Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Dea Pristotia
Ilustrasi anak makan bekalnya [Pexels/Katerina Holmes]

Program makan siang gratis adalah salah satu program yang dijanjikan oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto. Program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi anak bangsa. Presiden belum dilantik, program belum dimulai, namun 'makan siang gratis' telah mendapatkan kritik dari sana sini.

Apakah program ini bisa benar-benar bisa sesuai tujuan? Ataukah justru akan mewujudkan kekhawatiran banyak orang? Mari kita berkaca melalui program yang telah ada dan mirip dengan 'makan siang gratis' ini.

Sebagai seorang ibu yang memiliki balita, saya aktif mengikuti posyandu di lingkungan saya. Tujuan utamanya adalah agar saya mengetahui tumbuh kembang anak, mendapatkan vitamin, dan imunisasi sesuai waktunya.

Setiap balita yang ke posyandu selalu ditimbang, melakukan beberapa pengukuran, dan diberikan PMT atau Pemberian Makanan Tambahan.

Nah PMT ini ada 2, yaitu PMT penyuluhan yang diberikan tiap anak setelah kunjungan posyandu, dan PMT pemulihan yang diberikan pada anak dengan gizi kurang yang ditandai dengan berat badan yang di bawah standar.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Pemberian Makan Tambahan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tujuan PMT adalah salah satu strategi penanganan masalah gizi pada balita dan ibu hamil.

Saya rasa membandingkan program PMT posyandu dengan program makan siang gratis adalah perbandingan apple to apple, tujuannya, sasarannya, dan skalanya juga sama.

Pembicaraan mengenai pemberian PMT yang dinilai kurang layak sudah banyak dibicarakan oleh orang-orang melalui media sosial.

Ada yang mengeluhkan bahwa anak-anak justru diberi biskuit tinggi gula atau makanan kemasan lainnya. Ada yang mengeluhkan bahwa makanan yang diberikan tidak memenuhi gizi. Lalu bagaimana fakta di lapangan yang saya hadapi?

Saya cukup memahami apa yang dikeluhkan oleh orang-orang karena faktanya saya mengalami sendiri. Mulai dari satu kotak nasi tanpa kandungan protein hewani, jajanan warung yang jelas-jelas tidak sesuai tujuan untuk menangani masalah gizi.

Bahkan pernah ada kejadian stok PMT yang akan dibagikan habis dan dadakan dibelikan jajanan pasar seadanya. Pernah pula pemberian PMT yang tak sesuai usia, anak saya yang telah melewati fase MPASI justru diberikan bubur bayi fortivikasi. Bagaimana saya tidak syok?

Perlu digarisbawahi bahwa saya tinggal di kabupaten yang lokasinya sangat dekat dengan salah satu kota besar di Indonesia. Kalian bisa bayangkan bagaimana di tempat lain yang semakin pelosok atau tidak cukup teredukasi?

Padahal jika mengacu pada Petunjuk Teknis Pemberian Makan Tambahan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia PMT berupa makanan yang kaya akan sumber protein hewani dengan memperhatikan gizi seimbang. Lauk hewani diharapkan dapat bersumber dari 2 macam protein.

Sementara yang terjadi di tempat saya, disediakan toples yang ketika saya amati, orang-orang memasukkan uang seikhlasnya di toples tersebut. Padahal setahu saya, mengikuti kegiatan posyandu tidak ditarik biaya apa pun.

Sumber pembiayaan PMT berbahan dasar panganan lokal dapat berasal dari berbagai sumber, antara lan APBN, Dana Transfer Daerah (DAK non fisik), APBD, Dana Desa, dan sumber pendanaan lainnya. Apakah ini yang disebut dengan sumber pendanaan lainnya?

Berkaca dari kecacatan PMT posyandu di daerah saya, tentu saya sangat pesimis dengan program makan siang gratis. Bukan mempermasalahkan sistemnya, tapi apakah implementasinya akan sesuai harapan di tingkat hilir?

Saya dengan cermat membaca panduan Petunjuk Teknis Pemberian Makan Tambahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tentunya dari pusat telah membuat petunjuk dengan sangat detail dan lengkap.

Tapi apakah ada yang menjamin apa yang terjadi di lapangan kemudian hari? Apakah program 'makan siang gratis' akan bernasib sama dengan program PMT posyandu?

Sejujurnya anggaran dana yang berasal dari uang rakyat dengan angka yang fantastis jadi taruhannya adalah bayang-bayang terbesar saya. Menurut saya, subsidi adalah memanjakan yang berkedok kebijakan. Mau sampai kapan negara kita dicekoki gratisan?

Pelantikan presiden terpilih sudah di depan mata, dear Pak Prabowo, bisakah bapak meyakinkan banyak orang dengan memberikan bukti dan realisasi dari program yang bapak janjikan? Saya hanya berharap, bahwa apa yang saya takutkan tidak pernah jadi kenyataan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Dea Pristotia