Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rial Roja Saputra
Ilustrasi uang koin. (Pixabay/klimkin)

Zaman sekarang, siapa sih yang nggak kenal fitur paylater? Baik itu untuk beli baju, pesan makanan, atau pesan tiket pesawat, semuanya bisa dibayar dengan cara mencicil.

Nggak punya uang tunai sekarang? Nggak masalah, tinggal klik bayar nanti. Menariknya, fitur yang dulunya dianggap penyelamat di masa darurat ini, lambat laun malah jadi pilihan gaya hidup. Ya, gaya hidup.

Paylater nggak lagi cuma buat kebutuhan mendesak, tapi sudah jadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Banyak yang menyebut generasi ini sebagai generasi paylater, yakni generasi yang lebih suka mencicil ketimbang menabung dulu.

Namun, apakah tren ini bisa dianggap biasa saja? Atau justru memunculkan pertanyaan penting tentang bagaimana generasi sekarang memandang uang dan pengelolaan keuangan?

Cicilan Sekarang, Santai Nanti?

Daya tarik beli sekarang bayar nanti memang sulit ditolak. Tanpa repot membawa uang tunai, kita bisa langsung menikmati produk atau layanan. Rasanya seperti hadiah instan kecil untuk diri kita sendiri.

Ditambah lagi, desain aplikasi yang mudah digunakan, notifikasi yang menarik namun terus-menerus, dan promosi cashback yang menggoda membuatnya semakin menarik. Itulah sebabnya beli sekarang bayar nanti telah menjadi hal pokok dalam gaya hidup urban.

Anak muda masa kini lebih suka beli sekarang dan bayar nanti daripada menunggu sampai punya cukup uang. Namun, sisi negatifnya adalah hal itu dapat menyebabkan hilangnya kendali.

Apa yang dimulai sebagai solusi dapat dengan cepat berubah menjadi jebakan. Anda mungkin mengambil pinjaman sebesar 100.000 hari ini, lalu menambahkan 200.000 lagi besok.

Sebelum Anda menyadarinya, tagihan menumpuk, dan gaji bulanan Anda hampir tidak menutupi utang Anda. Tanpa kita sadari, gaya hidup mencicil ini menciptakan ilusi stabilitas. Mungkin tampak seperti kita punya banyak barang dan bisa bepergian ke mana saja, tetapi semua itu dibiayai melalui utang.

Mentalitas Instan di Tengah Dunia Serba Cepat

Generasi paylater berkembang pesat di dunia yang serba cepat, di mana semuanya hanya berjarak satu klik. Makanan dapat dipesan dalam hitungan detik, transportasi dapat dipesan secara instan, dan bahkan mencari pasangan semudah menggunakan aplikasi.

Tidak mengherankan jika pola pikir ini telah bergeser menjadi Mengapa menunggu ketika Anda bisa mendapatkannya sekarang? Sayangnya, mentalitas instan ini juga telah memengaruhi cara kita mengelola keuangan.

Menabung terasa membosankan, berinvestasi tampak rumit, sementara opsi paylater tampak sederhana dan memuaskan. Namun, mengadopsi gaya hidup konsumen yang dibalut dengan fitur cicilan yang mudah dapat menyebabkan stres finansial.

Ketika utang menumpuk, kecemasan muncul, membuat hidup terasa sangat berat semuanya berasal dari keputusan kecil dan impulsif yang tidak dipertimbangkan dengan benar.

Paylater Bukan Masalah, Tapi Cara Pakainya yang Harus Cermat

Perlu ditegaskan bahwa PayLater bukanlah musuh. Bahkan, jika digunakan dengan bijak, fitur ini bisa sangat berguna. Misalnya, fitur ini bisa membantu dalam situasi mendesak yang tidak bisa ditunda atau ketika kita memiliki strategi keuangan yang jelas. Masalah muncul ketika orang menggunakan PayLater tanpa perencanaan yang matang.

Banyak yang memilihnya bukan karena terpaksa, tetapi sekadar karena barangnya menarik atau tidak mau ketinggalan promo. Hal ini menyoroti perlunya edukasi keuangan, terutama bagi generasi muda yang menjadi target utama layanan keuangan digital.

Kita perlu lebih banyak berdiskusi tentang mengapa kita melakukan pembelian, bukan hanya bagaimana melakukannya. Jika semua keputusan keuangan hanya didasarkan pada kemudahan teknis, kita mungkin lupa bahwa setiap transaksi punya konsekuensi, terutama jika menyangkut utang.

Menggeser Narasi: Dari Gaya Hidup Konsumtif ke Gaya Hidup Finansial Sehat

Sudah saatnya mengubah pola pikir kita dari beli sekarang, bayar nanti menjadi tunda sekarang, nikmati hidup tanpa stres nanti. Ini bukan tentang melarang pilihan membayar nanti, tetapi lebih kepada memilih untuk hidup lebih sadar dengan keuangan kita.

Kita dapat memulai dengan langkah-langkah kecil, belajar membuat anggaran bulanan, memahami prioritas pengeluaran kita, dan membedakan antara kebutuhan dan keinginan langsung.

Bayangkan jika anak muda masa kini merangkul literasi keuangan sebagai pilihan gaya hidup. Sama seperti mengikuti rutinitas perawatan kulit atau tren mode, kita juga dapat cenderung memiliki arus kas yang sehat. Itu akan luar biasa!

Kesimpulan: Paylater Bisa Jadi Teman atau Bumerang

Generasi paylater bukanlah generasi yang gagal; mereka hanya perlu lebih sadar akan kebiasaan belanja mereka sendiri. Kita hidup di era digital yang penuh dengan kemudahan, tetapi kita harus berhati-hati agar kemudahan ini tidak menjebak kita.

Gaya hidup bukan hanya tentang apa yang kita kenakan atau beli; tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola masa depan kita.

Pada akhirnya, hidup bebas utang jauh lebih damai daripada harus membayar ribuan kali. Jadi, apakah pembayaran cicilan telah menjadi gaya hidup? Bisa jadi, bisa juga tidak. Namun satu hal yang pasti, jika dibiarkan, opsi paylater saat ini dapat berubah menjadi beban yang signifikan di kemudian hari.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Rial Roja Saputra