Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ridho Dinata
Ilustrasi Esports. [Unsplash/Stem List]

Pendidikan merupakan suatu proses yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pendidikan tidak hanya terbatas pada mata pelajaran tertentu tetapi juga hal-hal baru yang terjadi di dunia, seperti esports. Olahraga kompetitif berbasis game ini telah mampu menarik jutaan anak muda di seluruh dunia, termasuk pelajar di Indonesia. Namun, masih banyak masyarakat awam seperti guru yang terbelalak oleh tingginya minat bermain game bagi anak muda zaman sekarang.

Kontradiksi pun muncul, khususnya di kalangan masyarakat dan dunia pendidikan tanah air. Sinyalemen bermunculan bahwa main game bukanlah proses belajar, game hanya bertujuan menghibur, kebalikannya dari belajar, dan game bisa membuat daya pikir menurun.

Tentu saja, pernyataan di atas perlu diluruskan, pertama adalah perbedaan antara bermain game secara kausal dan esports. Mudahnya, pembeda kedua kebiasaan tersebut adalah motivasi dan tujuan. Bermain game secara kausal memang untuk kesenangan, sehingga motivasi pemainnya pun semata hanya untuk mengisi waktu luang atau sekadar melepas penat. Namun lain halnya untuk esport berbeda dengan game-game kebanyakan. esport mempunyai kedudukan yang sama dengan olahraga konvensional seperti sepak bola, bola basket dan lain-lain. Esport mempunyai jenjang karir dan dan bahkan sudah dilombakan di ajang-ajang resmi olahraga seperti PON, Sea Games, dan Asian Games. Maka dari itu sekolah sebagai tempat untuk menggali potensi peserta didik harus dapat memfasilitasi mereka untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

Fenomena banyaknya pelajar yang ingin menjadi atlet esport harus mendapat dukungan dari sekolah. Dukungan tersebut bisa berupa ekstrakurikuler esport yang sama kedudukannya dengan ekstrakulikuler yang sudah ada sebelumnya, namun tetap perlu memperhatikan karakter pelajar dan tempat dimana pelajar tinggal. Serta semua itu perlu pengawasan dari semua pihak, terutama guru dan orang tua agar para pelajar memang terarah dalam mengembangkan bakat dan minatnya di bidang esport. Kehadiran ekstrakulikuler esports di jenjang pendidikan bisa digunakan sebagai wadah pengembangan potensi, sekaligus fondasi edukasi tentang dunia esports, supaya para siswa memiliki pola pikir yang benar.

Ridho Dinata