Sebagai upaya keluar dari jerat masalah pendidikan yang semakin melintir di Indonesia, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Muti’, mengkaji ulang mengenai Ujian Nasional (UN), sistem ranking di sekolah, dan penerapan sistem zonasi. Hawa angin segar perubahan sistem pendidikan seakan sudah di depan mata. Menjadi fakta pahit yang harus diterima, semenjak adanya penghapusan sistem ranking di sekolah, berbagai perubahan terjadi.
Angan-angan agar siswa bebas dari tekanan yang mengharuskan meraih posisi atas dalam ranking, malah jadi momok bagi kondisi pendidikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari data yang dirilis Worldtop.20 peringkat Indonesia berada pada urutan 67 dari 203 negara di dunia. Akibat ini ikut diperburuk dengan kebijakan baru lainnya, seperti dihapuskannya UN, larangan bagi guru untuk memarahi siswa, hingga kewajiban bagi semua siswa untuk naik kelas, tanpa memandang kondisi akademik siswa tersebut.
Kenyataan yang dihadapi sebagai akibat dari peraturan-peraturan “nyeleneh” yang dibuat dengan tujuan fokus pada siswa, lebih tepatnya kemampuan siswa, tanpa paksaan dari manapun. Kini, apapun kemauan siswa, itulah yang harus dituruti dan dikembangkan. Guru kini enggan untuk menegur bahkan takut marah kepada murid. Guru yang dahulu dijadikan sebagai panutan bagi murid dan sikap murid yang patuh pada guru sudahlah sirna. Kewajiban dalam belajar menjadi lebih longgar dan semakin mendukung siswa yang malas menjadi semakin malas. Terjerembab dalam zona “aman” kebodohan.
Saat ini kebanyakan siswa terlena dengan tidak adanya semangat atau dorongan dalam belajar karena kebanyakan siswa tidak merasa adanya “tuntutan” dalam belajar. Tidak adanya hal pasti yang mereka capai, bahkan dapat dikatakan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk bersekolah.
Sangatlah berbahaya jika hal ini dibiarkan terus-menerus terjadi. Akibatnya bisa merembet pada memburuknya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Berdasarkan data dari UNESCO tahun 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (IPM), ditemukan bahwa indeks manusia Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun.
Tentunya penurunan ini akan berpengaruh pada kondisi perekonomian Indonesia, bahkan bidang lainnya. Oleh karena itu, langkah pemerintah dalam pengkajian ulang mengenai Ujian Nasional (UN), penghapusan ranking, hingga sistem zonasi menjadi hawa segar bagi kondisi pendidikan yang lebih baik ke depannya dan tentunya pada sektor yang lainnya.
Harapan besar muncul setelah adanya pengkajian ulang tersebut, agar pemerintah serius dalam mengambil langkah yang tepat. Jangan sampai pemerintah hanya mengubah dan menerapkan kebijakan yang ternyata sama saja dampaknya dengan sistem yang sebelumnya atau fatalnya lebih buruk.
Pengkajian ulang ini akan lebih efektif jika tidak hanya melibatkan siswa sekolah sebagai objeknya. Namun, harus mengikusertakan seluruh elemen pendidikan yang terlibat, mulai dari tenaga pendidik, pimpinan, lingkungan atau ekosistemnya, hingga transparansinya. Tujuannya adalah agar kebijakan yang diterapkan tidak diskriminatif dan tidak menjadi beban bagi siswa.
Selain itu, untuk mencegah adanya praktik-praktik terlarang, seperti masalah klasik tahunan yakni naskah soal UN yang bocor, manipulasi pada nilai UN, hingga fenomena tragis bunuh diri karena depresi. Sangatlah penting untuk pemerintah mengkaji secara mendalam dari seluruh sisi yang memengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, terutama masih ditemukannya bentuk kesenjangan di berbagai daerah di Indonesia yang sangat berpengaruh pada keberhasilan sistem pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, langkah pemerintah tidak hanya terbatas pada mengubah peraturannya saja, tetapi juga perbaikan infrastruktur dan sarana pendidikan yang memadai juga menjadi perhatian yang serius.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Refleksi Taman Siswa: Sekolah sebagai Arena Perjuangan Pendidikan Nasional
-
Usai Kasus Predator Seks Guru Besar hingga Mahasiswi KKN Dihamili, Ini Dalih Kemen PPPA Gandeng UGM
-
Pendidikan Perempuan: Warisan Abadi Kartini yang Masih Diperjuangkan
-
Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali di SMA: Solusi atau Langkah Mundur?
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
Kolom
-
Kartini di Antara Teks dan Tafsir: Membaca Ulang Emansipasi Lewat Tiga Buku
-
Refleksi Taman Siswa: Sekolah sebagai Arena Perjuangan Pendidikan Nasional
-
Kartini dan Gagasan tentang Perjuangan Emansipasi Perempuan
-
Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Laba Menyusut: Suara Hati Pengusaha Indonesia
-
Mengulik Pacaran dalam Kacamata Sains dan Ilmu Budaya
Terkini
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Lebih Siap untuk Menjadi Juara Dibandingkan Tim Tuan Rumah!
-
Media Asing Sebut Timnas Indonesia U-17 akan Tambah Pemain Diaspora Baru, Benarkah?
-
Ulasan Novel Monster Minister: Romansa di Kementerian yang Tak Berujung
-
Ulasan Novel The Confidante Plot: Diantara Manipulasi dan Ketulusan
-
Taemin Buka Suara Soal Rumor Kencan dengan Noze, Minta Fans Tetap Percaya