Dua isu besar sedang ramai diperbincangkan: revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dan rentetan kasus korupsi yang jumlahnya fantastis, bahkan sampai dijuluki "Liga Korupsi Indonesia." Keduanya muncul beriringan, membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah ini hanya kebetulan atau ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi?
RUU TNI menuai kontroversi karena mengubah aturan tentang keterlibatan prajurit aktif di jabatan sipil. Jika sebelumnya hanya boleh di beberapa posisi, kini diperluas hingga 16 lembaga, termasuk Kementerian Koordinator dan Kejaksaan Agung.
Menurut Suara.com, perubahan ini disebut sebagai bentuk adaptasi dengan kebutuhan zaman. Namun, banyak yang khawatir ini justru membawa Indonesia kembali ke masa lalu, saat militer terlalu banyak terlibat dalam urusan sipil.
Reformasi 1998 dulu dilakukan untuk membatasi peran ganda militer, tapi revisi ini malah berpotensi membuka kembali pintu tersebut.
Di saat yang sama, skandal korupsi dengan angka mencengangkan terus bermunculan. Kasus di Pertamina saja diperkirakan merugikan negara hingga Rp 968,5 triliun, belum lagi kasus PT Timah yang mencapai Rp 300 triliun.
Sayangnya, di tengah kemarahan masyarakat atas kasus-kasus ini, pembahasan RUU TNI tetap berjalan tanpa banyak sorotan.
Banyak yang menduga ini adalah pengalihan isu. Skema seperti ini bukan sesuatu yang baru di dunia politik. Saat ada kebijakan kontroversial yang ingin disahkan, perhatian publik dialihkan ke kasus besar lainnya.
Jika masyarakat terlalu sibuk membahas korupsi, mungkin saja pembahasan RUU ini bisa lolos tanpa banyak penolakan. Begitu pula sebaliknya, saat ada kebijakan yang dikritik keras, bisa jadi ada isu lain yang "dikorbankan" agar perhatian publik terpecah.
Inilah mengapa masyarakat tidak boleh lengah. Demokrasi bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga soal menjaga agar kebijakan yang diambil tetap transparan dan sesuai kepentingan rakyat.
Jika memang RUU TNI ini dibuat demi kebaikan bangsa, kenapa pembahasannya terasa begitu tertutup? Jika korupsi ingin diberantas, kenapa hukum terasa begitu lemah terhadap mereka yang berkuasa?
Tidak ada yang salah dengan mencurigai. Justru, ini adalah tanda bahwa masyarakat semakin cerdas dalam membaca situasi. Jangan biarkan perhatian teralihkan, karena ini bukan sekadar soal aturan hukum atau jumlah uang yang dikorupsi. Ini tentang bagaimana negara ini dikelola dan ke arah mana demokrasi kita akan dibawa.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
-
Review Novel 'The Grapes of Wrath': Melawan Nasib, Mencari Keadilan
Artikel Terkait
-
Diam-diam Kejagung Sidik Dugaan Korupsi Sritex, Ini Informasinya
-
Usut Kasus Korupsi pada Proyek Dinas PU Mempawah, KPK Tetapkan 3 Tersangka dan Geledah 16 Lokasi
-
Ahmad Luthfi Ogah Kirim Siswa Nakal ke Barak TNI: Bawah Umur Kembalikan ke Ortu, Dewasa Dipidana
-
Kasus CSR BI, Dua Politisi Nasdem Tak Penuhi Panggilan KPK
-
Mendikdasmen Soal Rencana Dedi Mulyadi Kirim Siswa Bermasalah ke Barak Militer: No Comment
Kolom
-
Generasi Layar, Ketika Game Online Mengganti Dunia Nyata
-
Ekonomi Baik-Baik Saja? Pak Presiden, Rakyat Minta Bukti, Bukan Janji
-
Guru Identik dengan Buruh? Menelaah Posisi Pendidik di Indonesia
-
Bukan Sekadar Libur: Hari Buruh dan Renungan tentang Makna Menjadi Manusia
-
Mengenal Trah Tumerah, Istilah Silsilah Jawa yang Makin Sering Dilupakan
Terkini
-
Anti Boring! Intip 4 Padu Padan Gaya Kasual ala Mingi ATEEZ yang Effortless
-
Jadi Dokter Spesialis, Gong Myeong Ungkap Perannya di Second Shot At Love
-
Sudirman Cup 2025: Indonesia Juara Grup D, Kalahkan Denmark 4-1
-
Menelaah Aturan AFC tentang Tuan Rumah Ronde Keempat, Benarkah Bermain di Tempat Netral?
-
Secawan Kopi, Menikmati Kopi dan Hidangan Khas Bengkalis di Pekanbaru