Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Lilik Fauziyah
Ilustrasi standar kecantikan (cottonbro/Pexels).

Masa remaja merupakan proses pertumbuhan yang ditandai dengan perubahan secara cepatm terutama dari segi fisik pada setiap individu. Sehingga, tidak sedikit remaja masa kini khususnya perempuan sangat memberikan perhatian lebih pada tubuhnya dibandingkan dengan aspek lainnya. Ditambah lagi dengan berkembangnya media sosial yang memiliki fitur interaktif, menjadi salah satu aspek besar yang dapat mempengaruhi penggunanya, khususnya terkait dengan stereotipe mengenai “beauty standar” atau standar kecantikan.

“Beauty Standar” atau standar kecantikan sendiri merupakan suatu patokan yang menggambarkan tolak ukur kecantikan seseorang. Sehingga, tak sedikit dari mereka (remaja perempuan) berhasil dipropaganda oleh trend kecantikan yang merepresentasikan standar kecantikan meliputi hal visual, seperti warna kulit harus putih, bentuk badan ideal (tinggi dan kurus), rambut lurus, pipi harus tirus, dan cara berpakaianpun menjadi tolak ukur cantik.

Itu semua menjadi patokan yang mendefinisikan cantik. Adanya penggambaran standar kecantikan pada masyarakat berakibat pada berkurangnya “self-esteem’/persepsi masing-masing individu mengenai bagaimana setiap individu bisa menerima dan menghargai dirinya sendiri.

Self esteem ini akan bernilai negative atau bahkan berkurang karena dipengaruhi oleh penggambaran standar kecantikan perempuan yang tidak adil di lingkungan masyarakat.  Hal tersebut telah membuat perempuan merasa atau berpikir ketidaksempurnaan adalah sebuah kecacatan yang harus diperbaiki, karena jika tidak, berarti mereka tidak cantik.

Adanya standar kecantikan ini akan berdampak buruk pada self esteem dan perilaku remaja perempuan masa kini. Hal ini dapat menghilangkan karakter asli diri sendiri karena mereka akan terus ingin menjadi apa yang telah didiktekan oleh masyarakat.

Selain itu juga cenderung akan menimbulkan perasaan marah, cemas, atau sampai depresi. Segala cara mereka lakukan, mereka rentan melakukan perilaku diet ketat/salah, gelotophobia, suntik putih, tak sedikit dari mereka bahkan rela mengubah bentuk tubuhnya untuk memperbaiki penampilan agar memenuhi standar kecantikan dan mendapatkan pengakuan masyarakat daripada harus menerima diri sendiri.

Ketidaksiapan itu akan membuat para perempuan merasa tidak percaya diri, insecure, bahkan merasa malu jika bertemu orang lain dengan keadaan badan berisi, pendek, wajah bertekstur, dan lain sebagainya. Sehingga mereka akan lebih memilih menutup diri dari lingkungan sekitar agar tidak mendapat cibiran-cibiran mengenai penampilannya.

Lilik Fauziyah

Baca Juga