Era digital saat ini memberikan dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam interaksi sosial di kalangan mahasiswa. Platform media sosial, terutama Instagram, menjadi salah satu sarana utama yang digunakan untuk berkomunikasi, berbagi informasi, serta membangun identitas diri. Instagram, yang memfasilitasi penggunanya dalam berbagi foto dan video, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mahasiswa, khususnya di kalangan usia produktif antara 18 hingga 24 tahun. Namun, di balik kenyamanannya, platform ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, salah satunya adalah meningkatnya perilaku cyberbullying.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rizka Fadhilla Putri dan Agus Budiman, yang dipublikasikan di jurnal JRP Unisba pada Desember 2024, ditemukan adanya pengaruh signifikan antara intensitas penggunaan Instagram terhadap perilaku cyberbullying di kalangan mahasiswa Universitas X. Penelitian ini, yang melibatkan 394 mahasiswa aktif, mengungkapkan bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan Instagram oleh mahasiswa, semakin besar kemungkinan mereka untuk terlibat dalam perilaku cyberbullying, baik sebagai korban maupun pelaku. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kontribusi sebesar 11,6% antara penggunaan Instagram dan cyberbullying, dengan nilai signifikansi yang sangat signifikan (0,00 < 0,05), yang menegaskan bahwa intensitas penggunaan Instagram berperan dalam meningkatkan perilaku perundungan siber.
Cyberbullying, yang merujuk pada perilaku agresif yang dilakukan secara online untuk mengintimidasi atau melecehkan orang lain, telah menjadi fenomena yang semakin berkembang di dunia maya, khususnya di kalangan remaja dan mahasiswa. Seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial, seperti Instagram, perilaku negatif ini semakin meluas, mengingat kemudahan akses dan anonimitas yang ditawarkan oleh platform digital.
Instagram sendiri, dengan fitur-fitur yang memungkinkan pengguna untuk mengunggah foto dan video, serta berinteraksi melalui komentar dan pesan langsung, telah menjadi ruang yang rentan terhadap penyalahgunaan. Tak jarang, komentar negatif, fitnah, hingga penyebaran konten yang merugikan orang lain, sering kali ditemui di platform ini. Tidak hanya itu, fitur Instagram Stories yang memungkinkan pengguna berbagi momen pribadi dalam waktu singkat juga memfasilitasi perundungan siber. Hal ini menjadikan Instagram sebagai salah satu platform dengan angka kejadian cyberbullying yang cukup tinggi, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Mahmud Mulyadi dan Atmoko.
Salah satu faktor yang menjadi pendorong utama meningkatnya perilaku cyberbullying di kalangan mahasiswa adalah intensitas penggunaan Instagram itu sendiri. Berdasarkan temuan penelitian, mahasiswa yang menghabiskan waktu lebih lama di Instagram cenderung lebih rentan terhadap perundungan siber. Beberapa alasan yang mendasari fenomena ini antara lain adalah keterbukaan data pribadi, keberadaan fitur komentar yang tidak terkontrol, serta ketidakmampuan dalam mengelola emosi atau interaksi sosial secara sehat.
Selain itu, perasaan anonim yang ditawarkan oleh platform ini sering kali mendorong individu untuk berperilaku lebih agresif dibandingkan dalam interaksi langsung. Pengguna merasa mereka dapat menyembunyikan identitas mereka dengan mudah, yang kemudian membuka celah bagi mereka untuk melakukan perundungan atau bahkan menjadi korban perundungan itu sendiri. Dalam beberapa kasus, mahasiswa yang terisolasi atau merasa kurang dihargai dalam kehidupan nyata justru lebih rentan terlibat dalam perilaku ini sebagai bentuk ekspresi dari frustasi atau perasaan tidak berdaya.
Sebagai mahasiswa, mereka adalah kelompok yang seharusnya memiliki kesadaran lebih tentang pentingnya etika dalam berkomunikasi di dunia maya. Peningkatan perilaku cyberbullying ini membutuhkan perhatian lebih, tidak hanya dari pihak kampus, tetapi juga dari setiap individu mahasiswa itu sendiri. Pendidikan tentang etika media sosial dan dampak negatif dari cyberbullying harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan yang diterapkan di perguruan tinggi. Kampus juga dapat mengadakan seminar atau workshop untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang bagaimana berinteraksi secara positif di media sosial.
Selain itu, mahasiswa juga harus memiliki kesadaran akan dampak jangka panjang dari perundungan siber, baik bagi pelaku maupun korban. Beberapa kasus cyberbullying bahkan dapat menyebabkan trauma psikologis yang mendalam, yang berpotensi mengganggu kesehatan mental mahasiswa. Oleh karena itu, penting untuk membangun iklim yang mendukung di kalangan mahasiswa agar mereka dapat saling menghargai dan menjaga norma-norma yang berlaku, baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka Fadhilla Putri dan Agus Budiman memberikan gambaran yang jelas tentang pengaruh intensitas penggunaan Instagram terhadap perilaku cyberbullying di kalangan mahasiswa. Fenomena ini menegaskan pentingnya peran individu dalam mengelola penggunaan media sosial, serta pentingnya pendidikan etika digital di kampus. Perundungan siber bukanlah masalah yang dapat dianggap remeh, karena dampaknya dapat merusak kesehatan mental dan emosional seseorang.
Mahasiswa, sebagai generasi penerus bangsa, harus menjadi contoh dalam berinteraksi secara positif di dunia maya. Dengan meningkatkan kesadaran akan dampak cyberbullying dan memperkuat nilai-nilai saling menghargai di media sosial, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersama-sama menanggulangi permasalahan ini dengan bijak dan bertanggung jawab dalam penggunaan teknologi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Tag
Baca Juga
-
Basiacuong Kampar: Warisan Budaya yang Membentuk Kecerdasan Interpersonal
-
Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer, Solusi atau Ilusi?
-
Penyebab hingga Solusi, Mengapa Generasi Z Cenderung Mudah Berhenti Kerja?
-
Mengapa Ibu Indonesia Menghindari Pembicaraan Emosional pada Anak?
-
Menghadapi Ketimpangan Kekuasaan, Ketahanan Penganut Kepercayaan Leluhur
Artikel Terkait
-
10 Kuliner di Malang yang Wajib Dicoba Saat Buka Puasa
-
Maarten Paes: Saya Menghapus Instagram dan Tiktok
-
Meta Kritik Rencana Komdigi Batasi Anak Indonesia Main Medsos: Pemerintah Belum Transparan
-
Tak Respons soal Penundaan Pengangkatan CPNS, Instagram Gibran Digeruduk: Seribut Ini Nggak Dengar?
-
Kisah Absurd STNK Kekaisaran, Polisi Sampai 'Diperas' Rp5 Triliun
Kolom
-
Hak Anak dalam Akademi Sepak Bola dan Hal-hal yang Harus Diketahui Orang Tua
-
Manajemen OVT Tengah Malam: Ketika Pikiran Jadi Pesta dan Kita Tak Diundang
-
Buat Apa 'Film Ada Apa dengan Cinta?' Di-Reboot?
-
Fenomena Dagelan Tingkat Dewa saat Ifan Seventeen Diangkat Jadi Dirut PFN
-
RUU TNI, Liga Korupsi, dan Pengalihan Isu: Masyarakat Jangan Lengah!
Terkini
-
3 Hal Serba Pertama Usai Sandy Walsh Antar Yokohama F. Marinos Menang di J1 League
-
Review The Wrong Track: Film yang Visualisasinya Direkam Sejujur Mungkin?
-
Drama Korea Hyper Knife Rilis 4 Poster Pemeran Utama, Ada Park Eun Bin!
-
3 Film Korea yang Dibintangi Lee Hee Joon, Ada Bogota: City of the Lost
-
3 Spot Sate Taichan Paling Hits di Jakarta Selatan, Dijamin Ketagihan!