Ilustrasi pelecehan seksual, pemerkosaan, kekerasan seksual. [Suara.com/Eko Faizin]

Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan, hal ini diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Undang-Undang HAM). Hak untuk memperoleh rasa aman ini dijamin oleh Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), Undang-Undang HAM, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dan kebijakan-kebijakan lainnya.

Meski telah memiliki sejumlah kebijakan yang menjamin rasa aman, namun hal tersebut tidak dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Tempat umum seperti sarana transportasi publik, sarana olahraga, supermarket, bahkan tempat yang seharusnya memberikan rasa aman seperti sekolah, tempat kerja dan tempat ibadah, sering menjadi tempat dimana ketidakamanan dapat dirasakan.

Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat dewasa ini bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan banyak dan sering terjadi dimana-dimana, demikian juga dengan kekerasan atau pelecehan seksual terlebih perkosaan. Kekerasaan terhadap perempuan adalah suatu tindakan yang tidak manusiawi, tetapi perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan di segala bidang.

Cara berpakaian pada wanita juga denial merupakan faktor terjadinya kasus pelecehan seksual. Kesadaran pria terhadap cara berpakaian wanita, bahwa kaum lelaki memiliki penilaian berbeda dan cenderung negatif terhadap cara perempuan dalam berpakaian. Pria-pria menilai wanita berpakaian minim dan menemukan peluang untuk dilecehkan.

Akan tetapi, ada suatu kasus di sebuah masjid di Wajo, Sulawesi Selatan. Insiden pelecehan jemaah wanita di masjid ini diketahui dilakukan oleh 2 orang laki-laki yang sudah melakukannya berkali-kali di tempat tersebut. Hal itu membuktikan bahwa pelaku tidak hanya melihat dari berpakaian seorang wanita saja. 

Saya melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dikarenakan sampel atau narasumber yang saya pilih masih berada dalam suatu komunitas social yang sama. Penelitian kualitatif sendiri merupakan metode penelitian yang lebih fokus pada pemahaman masyarakat terhadap fenomena yang terjadi. Saya menggunakan narasumber beberapa mahasiswa di Indonesia.

Dari 38 responden yang mewakili beberapa pulau di Indonesia, 52,6% berpendapat bahwa cara berpakaian wanita tidak berpengaruh terhadap kasus pelecehan seksual dan 47,4% berpendapat bahwa cara berpakaian wanita berpengaruh terhadap kasus pelecehan seksual saat ini.

Lalu apa yang menjadi sebab utama kasus pelecehan seksual? Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang saya lakukan, data menyebutkan bahwa cara berpakaian wanita tidak begitu berpengaruh terhadap kasus pelecehan seksual. Akan tetapi, hal itu bisa saja berpengaruh jika berpakaian tidak sesuai adabnya. Cara berpakaian wanita merupakan salah satu faktor terjadinya kasus pelecehan seksual, tetapi bukan yang utama. Faktor utama kasus pelecehan seksual adalah hawa nafsu pelaku itu sendiri. 

Kita sebagai manusia harus menghargai satu sama lain. Kita semua sama di mata Tuhan, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Pentingnya pendidikan tentang seks sejak dini juga berpengaruh dalam kasus ini. Peran orang tua, guru, dan lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh. Sebagai manusia, harus memastikan bahwa lingkungan sekitar adalah lingkungan yang positif, yang bisa membantu kita berkembang menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Hukum di Indonesia juga harus adil dan bijaksana terhadap pelaku kasus pelecehan seksual. Korban butuh keadilan dan masyarakat sekitarnya juga tidak perlu mengucilkannya. Karena yang bersalah adalah pelaku, bukan korban.

Adies

Baca Juga