Setiap menyaksikan Gregoria Mariska Tunjung bertanding dalam sebuah turnamen, terasa ada yang berbeda. Boleh dibilang Jorji, sebutan Gregoria Mariska Tunjung seolah berjuang sendirian di nomor tunggal putri. Sementara itu, di nomor-nomor yang lain lebih dari 2 wakil Indonesia di setiap nomor bulutangkis yang diikuti.
Situasi semacam ini sudah berjalan bertahun-tahun. Ketika ada pendamping Jorji, entah Putri Kusumawardani atau Ester Nurumi, langkah mereka tidak pernah jauh. Gelar di turnamen level super 100 pun belum mampu mereka raih.
Akhirnya, Jorji selalu berjalan sendiri dalam setiap turnamen. Ironisnya, performa Jorji tidak pernah stabil. Terkadang begitu meledak-ledak, namun bisa saja seketika berubah menjadi jelek penampilannya.
Situasi ini sering terlihat dalam satu pertandingan yang dijalaninya. Jorji bisa bermain begitu bagus dan menghasilkan begitu banyak angka. Namun tetiba dia bisa kehilangan begitu banyak angka pula karena kesalahan sendiri.
Sehingga tak pelak banyak penggemar bulutangkis menyerang Jorji. Yang dikatakan tidak punya semangat juang, tidak mau belajar, dan lain-lainnya.
Hal-hal seperti inilah mungkin yang menjadi beban bagi Jorji pribadi. Di setiap ajang yang digelar BWF, PBSI tidak pernah mempunyai pilihan lain, selain Jorji. Sehingga Jorji hampir ada di setiap turnamen, ironisnya gelar yang diraih pun terbilang sangat minim.
Hal ini menjadi seharusnya menjadi pemikiran serius. Membebankan semua pada Jorji, bukan sesuatu yang bijak. Diakui atau tidak, Jorji pasti terbebani saat berangkat ke sebuah turnamen. Sebab semua pihak berharap Jorji meraup sukses dalam bentuk gelar.
Namun meski Jorji terbilang kurang bagus performa di level atas bulutangkis nomor Tunggal putri, namun jarak kemampuannya dengan para juniornya tetap terpaut jauh. Hal ini terlihat betapa para Yunior belum bisa mengalahkan Jorji hingga saat ini.
Jika hal ini yang terjadi, berarti proses regenerasi yang seharusnya berjalan, tidak sesuai rencana. Pasalnya, setelah mundurnya Susi Susanti, tidak ada lagi atlet bulutangkis putri yang menonjol di dunia. Nama-nama yang ada masih dikuasai oleh Korea Selatan, China, Jepang, dan Thailand.
Situasi ini jika tidak segera di Atasi oleh PBSI, bukan tidak mungkin Indonesia tidak mempunyai jagoan di nomor tunggal putri lagi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Masuk Skuad Utama Ipswich Town, Elkan Baggott Akan Dilirik Patrick Kluivert
-
PSSI Jadikan Piala Kemerdekaan sebagai Ajang Ujicoba Timnas Indonesia U-17
-
Kalah 3 Kali, Timnas Voli Putri Duduki Posisi Juru Kunci SEA V League 2025
-
Alwi Farhan Raih Gelar Pertama Nomor Tunggal Putra di Macau Open 2025
-
Umumkan Skuad, Persib Bandung Usung Misi Hattrick BRI Super League 2025/26
Artikel Terkait
Kolom
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Hustle Culture dan Gen Z: Ambisi Gila Kerja atau Kehilangan Arah Hidup?
-
Antara Strategi dan Romantisme: Buku Langka dan Daya Tariknya
-
Inovasi di Balik Lapak: Kisah Inspiratif Ekonomi Informal yang Lebih Lincah dari Perusahaan Startup
-
Abolisi dan Amnesti: Pengampunan Elit dan Biasnya Rasa Keadilan?
Terkini
-
4 Lip Tint Lokal untuk Sempurnakan Glass Skin Makeup Kamu, Fresh Abis!
-
Yuki Tsunoda Harus Penuhi Syarat Ini Jika Ingin Tetap di Red Bull, Sanggup?
-
Ulasan Buku Less is More, Sebuah Panduan Hidup Minimalis ala Jepang
-
Mulai Turun Harga, Ini 6 iPhone yang Makin Worth-It Dibeli di Tahun 2025
-
Sony Garap Film Spider-Punk, Daniel Kaluuya Ditunjuk Tulis Naskahnya