Dalam perkembangan terbaru ini, karena masalah remaja semakin meningkat. Kementerian Kesehatan telah mengambil banyak tindakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan remaja. Salah satu tindakan tersebut adalah mencanangkan program PKPR di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Dengan prinsip yang inklusif untuk dapat diakses oleh semua remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan penuh keramahan, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka terhadap kebutuhan terkait kesehatan, serta efektif dan efisien. Selain itu, sebagai dukungan untuk pelaksanaan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada remaja, Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan bahan informasi dan edukasi yang mudah dimengerti oleh remaja, seperti brosur dan leaflet tentang kesehatan reproduksi remaja.
Meskipun telah banyak program yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, namun persoalan remaja tetap menjadi perhatian yang besar. Hal ini didukung dengan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI), remaja mengaku mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%), usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%, laki-laki 46,5%). Dengan responden remaja berusia antara 15-24 tahun menunjukkan bahwa sebanyak 1% remaja perempuan dan 6% remaja laki-laki menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah.
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) telah dimulai dan dijalankan di wilayah yang ditangani oleh Puskesmas, namun belum dilakukan evaluasi mengenai kebutuhan dan kendala dalam penerapan program ini. Oleh karena itu, identifikasi perlu dilakukan di antara remaja sebagai subjek dari program ini.
PKPR merupakan salah satu model layanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja di Puskesmas. Sebagai program yang bertujuan untuk memberikan layanan dan memenuhi hak kesehatan remaja, PKPR khususnya fokus pada kesehatan reproduksi.
Sebagian besar remaja belum mendapatkan informasi terkait dengan keberadaan dan pelayanan kesehatan PKPR, mereka hanya mengetahui bahwa Puskesmas merupakan tempat untuk mendapatkan pengobatan bagi orang yang sakit. Hal ini terungkap dari pernyataan petugas Puskesmas yang menyatakan bahwa belum semua sekolah di wilayah kerja Puskesmas bekerjasama dalam memanfaatkan PKPR. Kurangnya pengetahuan remaja tentang PKPR ini mengakibatkan pelayanan, konseling, dan penyuluhan tentang kesehatan remaja tidak optimal.
Faktanya, kurangnya pengetahuan remaja dan informasi yang akurat tentang kesehatan organ reproduksi dapat menjadi berbahaya dan menyebabkan kurangnya kesadaran akan tanggung jawab terhadap kesehatan organ reproduksi. Pengenalan program PKPR di dalam program puskesmas merupakan permulaan dari peran penting puskesmas dalam mewujudkan remaja yang sehat.
Tindakan selanjutnya adalah menunjuk staf sebagai pemegang program PKPR. Dengan begitu, terdapat staf di puskesmas yang secara khusus mempelajari dan menangani kegiatan yang berkaitan dengan remaja.
Masalah lainnya yang didapatkan adalah keterbatasan dana untuk penyelenggaraan kegiatan PKPR di beberapa puskesmas yang akhirnya melakukan penarikan biaya untuk konsultasi. Berbagai pengalaman buruk yang dialami oleh petugas selama pelaksanaan PKPR meliputi: penurunan jumlah dan variasi SDM akibat mutasi, menghadapi orangtua yang emosional terkait masalah remaja, belum semua sekolah bersedia bekerjasama dalam melaksanakan PKPR, kurangnya ruangan yang memadai sehingga sulit untuk memberikan pelayanan khususnya konseling (tidak terfokus), serta beban kerja yang sangat besar sehingga mengurangi fokus pada PKPR.
Berdasarkan pengalaman tersebut, pelaksana PKPR berharap mendapat dukungan lintas sektor yang penting dalam keberhasilan program. Ini termasuk dokter khusus untuk masalah kejiwaan atau psikolog sebagai bagian dari tim PKPR, ruang konsultasi yang dirancang khusus untuk remaja, buku-buku kespro yang bermanfaat untuk remaja, pelatihan dan penyegaran untuk petugas PKPR, pembinaan sekolah secara berkala dan berkesinambungan, SDM pelaksana PKPR yang stabil, anggaran yang tersedia untuk kegiatan PKPR secara rutin dan berkelanjutan, dan akses yang mudah bagi remaja ke pelayanan kesehatan. Selain itu, penting bagi sekolah untuk lebih memperhatikan program PKPR.
Perlu adanya perluasan edukasi PKPR kepada para remaja, terutama di sekolah-sekolah yang belum menjalin kerjasama dengan karang taruna atau organisasi remaja lainnya yang memberikan layanan khusus untuk remaja. Dengan harapan, program PKPR di setiap wilayah kerja puskesmas mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah.
Artikel Terkait
-
Cak Imin Akui BPJS Kesehatan Belum Bisa Diklaim untuk Pengobatan Judol di Beberapa RS
-
Hari Guru Nasional: Momentum Tingkatkan Kesadaran Pentingnya Cek Kesehatan Bagi Para Guru
-
SPP Cuma Rp3.500, Murid PAUD Yuni Shara di Kota Batu Tetap Dapat Fasilitas Kesehatan Selengkap Ini
-
Bek Timnas Rizky Ridho Selalu Minum Sambil Jongkok, Ini Alasannya
-
Mengenal Prosedur Radio Frequency Ablation: Solusi Minim Invasif untuk Pembesaran Kelenjar Tiroid
Kolom
-
Menggali Xenoglosofilia: Apa yang Membuat Kita Tertarik pada Bahasa Asing?
-
Apatis atau Aktif? Menguak Peran Pemilih Muda dalam Pilkada
-
Mengupas Tantangan dan Indikator Awal Kredibilitas Pemimpin di Hari Pertama
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
-
Transparansi Menjaga Demokrasi di Balik Layar Pemilu, Wacana atau Nyata?
Terkini
-
3 Lawan Terkuat Dihadapi Bajak Laut Rambut Merah di Final Saga One Piece
-
Memeluk Pikiran yang Berkecamuk dalam Lagu Taeyon Letter to Myself
-
Shin Tae-yong Sebut Marselino Ferdinan Bisa seperti Son Heung-min
-
Novel 'Dua Belas Pasang Mata', Pengabdian Guru di Tengah Krisis Peperangan
-
SpoilerThe Fiery Priest 2 Eps 7, Kim Nam Gil Parodikan Drakor Reply 1988?