Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | idra Fania
Ilustrasi anak-anak di sawah. (Freepik/Angrapangestu)

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda saat ini. Mulai dari bangun tidur hingga tidur, sepertinya mereka tak bisa melepaskan diri dari layar ponselnya.

Namun bagaimana sebenarnya media sosial memengaruhi konsumsi barang, jasa, dan bahkan informasi? Artikel ini akan mengeksplorasi dampak media sosial terhadap kebiasaan konsumsi generasi muda, menawarkan perspektif yang segar dan relevan.

Media Sosial sebagai Panduan Konsumsi

Di era digital, media sosial menjadi pedoman utama dalam memutuskan apa yang akan dibeli atau digunakan. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi dengan konten yang menampilkan produk, mulai dari kebutuhan pokok hingga pembelian impulsif.

Anak muda sering kali memercayai ulasan dari influencer atau pembuat konten yang mereka ikuti. Di sinilah letak kekuatan media sosial: menciptakan hasrat yang mungkin belum pernah ada sebelumnya.

Ketergantungan tersebut berujung pada fenomena FOMO (fear of missing out), generasi muda merasa perlu mengikuti tren agar tetap relevan dengan lingkungan sosialnya.

Sebuah produk yang menjadi “viral” di media sosial sering kali terjual dengan cepat, hal ini menunjukkan dampak signifikan media sosial terhadap pola konsumsi mereka.

Normalisasi Konsumsi Impulsif

Salah satu dampak negatif media sosial adalah meningkatnya konsumsi impulsif. Iklan yang dipersonalisasi, konten unboxing, dan rekomendasi produk sering kali mengarahkan kaum muda untuk melakukan pembelian tanpa banyak berpikir.

Dalam banyak kasus, mereka membeli barang bukan karena kebutuhan, namun karena daya tarik visual atau tekanan sosial.

Selain itu, fitur seperti tombol “belanja sekarang” atau tautan langsung ke situs belanja membuat proses pembelian lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan pengambilan keputusan yang impulsif.

Akibatnya, kebiasaan konsumsi tersebut dapat menimbulkan risiko terhadap kesejahteraan finansial mereka, terutama jika mereka kurang memiliki kesadaran akan pentingnya pengelolaan uang.

Perubahan Pola Konsumsi Informasi

Media sosial tidak hanya berdampak pada keputusan pembelian barang dan jasa, namun juga cara generasi muda mengonsumsi informasi.

Algoritme media sosial sering kali menampilkan konten yang sesuai dengan minat pengguna, sehingga menyebabkan terciptanya gelembung filter.

Akibatnya, generasi muda cenderung menerima informasi yang bias dan kurang beragam. Selain itu, maraknya clickbait dan penyebaran informasi palsu memperburuk masalah ini, sehingga menyulitkan generasi muda untuk membedakan informasi yang kredibel dan informasi sensasional belaka.

Mendorong Kesadaran Sosial dalam Konsumsi

Di sisi lain, media sosial juga memberikan dampak positif. Platform-platform ini menciptakan peluang untuk meningkatkan kesadaran sosial mengenai konsumsi.

Tren seperti produk ramah lingkungan, mendukung gerakan lokal, dan kampanye nihil sampah sering kali didorong oleh media sosial. Generasi muda menjadi lebih sadar akan produk yang mereka beli, mengingat dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Banyak brand kini berkolaborasi dengan influencer untuk mempromosikan produk berkelanjutan, yang pada gilirannya mendorong generasi muda untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih bijak.

Fenomena ini memberikan gambaran bahwa media sosial dapat berfungsi sebagai sarana edukasi dan menumbuhkan kebiasaan konsumsi yang lebih bertanggung jawab.

Mengelola Dampak Media Sosial

Tantangan terbesar yang ditimbulkan oleh pengaruh media sosial terhadap konsumsi generasi muda adalah menemukan cara untuk memanfaatkannya secara positif tanpa terjerumus ke dalam pola konsumsi yang merugikan.

Literasi digital sangat penting dalam hal ini. Generasi muda perlu dididik tentang cara kerja algoritma, mengenali taktik pemasaran, dan membuat pilihan konsumsi yang tepat.

Penting juga untuk menanamkan nilai bahwa tidak semua hal yang “viral” perlu diikuti. Dengan kesadaran yang lebih besar, media sosial dapat berfungsi sebagai alat untuk menemukan produk dan layanan yang benar-benar memenuhi kebutuhan mereka, menghindari jebakan pembelian impulsif.

Kesimpulan: Menemukan Keseimbangan

Media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan akses terhadap banyak informasi, produk dan layanan yang mungkin sulit ditemukan sebelumnya. Di sisi lain, hal ini dapat menyebabkan generasi muda menjadi lebih berorientasi pada konsumen, seringkali tanpa pertimbangan yang matang.

Menemukan keseimbangan itu penting. Dengan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang cara kerja media sosial, generasi muda dapat menggunakannya sebagai alat untuk meningkatkan pengalaman mereka daripada menjadikannya sebagai sumber tekanan sosial atau finansial.

Media sosial memiliki potensi besar untuk menumbuhkan kebiasaan konsumsi yang lebih sehat, namun hal ini hanya dapat dicapai jika pengguna menyikapinya dengan bijak.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

idra Fania