Dunia pendidikan Indonesia kembali dihebohkan dengan dua kontroversi terkait gelar dan wisuda. Pertama, gelar "MIPA" diketahui tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku. Kedua, wisuda SMA yang mengenakan toga, selempang bahkan berpose memegang ijazah seperti layaknya wisuda perguruan tinggi tanpa melalui proses seminar proposal (sempro), penelitian, seminar hasil penelitian (semhas), dan sidang skripsi.
Berawal dari postingan media sosial yang memperlihatkan foto seseorang lulusan SMA dengan tulisan "MIPA" di selempangnya. Gelar tersebut dinilai tidak sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Sebab, gelar “MIPA” tidak masuk dalam daftar kualifikasi yang diakui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal ini memicu perdebatan di kalangan netizen, banyak yang mempertanyakan keaslian gelar tersebut.
Tren kelulusan SMA yang mengenakan toga dan selempang serta berpose dengan ijazah seolah-olah sedang wisuda perguruan tinggi juga menjadi perbincangan hangat. Banyak yang menilai kecenderungan ini tidak tepat bahkan meniru budaya perkuliahan. Pasalnya, kelulusan SMA dan wisuda perguruan tinggi memiliki arti dan tujuan yang berbeda. Acara kelulusan SMA menunjukkan penyelesaian pendidikan menengah atas, dan wisuda perguruan tinggi menunjukkan penyelesaian pendidikan tinggi dan perolehan gelar.
Tren kelulusan SMA yang berlebihan ini menjadi perhatian mahasiswa. Mereka merasa mendapatkan gelar dan wisuda perguruan tinggi bukanlah sesuatu yang istimewa karena sama saja dengan mendapatkan ijazah SMA. Hal ini dapat mengurangi nilai dan pentingnya wisuda perguruan tinggi bagi mahasiswa yang telah berjuang bertahun-tahun untuk menyelesaikan pendidikannya.
Pembahasan ini juga menyoroti dampak psikologis terhadap mahasiswa. Banyak di antara mereka yang merasakan tekanan tambahan untuk meraih prestasi demi prestasi, terutama mengingat penerapan tren kelulusan yang mungkin hanya berlaku pada jenjang pendidikan tertentu. Kisah seorang mahasiswa yang memutuskan untuk mengakhiri hidup di akhir studinya masih segar dalam ingatan kita, mencerminkan tekanan dan harapan tinggi dalam meperoleh gelar.
Perdebatan mengenai gelar "MIPA" serta tren kelulusan SMA dengan mengenakan toga menyoroti perlunya menghargai pembelajaran dan prestasi otentik di semua tingkat pendidikan. Pembahasan makna simbol kelulusan dan apresiasi perjuangan memperoleh gelar diharapkan dapat memberikan pedoman yang lebih jelas bagi masa depan pendidikan di Indonesia.
Perdebatan ini merupakan momentum penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali nilai pendidikan dan pentingnya mengevaluasi secara tepat semua tingkat dan proses pendidikan. Diharapkan dengan menanamkan nilai-nilai yang mendalam dan menghargai perjuangan setiap individu dalam menuntut ilmu, pendidikan di negeri ini akan terus berkembang.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Keluhkan Menu Makan Siang Gratis, Siswa SMA Mendadak Bikin Video Permintaan Maaf: Aneh Ya..
-
4 Rekomendasi Jurusan Kuliah untuk Kamu yang Punya IQ Tinggi, Mau Coba?
-
5 Fakta Kuliah di Luar Negeri, Memang Iya Lebih Sulit dan Mahal?
-
UKT Lebih Murah, Ini 6 Jurusan Kuliah yang Mirip dengan Kedokteran
-
Kuliah S2 di Australia dengan Biaya Lokal, Bagaimana Caranya?
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua