Ketika berbicara tentang perbedaan generasi, sering kali muncul pandangan yang membuat satu generasi tampak lebih buruk dibandingkan yang lain. Dalam beberapa tahun terakhir, Gen Z menjadi target utama dalam banyak pembahasan, baik di tempat kerja, media sosial, maupun diskusi sehari-hari.
Stereotip seperti "kurang motivasi," "tidak profesional," atau "sulit menerima kritik" begitu lekat dengan generasi ini. Tapi, apakah semua ini benar adanya, atau hanya persepsi yang salah kaprah?
Menurut survei yang dilakukan oleh Populix, Gen Z sering dianggap lebih suka berpindah pekerjaan dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak yang menganggap ini sebagai tanda kurangnya loyalitas mereka terhadap tempat kerja.
Namun, kalau dilihat lebih dalam, pola ini sebenarnya mencerminkan perubahan cara berpikir mereka terhadap dunia kerja. Bagi Gen Z, pekerjaan bukan hanya soal bertahan di satu tempat selama bertahun-tahun.
Mereka mencari lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi, keseimbangan hidup, dan peluang berkembang. Apakah itu salah?
Perbedaan nilai antar generasi menjadi akar dari banyak ketidakcocokan. Generasi Baby Boomers dan Gen X tumbuh di era di mana stabilitas dan kerja keras manual menjadi tolok ukur kesuksesan.
Sementara, Gen Z hidup di dunia yang didominasi teknologi dan perubahan cepat. Fleksibilitas, inovasi, dan kerja yang lebih efisien adalah prioritas mereka. Sayangnya, perbedaan ini sering dianggap sebagai bentuk "kemalasan," bukan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Ditambah lagi, label bahwa Gen Z sulit menerima kritik juga kerap muncul. Tapi, apakah benar mereka tidak bisa menerima kritik, atau cara penyampaian kritik itu yang sering kali tidak tepat?
Sebuah penelitian dari Universitas Negeri Surabaya menunjukkan bahwa komunikasi lintas generasi sering menjadi masalah besar. Gaya komunikasi yang dianggap wajar oleh generasi yang lebih tua kadang terasa terlalu kaku atau bahkan menyakitkan bagi Gen Z. Mereka lebih menghargai pendekatan yang kolaboratif dan empati, bukan perintah yang bersifat otoriter.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa Gen Z memiliki keunggulan yang patut diapresiasi. Generasi ini tumbuh bersama teknologi dan media sosial, membuat mereka sangat adaptif dan kreatif.
Mereka mampu menggunakan teknologi untuk menemukan solusi inovatif dalam berbagai bidang. Sayangnya, keunggulan ini sering kali dikaburkan oleh stereotip yang mengatakan mereka "terlalu bergantung pada gadget."
Kita semua tahu bahwa tidak ada generasi yang sempurna. Setiap kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan.
Namun, terus-menerus menghakimi tanpa memahami latar belakang atau tantangan yang dihadapi hanya akan memperbesar jarak. Perbedaan ini sebenarnya adalah peluang besar untuk saling belajar dan melengkapi.
Di dunia yang terus berubah ini, semua generasi memiliki peran penting yang saling melengkapi. Mengkritik tanpa memahami hanya akan membuat kita kehilangan peluang untuk melihat dunia dari perspektif yang lebih luas.
Jadi, saat kita berbicara tentang Gen Z atau generasi mana pun, alangkah bijaknya untuk melampaui stereotip dan membuka pikiran terhadap keragaman nilai yang ada.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ketika Pekerjaan Sulit Dicari, tapi Janji Politik Mudah Diberi
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
Artikel Terkait
-
Budaya Belajar Berkelanjutan di Kalangan Generasi Muda melalui Teknologi
-
Gen Z Wajib Tahu, FOMO vs JOMO: Antara Hidup Gaul dan Sederhana
-
Gegara Gas Elpiji 3 Kg, Presiden Gen Z Buat 'Surat Cinta' untuk Bahlil: Berapa Nyawa Lagi yang Harus Dikorbankan?
-
Forum Indonesia Muda Jambi Gelar Upgrading dan Pengukuhan Pengurus Baru
-
Rans Entertainment 'Kecipratan' Proyek Kemenpar, Raffi Ahmad jadi Penghubung
Kolom
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Kelly Si Kelinci, Tentang Gerak, Emosi, dan Lompatan Besar Animasi Lokal
-
Etika Komunikasi di Media Sosial: Bijak Sebelum Klik!
-
Guru, Teladan Sejati Pembentuk Karakter Anak Sekolah Dasar
Terkini
-
Indra Sjafri, PSSI, dan Misi Selamatkan Muka Indonesia di Kancah Dunia
-
4 Toner Tanpa Alkohol dan Pewangi untuk Kulit Mudah Iritasi, Gak Bikin Perih!
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
Relate Banget! Novel Berpayung Tuhan tentang Luka, Hidup, dan Penyesalan