Kehadiran Kurikulum Merdeka yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Teknologi dan Riset (Kemendikbudristek) menuai beragam respons. Jaka Warshina (2023), dalam penelitiannya memaparkan bahwa adanya Kurikulum Merdeka ternyata disambut dengan baik oleh seluruh lapisan pendidikan.
Tanggapan baik dan antusias yang ada tentu menjadi sebuah harapan baru agar Kurikulum Merdeka dalam implementasinya dapat berjalan dengan lancar. Hal ini bisa kita lihat dari beragam kegiatan yang diadakan oleh lembaga sekolah di berbagai daerah dengan tujuan untuk belajar lebih dalam mengenai penerapan Kurikulum Merdeka.
Secara garis besar, konsep Kurikulum Merdeka mencoba untuk menciptakan ruang terbuka belajar yang mampu mendiagnosa karakteristik dan kompetensi peserta didik. Kurikulum Merdeka menggeser paradigma bahwa proses belajar mengajar tidak seharusnya pukul rata.
Prinsip Kurikulum Merdeka selaras dengan pandangan pendidikan humanis, dikarenakan memiliki semangat yang sama yaitu memandang peserta didik adalah manusia yang memiliki beragam potensi. Menurut Baharuddin dan Moh. Makin (2007), pendidikan humanistik mencoba memberikan apresiasi yang tinggi kepada manusia sebagai makhluk yang bebas dan memiliki eksistensi.
Ini juga selaras dengan apa yang dicita-citakan oleh Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara adalah membentuk anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin.
Garis besar yang dapat diambil dari pemikirannya adalah pendidikan harus didasarkan pada asas kemerdekaan. Kemerdekaan pendidikan bermakna bahwa peserta didik bukan hanya seorang makhluk, tetapi peserta didik adalah manusia yang sejak lahir memiliki keunikan.
Budiono (2017) juga menyebutkan bahwa pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap keunikan peserta didik yaitu tidak mengikat mereka, sebab peserta didik memiliki naluri dan pemikiran yang tidak dapat dipaksakan. Dengan begitu, secara filosofis, Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan yang dibuat dengan tetap menyelaraskan pada nilai-nilai yang telah dikemukakan oleh tokoh pendidikan.
Rianan (2021) mengungkapkan bahwa melalui Kurikulum Merdeka, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan mengungkapkan bahwa gagasan dari Ki Hadjar Dewantara akan direalisasikan pada pembentukan kurikulum Merdeka belajar, di mana kurikulum ini memuat aturan yang membebaskan para guru dan peserta didik dalam menentukan sistem pembelajaran. Hal ini juga selaras dengan kebijakan terkait kurikulum yang akan mengalami perubahan secara tepat dan sesuai agar tercipta pendidikan yang berkualitas.
Tidak hanya fokus pada penggalian kompetensi peserta didik, Kurikulum Merdeka juga membuka peluang sinergi untuk pengembangan kemampuan pendidik. Ini ditunjukkan dengan komitmen Kemendikbudristek yang menawarkan program guru penggerak dan menginisiasi adanya Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Menurut Kemendikbudristek, pendidikan juga harus melahirkan guru yang otonom, cerdas dan dapat berpikir kritis. Oleh karenanya, ada empat point implementasi Kurikulum Merdeka.
Pertama, pembelajaran berdiferensiasi. Dengan diadakannya assesmen terlebih dahulu, ini akan memudahkan guru dalam mengklasifikasikan minat, bakat serta karakteristik peserta didik. Dengan begitu, hasil dari assesmen ini akan digunakan oleh guru dalam mengembangkan bahan ajar, metode, maupun proses mengajar. Sehingga guru memiliki gambaran dan kebebasan untuk mendesign pembelajaranya.
Kedua, substansi ketercapaian. Karena dalam Kurikulum Merdeka hanya berfokus pada konten materi yang esensial, guru tidak terlalu dibebankan pada banyak materi untuk disampaikan kepada peserta didik. Selain itu, muatan materi juga difokuskan pada pembentukan karakter pelajar pancasila, sehingga memberikan kemerdekaan bagi satuan pendidikan untuk menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan perkembangan karakteristik peserta didik.
Ketiga, pemenuhan ketercapaian pembelajaran lebih fleksibel. Kebijakan adanya fase per masing-masing jenjang, memungkinkan setiap guru untuk berkordinasi dan berkolaborasi. Hal ini dikarenakan pencapaian pembelajaran tidak dibatasi hanya 1 tahun, melainkan perfase.
Keempat, pembelajaran berbasis projek. Hal ini membantu guru untuk menumbuhkan sikap kritis peserta didik. Adanya pembelajaran berbasis projek akan mendorong peserta didik agar memiliki kecakapan mengangkat isu-isu yang ada dilingkungan dirinya.
Dari keempat poin implementasi Kurikulum Merdeka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa justru Kurikulum Merdeka mudah dalam melaksanakannya. Pun dalam penerapannya, Kurikulum Merdeka tidak hanya berfokus pada siswa, melainkan juga berpihak pada keterampilan guru.
Kurikulum merdeka memberikan keleluasaan untuk menekankan pada pengembangan soft skill. Tentu dalam kehidupan abad 21, paradigma pendidikan juga harus baru. Bahwa profil lulusan juga harus dipersiapkan menjadi siswa yang berkarakter, terdidik dan siap untuk berperan dan berkontribusi di dunia kerja dengan kemampuan yang dimiliki.
Pemilihan materi yang difokuskan pada materi esensial juga dimaksudkan agar pembelajaran tidak terbebani dengan banyak materi. Hal ini bertujuan supaya pendidikan lebih leluasa untuk memperdalam pembelajaran.
Menurut Pratama (2022), Kurikulum Merdeka juga merupakan kurikulum yang memanfaatkan teknologi. Ia menyebutkan meskipun dalam penerapan Kurikulum Merdeka menekankan pendidikan karakter sebagai hasilnya, tetapi tetap pelaksanaannya juga sejalan dengan pemanfaatan teknologi di era digitalisasi.
Keselarasan konsep yang diusung oleh Kurikulum Merdeka dengan dasar filosofis tokoh pendidikan, yang mana ditujukan untuk menggali potensi peserta didik seharusnya tetap dilanjutkan.
Hal ini agar pendidikan di Indonesia lebih fokus pada eksplorasi keterampilan, bakat dan minat peserta didik. Tidak hanya itu, keberlanjutan Kurikulum Merdeka juga diperlukan agar pendidik mampu memberikan pengajaran dengan konsep pembelajaran yang lebih kaya akan metode dan lebih mendalam.
Tentu kami berharap agar implementasi Kurikulum Merdeka dapat dijalankan dengan baik sesuai dengan konsep yang sudah ada. Begitupun dengan Platform Merdeka Mengajar harus mampu dioptimalkan penggunaannya, sebab platform ini memudahkan pendidik untuk menggali seputar Kurikulum Merdeka dan memperkaya metode serta bahan ajar untuk diterapkan di kelas.
Keberlanjutan Kurikulum Merdeka adalah sebuah harapan baru untuk tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Dengan dilanjutkannya Kurikulum Merdeka, maka pendidikan yang dijalankan akan lebih fleksibel dengan tetap memperhatikan karakter serta membekali penguatan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Artikel Terkait
-
Pendidikan Najwa Shihab Vs Farhat Abbas, Sesama Sarjana Hukum Tapi Beda Kelas
-
Wapres Gibran ke Mendikdasmen: Zonasi Sekolah Harus Dihilangkan!
-
Pendidikan Nissa Sabyan, Diduga Diam-Diam Sudah Nikah dengan Ayus
-
Kuliah S2 di Australia dengan Biaya Lokal, Bagaimana Caranya?
-
Bongkar Pasang Kurikulum Pendidikan: Jangan Sampai Siswa dan Guru jadi Kelinci Percobaan!
Kolom
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
-
Matematika Dasar yang Terabaikan: Mengapa Banyak Anak SMA Gagap Menghitung?
Terkini
-
Absen Lawan Australia, Posisi Justin Hubner akan Digantikan Elkan Baggott?
-
Jennie-Lisa, XG, Hingga ENHYPEN Dikonfirmasi Tampil di Coachella 2025
-
Bojan Hodak Sebut Persib Bandung Terbebani 'Juara Bertahan', Ini Alasannya
-
4 Rekomendasi OOTD Kasual Ryu Hye Young, Bikin Tampil Lebih Trendy Saat Hangout
-
Review Buku 'Waktu untuk Tidak Menikah', Alasan Perempuan Harus Pilih Jalannya Sendiri