Kebijakan soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik jadi 12% itu ibarat tamu tak diundang yang bikin suasana baru ribet. Semua orang kena dampaknya, tapi pertanyaannya, siapa sih yang paling terasa beratnya?
Dari pedagang cilok di pinggir jalan sampai anak muda hits yang rajin ngopi di kafe Instagramable, semua kini dihitung ulang strategi bertahannya. Peningkatan ini mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, tapi efek domino ke masyarakat luas tidak bisa dianggap enteng.
Bagi pekerja informal, seperti tukang ojek online, pedagang kaki lima, atau buruh harian, ini bukan sekadar angka. Beberapa barang pokok ikut naik harga bikin penghasilan harian makin gak cukup. Mereka enggak punya keistimewaan buat "nabung di akhir bulan," karena uang yang ada langsung habis buat makan dan bayar kebutuhan sehari-hari. Ironisnya, mereka juga paling jarang mendapat perlindungan langsung dari kebijakan ini.
Di sisi lain, milenial urban, generasi yang katanya paling adaptif juga enggak kebal. Sebelum naik pajak aja, mereka sudah berjibaku sama biaya hidup di kota besar yang enggak masuk akal. Mulai dari sewa apartemen yang selangit sampai ngopi cantik tiap sore yang kini harus dipikirkan ulang karena kenaikan harga. Padahal, gaya hidup ini sering kali bukan sekadar pilihan, melainkan bagian dari pekerjaan atau pergaulan sosial mereka.
Sementara itu, pelaku UMKM ikut ketar-ketir. Mereka harus memutar otak buat tetap kompetitif di pasar yang semakin keras. Naikkin harga? Resiko kehilangan pelanggan setia. Enggak naikkin harga? Margin keuntungan bisa hilang entah ke mana.
Efek lain yang tidak kalah menarik adalah pada pola konsumsi masyarakat. Orang-orang mulai beralih ke barang substitusi yang lebih murah atau bahkan nekat mengurangi konsumsi sama sekali. Akibatnya, sektor perdagangan dan jasa juga mengalami dampak buruk. Apa artinya? Sebuah siklus yang saling berkaitan, daya beli turun, ekonomi lesu, yang rugi ya kita-kita juga.
Yang lebih bikin gemes, alasan kenaikan ini kerap dibungkus manis dengan kata-kata "demi kesejahteraan rakyat." Tapi kenyataannya, tidak ada transparansi soal mana pajak ini akan menonjol. Wajar aja kalau masyarakat jadi skeptis dan merasa kalau kebijakan ini lebih menguntungkan pihak tertentu dibandingkan rakyat kecil.
Jadi, siapa yang paling tertimpa? Jawabannya, semua, tapi dengan kadar yang berbeda. Yang jelas, kebijakan ini jadi pengingat bagi kita semua bahwa setiap keputusan pemerintah mempunyai konsekuensi nyata bagi masyarakat. Dan seperti biasa, yang paling lemah sering kali adalah yang paling menderita.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Tren Dating Apps: Kemudahan Bertemu Pasangan atau Ilusi Cinta Sejati?
-
Kehidupan Freelancer vs Karyawan: Mana yang Lebih Menguntungkan?
-
Bangkitkan Kreativitas Lewat Proyek DIY, Seni Berkreasi dari Nol
-
Menggali Skill yang Tetap Relevan di Era AI, Siapa yang Bisa Bertahan?
-
AI dan Manusia: Kerja Sama Harmonis atau Perebutan Kendali?
Artikel Terkait
-
Ini 5 Tips Tetap Hemat saat Rayakan Natal di Tengah Ancaman PPN 12 Persen
-
Fedi Nuril Sebut Presiden Prabowo Langgar Janji soal Kenaikan PPN 12 Persen
-
Blak-blakan Dukung Prabowo Naikkan PPN 12 Persen, Elite PDIP Ungkap Alasannya!
-
Yolo Ine Kerja Apa? Dituduh Jadi Buzzer gegara Remehkan Kenaikan PPN 12 Persen
-
Said Abdullah PDIP Bongkar Kronologi Kenaikan PPN 12 Persen: Bukan Ujug-ujug
Kolom
-
Mengapa Tidak Ada Ilmu Bumi di Kategori Penghargaan Nobel?
-
Kehidupan Freelancer vs Karyawan: Mana yang Lebih Menguntungkan?
-
Bansos Cuma Sesaat, Skill dan Pekerjaan Selamanya: Perlukah Ubah Prioritas?
-
Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas: Masih Adakah Harapan untuk Keadilan?
-
Pahlawan atau Pelaku? Ketika Orang Tua Terlibat dalam Masalah Anak
Terkini
-
Sinopsis Ensemble, Drama Hukum Haruna Kawaguchi dan Hokuto Matsumura
-
Ulasan Buku Unlock It, Perbaiki Pola Pikir untuk Meningkatkan Produktivitas
-
Sosialisasi Literasi untuk Meningkatkan Minat Baca Remaja di SMPN 6 Surabaya
-
Sinopsis Eyesee, Drama Jepang Genre Misteri Terbaru Haru dan Koji Yamamoto
-
Persib Bandung Berduka, Lepas Kepergian Dokter Rafi Ghani untuk Selamanya