Tidak sedikit mahasiswa yang percaya stereotip soal organisasi mahasiswa yang hanya hanya menghabiskan waktu, melelahkan jiwa dan raga, main-main, menghamburkan uang demi proker, dan sebagainya. Hal ini membuat pendapat mahasiswa tentang organisasi mahasiswa memang begitu adanya.
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita sepakati bahwa organisasi yang dimaksud adalah organisasi internal kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa dan Himpunan Mahasiswa.
Penulis merasa tingkat kesadaran mahasiswa tentang fungsi dan keberadaan organisasi mahasiswa semakin berkurang. Mereka merasa bahwa bukan suatu urgensi untuk ikut sebuah organisasi mahasiswa. Bahkan penulis merasa bahwa teman-teman mahasiswa berpendapat bahwa organisasi mahasiswa saat ini sudah menjadi tidak relevan untuk kebutuhan mahasiswanya.
BACA JUGA: Polemik Usulan Muhaimin Iskandar tentang Penghapusan Jabatan Gubernur
Padahal, jika organisasi dan pengurusnya sendiri mampu mewujudkan program kerja yang cukup baik untuk disajikan dan diberikan kepada masing-masing pengurus atau bahkan kepada mahasiswanya sendiri, akan menjadi sebuah manfaat yang sangat besar.
Jika ditarik benang merah hingga menimbulkan akibat pembahasan sebelumnya, akan ada beberapa poin yang akhirnya berkaitan. Apabila kita kembali ke tahun 90-an fokus teman-teman mahasiswa yang berorganisasi salah satunya adalah mengurusi masalah besar kenegaraan pada saat itu, seperti reformasi, dan penggulingan Soeharto.
Berbeda dengan isu-isu yang diangkat teman-teman organisasi saat ini yang lebih fokus ke masalah-masalah global seperti energi terbarukan, penggunaan benda-benda daur ulang, dan isu ramah lingkungan lainnya. Selain beberapa isu global tersebut ada isu yang menyangkut kehidupan sosial seperti kesetaraan gender, akses air bersih, atau pemerataan pendidikan.
Kendati begitu, masih ada beberapa isu-isu yang bersifat nasional yang dibawakan oleh teman-teman organisasi mahasiswa seperti isu korupsi, birokrasi pemerintahan, sistem pemerintahan, atau lain sebagainya.
Isu seperti ini masih diangkat di organisasi mahasiswa tetapi memiliki kurang menarik di lingkungan mahasiswanya. Hal ini berdampak kepada menurunnya tingkat ketertarikan mahasiswa untuk aktif dalam organisasi-organisasi dewasa ini.
Pada akhirnya, penulis merasa memang tidak ada salahnya untuk mengutamakan isu-isu sosial dan masyarakat hingga kependidikan. Jika memang saat ini hal tersebutlah yang membuat organisasi dirasa relevan, tak ada salahnya untuk mencoba berkolaborasi dengan lembaga-lembaga yang memiliki kemampuan dan akses menuju ke arah tersebut.
BACA JUGA: Pacar Baru Denise Chariesta Terungkap, Mantan Suami Artis Cantik Ini?
Tak lupa juga untuk membuka keran ke arah masalah-masalah global dan ikut berkolaborasi sehingga teman-teman organisasi akan merasa memiliki tingkat eksklusivitas organisasi yang tinggi.
Zaman dan industri akan berubah, organisasi juga harus bisa berubah mengikuti perkembangan yang ada, mengikuti zaman yang fleksibel dan terbuka.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Mahasiswa Unhas Mengeluh Tidak Mampu Bayar Uang Kuliah Tunggal
-
Secercah Harapan Buat Hasya: Bisakah Status Tersangka Mahasiswa UI Tewas Ini Dicabut?
-
Lebih dari 3 Ribu Mahasiswa UGM Terima Insentif Prestasi Sebesar Rp2 Miliar di 2022
-
Fix! Digandeng Hary Tanoe, Eks Bupati Jember Faida Gabung Perindo
-
Belasan Anak Jadi Korban Pelecehan Seksual Perempuan Pemilik Rental PS, Ini Cara Beri Pendidikan Seks Sejak Dini
Kolom
-
Konflik Agraria dan Pentingnya Pengakuan Hukum Bagi Masyarakat Adat
-
Nilai Nomor Sekian! Yang Penting Tetap Waras dan Tugas Kelar, Setuju?
-
Transformasi Pola Komunikasi Keluarga dari Telepon Rumah ke Chat dan Video Call
-
Idol Band vs Band Indie: Ketika Musik Bicara dengan Cara Berbeda
-
Budaya Me Time: Self-Care, Self-Reward, atau Konsumerisme Terselubung?
Terkini
-
Edgy atau Preppy Style? 4 Gaya Andalan Minnie i-dle yang Bisa Kamu Tiru
-
Sudah Tahu? Begini Cara Pantau dan Batasi Pemakaian Data di HP Xiaomi
-
Timnas Indonesia Umumkan Skuad Final, Ole Romeny Bakal Menggila di Jepang?
-
Tampil Gemilang di Laga Debut, Emil Audero Geser Posisi Maarten Paes?
-
Review Buku Kitty sang Pahlawan Super: Mengatasi Ketakutan dalam Diri