Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Nilnasari N Azizah
Kak Ros (Instagram/@kakros.sayang)

Saya pikir masalah dan istilah sandwich generation atau semacamnya yang berkaitan dengan membiayai keluarga tak akan ada habisnya untuk dibahas. Apa sih sebenarnya sandwich generation?

Generasi sandwich adalah sebuah fenomena di mana seseorang harus menghidupi tiga generasi keluarganya, yang terdiri dari orang tua, dirinya sendiri, dan anaknya. Istilah ini dicetuskan oleh professor asal Kentucky University, yakni Dorothy A. Miller, pada tahun 1981 dalam bukunya Social Work.

Dorothy A. Miller menganalogikan fenomena ini seperti sebuah roti sandwich, di mana orang tua dan anak dianggap sebagai roti lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan seseorang yang terjebak dalam fenomena ini diibaratkan sebagai sebuah daging atau isi dari sandwich yang terhimpit di tengah-tengah roti.

Menjadi pelaku dari sandwich generation sepertinya harus rela membuang waktu luangnya untuk bersantai dan harus berpikir ribuan kali untuk membeli barang impiannya. Yang ada dalam benaknya hanya bagaimana gaji ini bisa untuk membayar semua kebutuhan keluarga dan makan sebulan ke depan, sambil terus mengerjakan pekerjaan sampingan.

Memang, membiayai diri sendiri dan menjadi tulang punggung keluarga begitu melelahkan, tetapi ternyata itu tak hanya terjadi di kehidupan nyata. Saking maraknya, fenomena tersebut juga tergambar dalam tokoh film kartun.  Tebak siapa gerangan?

Yak, Kak Ros dalam Upin dan Ipin, seorang anak perempuan pertama yang telah ditinggal kedua orang tuanya meninggal dunia sejak ia masih anak-anak. Karena itulah dia hanya tinggal bersama opah (nenek) dan dua adik kembarnya. Meskipun Kak Ros belum menikah, sepertinya kehidupannya ke depan akan tampak seperti itu.

Awalnya, Kak Ros ini seperti digambarkan menjadi tokoh yang memiliki hobi marah, membentak, dan lain sebagainya yang intinya galak, awalnya dulu saya pikir begitu, tetapi semakin beranjak dewasa justru saya merasa kasihan dengan Kak Ros.

Saya jadi berpikir, mungkin nggak sih Kak Ros bersikap begitu karena beban yang ditanggungnya menjadi tumpuan anggota keluarga? Bagaimana tidak? Kak Ros masih aktif bersekolah, sebelumnya ia harus bangun pagi dan memasak untuk sarapan, mengantar Upin Ipin, masih harus bekerja untuk membiayai hidup, membersihkan sesisi rumah, dan  merawat lansia.

Dari situ saja Kak Ros terlihat sangat multitalent, sepertinya semua hal bisa dikerjakan dan diselesaikan olehnya. Saya rasa kemarahan Kak Ros ini terpancing oleh kenakalan dua adik kembarnya yang terkadang di luar nalar. Manusia jenis apa yang tidak emosi kalau lantai yang sudah dibersihkannya tiba-tiba dilewati oleh kaki-kaki kotor penuh lumpur?

Jadi, ya wajar aja kalau Kak Ros marah-marah. Masih banyak kejadian lain yang sebetulnya memang memancing emosi, bukan sekadar emosian belaka. Belum lagi kelakukan Opah yang sering membela bocah keduanya dan lagi-lagi Kak Ros hanya mengalah.

Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi pada seseorang yang menjadi sandwich generation.

1. Dihantui rasa bersalah jika kebutuhan keluarga tidak terpenuhi secara maksimal.

2. Mudah mengalami kekelahan fisik, para sandwich generation sering mengambil beberapa pekerjaan demi tercukupinya kebutuhan. Hal itu tentu saja memengaruhi kesehatan tubuhnya.

3. Kurangnya waktu untuk menjalani hobi dan atau sekadar memenuhi keinginan diri sendiri.

4. Mudah mengalami stres dan masalah psikologis lainnya.

Fenomena sandwich generation memang bukan hal baru, tetapi tetap menjadi beban yang nyata bagi banyak orang. Sosok Kak Ros di serial Upin dan Ipin mungkin hanya karakter fiksi, tetapi kisahnya menunjukkan perjuangan yang diam-diam dialami oleh banyak orang di dunia nyata—terhimpit antara kewajiban untuk merawat orang tua, membesarkan adik atau anak, dan tetap menjaga diri sendiri.

Di balik sifat galaknya, ada ketegaran, kerja keras, dan cinta yang besar untuk keluarga. Semoga kisah ini menjadi pengingat bahwa setiap pundak yang memikul beban berat layak mendapat apresiasi, dukungan, dan kesempatan untuk merawat dirinya sendiri.

Nilnasari N Azizah

Baca Juga