Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melontarkan pernyataan yang menuai kecaman warganet Indonesia. Bahlil meragukan nasionalisme orang Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Sontak, hal itu menjadi perbincangan hangat seiring dengan berkembangnya tagar #KaburAjaDulu yang beberapa waktu ini hangat dibahas dalam obrolan di dunia maya. Merebaknya tagar #KaburAjaDulu disinyalir merupakan bentuk ekspresi kekecewaan dan bahkan rasa frustrasi warga negara Indonesia dengan kondisi dalam negeri. Rasanya sah saja jika dianggap sebagai sebuah perasaan emosional.
Lebih lanjut, Bahlil mempertanyakan apakah orang Indonesia yang merantau ke luar negeri masih memiliki rasa nasionalisme tinggi. Tak pelak lagi, hal itu menyulut pendapat pro dan kontra. Menariknya, pernyataan Bahlil ini kemudian juga disorot oleh pihak lain. Sebut saja Anies Baswedan, calon presiden pada kontestasi Pilpres 2024.
Anies cenderung memberikan pandangan lebih luas dari konsep nasionalisme. Menurutnya, nasionalisme tidak bisa hanya diukur dari tempat tinggal. Rasa cinta terhadap tanah air, bagi Anies, dapat diuji saat kondisi negara tidak sedang baik-baik saja. Hal penting yang bisa ditekankan adalah bagaimana warga negara bisa tetap berkontribusi untuk Indonesia, meski tidak lagi tinggal di dalam negeri.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa merantau atau emigrasi tidak mengurangi rasa cinta kepada tanah air. Selanjutnya, rasa nasionalisme bisa kita wujudkan dengan upaya antara lain tetap berkarya hingga memberi kontribusi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sejatinya, dalam khasanah kebudayaan, fenomena migrasi baik di dalam negeri maupun keluar negeri sudah jamak terjadi di dalam kehidupan manusia. Baik itu menjadi pekerja migran, menempuh pendidikan, mencari kesempatan lebih baik dll. Pergi merantau atau migrasi bukan suatu bentuk kesalahan, berkhianat terhadap tanah kelahiran atau tidak ”nasionalis”. Hal itu bisa dilihat sebagai suatu langkah rasional.
Tren tagar #KaburAjaDulu justru mengingatkan kita pada konsep ”merantau” di Indonesia. Beberapa tradisi budaya suku di Indonesia juga identik dengan aktivitas "merantau". Sebut saja orang-orang dari suku Minang, Madura, Bugis yang warganya identik dengan aktivitas merantau. Sejak zaman dahulu, merantau menjadi pilihan orang untuk mencari ilmu, pengalaman hingga kesempatan hidup lebih baik.
Dengan demikian, merantau tidak hanya dianggap sebagai ”pelarian”. Justru merantau bisa menjadi suatu langkah memperbaiki hidup, memperdalam pengalaman hingga mengembangkan diri. Tidak sedikit pula para perantau yang sukses kemudian kembali, membawa pengetahuan dan keterampilan baru untuk membangun desa atau tempat tinggal mereka.
Merantau atau migrasi ini lagi-lagi kita pandang sebagai bagian dari fenomena mobilitas global. Meski kehidupan di luar negeri juga tak mudah, seharusnya pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti Kementerian ketenagakerjaan merespon serius hal ini. Tagar yang viral di media sosial sebagai bentuk ekspresi warga negara bisa menjadi masukan serta kritik. Apa yang terjadi dengan kondisi hidup di Indonesia, misalnya dari ekosistem kerja bisa dibenahi.
Artinya, Pemerintah Indonesia perlu menciptakan ekosistem kerja lebih adil dan berkelanjutan. Warga negara kita tidak perlu merasa harus "kabur" ke luar negeri demi kehidupan lebih baik. Sebagai contoh, jika peluang kesempatan kerja dan pengembangan keterampilan tersedia di dalam negeri, maka warga negara tak perlu menjadikan ke luar negeri sebagai pilihan utama.
Tentu saja warga negara akan lebih memilih tetap tinggal dan berkontribusi membangun negeri. Tak hanya kesempatan dan peluang saja, pemerintah juga perlu memperhatikan serta memenuhi hak-hak pekerja sesuai amanat Undang-Undang.
Penutup
Pada intinya, persoalan viralnya tagar #KaburAjadulu tidak bisa kita abaikan. Sebagai sebuah bentuk ekspresi warga negara, pemerintah bisa menilik lagi kebijakan-kebijakan terkait peningkatan kualitas hidup dalam negeri. Pemerintah, dalam hal ini seperti dijelaskan di awal tulisan, bukan justru meragukan sikap nasionalisme warga negara yang memilih tinggal di luar negeri. Alangkah lebih baik jika pemeritah menjadi fasilitator yang menjamin dan melindungi warga negaranya jika memang diperlukan untuk ”merantau” ke tempat yang lebih baik di luar negeri.
Selain itu, dari segi kebudayaan merantau—migrasi telah menjadi fenomena global serta mobilitas manusia yang tak terelakkan. Terlebih kemudahan transportasi dan komunikasi seperti saat ini sangat memudahkan orang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal itu, merupakan pilihan rasional untuk meningkatkan kualitas hidup. Tidak hanya sekedar berpindah, tentunya perlu adanya persiapan serta keterampilan agar mampu beradaptasi di lingkungan baru. Nah, dengan demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana kita, sebagai warga negara Indonesia, baik di dalam negeri maupun yang tinggal di luar negeri punya impian dan keinginan memberikan kontribusi untuk Indonesia, sekecil apapun itu.
Baca Juga
-
Regulasi Pembatasan Media Sosial untuk Anak: Mengapa Mendesak?
-
Kontroversi Abidzar Al Ghifari dan Peran Penonton dalam Seni Perfilman
-
Homo Ludens dan Koin Jagat: Ketika Permainan Menjadi Aktivitas Meresahkan
-
Ironi di Balik Ambisi Pembangunan Industri Sawit oleh Presiden Prabowo
-
Pahlawan atau Pelaku? Ketika Orang Tua Terlibat dalam Masalah Anak
Artikel Terkait
-
Setelah Satryo, Siapa Nama Menteri yang Layak Di-reshuffle Presiden Prabowo?
-
Bahas Soal #KaburAjaDulu, Bunda Corla Emosi Syarat Cari Kerja di Indonesia Tak Masuk Akal
-
Senator DPD RI Nilai Tagar #KaburAjaDulu Harus Didukung: Pejabat Jangan Sinis Dulu
-
Anies Pamer Pergi ke Yordania, Warganet: Ikut Kabur Aja Dulu?
-
Raffi Ahmad Bikin Tren Tandingan "Kabur Aja Dulu", Dianggap Tak Paham Keresahan Rakyat
Kolom
-
Miskin di Negara Kaya: Mengapa Ketimpangan Ekonomi Terus Melebar?
-
Maraknya Judi Online: Seberapa Buruk Dampak Negatifnya?
-
Inikah Negara Klarifikasi? Saat Kritik Tak Lagi Bebas di Negeri Demokrasi
-
Sistem Zonasi Sekolah: Meningkatkan Kesetaraan atau Malah Menambah Masalah?
-
Mengapa Kepuasan Kerja Dosen PPPK Penting bagi Masa Depan Pendidikan?
Terkini
-
Hillpark Sibolangit, Dilengkapi Ragam Wahana Permainan Cocok untuk Keluarga
-
Segera Tayang di iQIYI, Intip 3 Drama China Romantis yang Siap Bikin Baper
-
Ulasan Film Horor 'Kemah Terlarang: Kesurupan Massal': Seram, tapi Kok Agak Nanggung?
-
Mengungkap Misteri Kuntilanak dalam Film 'Anak Kunti', Berani Nonton?
-
3 Rekomendasi Film Terbaik yang Dibintangi Shenina Cinnamon, Sudah Nonton?