Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Budi Prathama
Kabupaten Majene. (Facebook/Mitsubishi Motors Manakarra)

Sama seperti Kabupaten lain di Indonesia ini, Kabupaten Majene juga telah mendapatkan nobat sebagai kota pendidikan. Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sudah dicanangkan dan digaungkan sebagai kota pendidikan sejak awal Provinsi Sulawesi Barat didirikan. 

Dari enam kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, memang hanya Kabupaten Majene yang mendapatkan nobat sebagai kota pendidikan, sementara kabupaten yang lain juga punya nobat sendiri, misalnya kota industri. 

Menobatkan diri sebagai kota pendidikan, memang sih bisa ditandai dengan adanya beberapa kampus di Kabupaten Majene ini, taruhlah misalnya kampus Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) yang juga cukup terkenal sebagai kampus unggulan khususnya di Sulawesi Barat, peminatnya pun ribuan berdatangan setiap tahunnya, bukan hanya mahasiswa yang domisili di Sulawesi Barat, tetapi di luar pulau Sulawesi juga ada berdatangan. 

Ada juga kampus STAIN Majene yang juga sebagai kampus negeri setelah Unsulbar, yang peminatnya juga memang ramai. Faktanya memang hanya di Kabupaten Majene yang terdapat kampus negeri kalau di wilayah Sulawesi Barat. 

Makanya tidak heran jika pembangunan kampus di Kabupaten Majene bisa dibilang cukup memukau, taruhlah misalnya gedung-gedung kampus Unsulbar sekarang sudah terbangun bertingkat-tingkat, walau aksi jalannya masih kadang meresahkan mahasiswa. 

Memotret Kabupaten Majene sebagai kota pendidikan tidak boleh hanya dari segi pembangunan kampus yang sudah bertingkat saja, lebih dari itu iklim keilmuan dan kemudahan mengakses buku-buku yang bermutu, tentu amatlah penting. 

Menyandang sebagai kota pendidikan, tentu yang paling penting ditonjolkan adanya iklim keilmuan dengan minat baca yang tinggi. Di Kabupaten Majene, minat baca itu masih sangat rendah, penyebabnya karena budaya baca yang belum terbangun, dan bisa juga karena ketersediaan buku berkualitas juga masih sangat minim. 

Tak bisa dipungkiri, ketika buku berkualitas tidak tersedia, itu bisa saja menurunkan mood masyarakat maupun mahasiswa untuk membaca. 

Hal ini dipengaruhi karena kurangnya perpustakaan dan toko-toko buku, bisa dibilang toko buku di Kabupaten Majene hanya hitungan jari saja. Gimana bisa mendapatkan buku berkualitas dan menggugah selera membaca kalau toko buku dan perpustakaan jika hanya hitungan jari saja. Itupun buku yang disediakan masih banyak buku-buku umum saja. 

Ada sih perpustakaan di Kabupaten Majene yang bisa diakses, seperti perpustakaan Unsulbar dan perpustakaan daerah. Tapi, kamu tahu nggak, buku yang tersedia di dalamnya, kebanyakan buku-buku pelajaran yang ada di sekolah dan di kampus. Bisa dibilang sangat jarang menyediakan buku-buku tentang pergerakan, kritik sosial, dan semacamnya. 

Maka tidak heran, beberapa teman saya pernah juga mengatakan, mereka malas berkunjung ke perpustakaan daerah begitupun ke perpustakaan Unsulbar, karena bukunya nggak ada menarik baginya. Makanya yang terjadi, di perpustakaan Unsulbar lebih banyak digunakan untuk main Wi-Fi saja ketimbang baca buku. 

Jika kita memotret Kabupaten Majene secara menyeluruh, justru yang banyak berjejeran adalah cafe atau warung makan ketimbang toko buku. Makanya nggak heran kalau ada yang mengatakan, Kabupaten Majene lebih tepat dinobatkan sebagai kota kuliner ketimbang kota pendidikan. 

Bukannya saya menyalahkan adanya banyak cafe di Kabupaten Majene, hanya saja kalau memang Kabupaten Majene masih mau menyandang sebagai kota pendidikan, harusnya toko buku juga nggak boleh kalah banyak, terlebih adanya perpustakaan yang bisa diakses oleh masyarakat secara mudah dan gratis. 

Menobatkan diri sebagai kota pendidikan, tentunya harus bisa menumbuhkan minat baca masyarakat setempat, hal itu bisa dilakukan jika dipenuhi dulu kemudahan mengakses bahan bacaan dan ketersediaan buku yang menggugah selera. 

Jika itu nggak dibangun dulu, tentu menumbuhkan minat baca masyarakat juga akan sulit. Setelah itu semua terpenuhi, disitulah iklim keilmuan harus ditanam dan ditumbuhkan dengan baik. 

Menggapai esensi sebagai kota pendidikan memang nggak mudah dan prosesnya juga bisa lama. Peran pemerintah setempat jelas amat penting, pemerintah harus bisa menyediakan buku-buku yang berkualitas dan menciptakan akses kemudahan masyarakat untuk bisa mendapatkan buku yang berkualitas. 

Selain itu, pemerintah juga mesti bisa berkolaborasi setiap elemen untuk bisa membangun iklim keilmuan dan menumbuhkan minat baca masyarakat setempat. Ketika itu bisa diwujudkan, maka kita sudah tidak malu lagi menyandang sebagai kota pendidikan. Tidak malu lagi mempropagandakan kalau Kabupaten Majene memang layak disebut sebagai kota pendidikan. Karena kalau melihat Kabupaten Majene hari ini, saya menilai masih jauh dari yang namanya kota pendidikan dengan problemnya seperti di atas. 

Budi Prathama