Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Alfino Hatta
Ilustrasi anak kecil yang sedang belajar. (Freepik/jcomp)

Pembelajaran calistung (baca, tulis, hitung) telah menjadi fokus penting dalam masa transisi anak-anak dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menuju Sekolah Dasar (SD).

Pada tahap ini, anak mulai diperkenalkan dengan keterampilan dasar yang akan menjadi fondasi utama dalam pendidikan formal di tingkat SD.

Meskipun di PAUD penekanan lebih banyak diberikan pada kegiatan bermain dan pengembangan sosial, ketika anak-anak memasuki SD, mereka diharapkan telah memiliki keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Peralihan ini sering kali menjadi tantangan baik bagi siswa maupun orang tua.

Di sebagian besar sekolah, bulan pertama pembelajaran sering kali difokuskan pada penguasaan calistung. Hal ini ditujukan untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang mungkin terjadi selama anak-anak berada di PAUD, kegiatan menulis dan berhitung tidak menjadi prioritas utama.

Namun, saat memasuki SD, kemampuan menulis dan berhitung menjadi bagian integral dari aktivitas belajar sehari-hari.

Kesenjangan keterampilan ini tidak hanya menciptakan tantangan, tetapi juga memberikan peluang bagi para guru. Dengan tingginya permintaan untuk penguasaan calistung, guru memiliki kesempatan untuk memberikan bimbingan tambahan kepada siswa yang memerlukan bantuan lebih lanjut.

Salah satu pendekatan yang efektif adalah dengan menawarkan les calistung, baik dalam bentuk kelompok maupun privat.

Dilansir oleh UNICEF, pembelajaran calistung (baca, tulis, hitung) menjadi penting dalam masa transisi dari PAUD ke SD karena keterampilan dasar ini berperan sebagai fondasi pendidikan.

Menurut data UNICEF, sebanyak 53% anak usia 10 tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak mampu membaca dan memahami teks sederhana, suatu kondisi yang disebut learning poverty atau kemiskinan belajar.

Di Indonesia, UNICEF melaporkan bahwa banyak anak usia SD masih memiliki kesulitan dalam membaca dan berhitung, terutama pada masa transisi dari PAUD ke SD. Ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih intensif dalam pengajaran keterampilan dasar calistung untuk mengurangi kesenjangan keterampilan yang terjadi pada anak-anak.

Berikut beberapa strategi yang didukung UNICEF untuk mengajarkan calistung pada siswa kelas 1 SD:

1. Menggunakan Media Ajar yang Menarik

Mengajar anak-anak usia dini memerlukan kreativitas dan penggunaan media ajar yang menarik. Salah satu media yang dapat digunakan adalah flash card berisi potongan suku kata.

Flash card ini dapat didesain dengan warna-warna cerah menggunakan aplikasi seperti Canva agar mampu menarik perhatian anak-anak. Mereka kemudian diminta untuk menyusun potongan suku kata tersebut menjadi kata benda atau nama objek.

Penggunaan media ajar ini terbukti sangat efektif dalam menarik minat anak. Mereka antusias memilih dan menyusun kata, yang secara tidak langsung melibatkan mereka dalam proses belajar membaca dan menulis.

Pada pertemuan berikutnya, variasi kata yang lebih menantang dapat ditambahkan untuk memberi kesempatan kepada anak mengembangkan kemampuan mereka lebih jauh.

2. Mendorong Anak untuk Mengalami Proses Belajar

Pada awal pertemuan, metode pembelajaran klasik sering digunakan, yaitu menulis di kertas dan meminta anak untuk membaca serta menyalin di bukunya. Namun, metode ini terasa kurang efektif untuk anak-anak usia dini yang membutuhkan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif.

Dengan menggunakan flash card, anak-anak diberikan kesempatan untuk mengalami langsung proses belajar. Anak-anak tidak hanya melihat, tetapi juga menyentuh, memilih, dan menyusun potongan kata. Proses ini melibatkan berbagai indra yang berbeda, memberikan pengalaman belajar yang lebih menyeluruh.

Dalam pembelajaran berhitung, stik kayu dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memvisualisasikan konsep penjumlahan dan pengurangan.

Misalnya, untuk soal 9+5, anak-anak diminta mengambil sembilan stik kayu dan meletakkannya di satu sisi meja, kemudian menambahkan lima stik di sisi lainnya.

Dengan cara ini, anak-anak dapat melihat dan merasakan proses penjumlahan secara konkret, yang membantu mereka memahami konsep matematika dasar dengan lebih baik.

3. Memberikan Teladan dan Tantangan

Anak-anak belajar banyak melalui observasi dan imitasi. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memberikan teladan dalam proses belajar.

Misalnya, guru dapat menulis di bukunya terlebih dahulu, kemudian meminta anak untuk menyalin di bukunya. Hal ini memberikan contoh yang jelas tentang apa yang diharapkan dari mereka.

Setelah anak-anak memahami dasar-dasar pembelajaran, tantangan yang lebih besar dapat diberikan untuk mendorong mereka berpikir mandiri dan mencoba menyelesaikan tugas secara mandiri.

Ketika anak merasa mampu menyelesaikan tugas yang diberikan, mereka akan lebih termotivasi untuk terus belajar, terutama ketika usaha mereka diakui dan dihargai dengan dorongan positif.

Pembelajaran calistung merupakan bagian fundamental dalam pendidikan anak usia dini di Indonesia. Meskipun terdapat berbagai tantangan dalam mengajarkan keterampilan dasar ini, penggunaan media yang kreatif dan metode pembelajaran yang interaktif dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan efektif.

Guru perlu terus berinovasi dan mengembangkan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak, sekaligus memberikan pengalaman belajar yang bermakna.

Dengan strategi yang tepat, anak-anak tidak hanya akan mampu menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga akan lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan di jenjang pendidikan selanjutnya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Alfino Hatta