Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
Ilustrasi Peta Kehidupan (pexels/Leah Newhouse)

Lebaran selalu jadi momen yang ditunggu-tunggu, bukan? Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa, momen ini seperti 'refresh' bagi banyak orang. Tapi, ada satu hal yang sering terlewatkan di tengah euforia tersebut: refleksi diri. Setelah menikmati segala hidangan enak, bertemu keluarga, dan memulai rutinitas kembali, ada baiknya kita sedikit berhenti sejenak dan menengok ke dalam diri.

Saya pribadi merasa, pasca Lebaran adalah waktu yang pas banget buat mengingat kembali segala hal yang telah dilalui selama Ramadan. Bulan puasa seharusnya bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tapi lebih kepada menahan diri dari segala keburukan, baik fisik maupun mental. Sebelum kembali ke rutinitas sehari-hari, ini saat yang tepat untuk mengevaluasi apakah kita sudah benar-benar berkembang atau justru kembali ke kebiasaan lama yang kurang baik.

Biasanya, setelah Lebaran, saya sering merasa semacam 'kok kayaknya tahun ini gue nggak banyak berubah ya?' Momen-momen seperti itu bikin saya berpikir, sudah sejauh mana saya bisa mempertahankan kedamaian batin yang didapatkan selama Ramadan? Sudahkah saya memperbaiki hubungan dengan diri sendiri, atau malah semakin jauh dari tujuan hidup yang lebih positif? Kadang jawabannya nggak selalu nyaman, tapi itu justru yang bikin refleksi ini penting.

Evaluasi diri setelah Lebaran juga jadi cara saya untuk tahu, apakah resolusi di awal tahun ini sudah tercapai atau malah hilang di tengah jalan. Tentu saja, kehidupan nggak selamanya bisa berjalan mulus. Ada kalanya kita mengalami kelelahan, baik fisik maupun mental, yang menyebabkan kita lupa pada tujuan yang ingin dicapai. Tapi, setelah Lebaran, saya merasa seperti punya kesempatan kedua untuk mengevaluasi dan memulai lagi dengan semangat yang baru.

Selain itu, ada juga soal hubungan dengan orang lain. Lebaran sering kali jadi waktu untuk bertemu keluarga, teman-teman, atau orang yang sudah lama nggak ketemu. Nah, dari situ saya sering belajar tentang seberapa kuat hubungan yang saya bangun dengan mereka. Apakah sudah saling mendukung, atau ada yang perlu diperbaiki? Refleksi diri ini nggak hanya soal apa yang sudah dilakukan, tapi juga tentang siapa saya di mata orang lain dan bagaimana hubungan saya dengan mereka.

Di sisi lain, Lebaran itu juga mengingatkan saya akan pentingnya rasa syukur. Kadang kita terlalu sibuk mengejar hal-hal besar, tapi lupa untuk mensyukuri yang kecil-kecil. Hal-hal yang saya anggap biasa seperti keluarga yang sehat, teman-teman yang mendukung, atau bahkan kenyamanan rumah, ternyata adalah berkah yang sering terabaikan. Momen introspeksi pasca Lebaran memberi saya ruang untuk mengingat dan mensyukuri semua itu.

Jadi, setelah euforia Lebaran mulai mereda, saya coba untuk tidak buru-buru kembali ke rutinitas yang padat. Sebaliknya, saya memilih untuk memberi waktu pada diri sendiri untuk introspeksi. Memang nggak mudah, apalagi dengan segala distraksi yang ada, tapi momen ini bisa jadi titik balik untuk memperbaiki hidup menjadi lebih baik. Siapa lagi yang harus mengevaluasi diri kalau bukan kita sendiri, kan?

Terkadang, dalam kebisingan kehidupan sehari-hari, kita sering lupa untuk berhenti sejenak dan melihat diri kita dengan lebih jernih. Refleksi ini bukan hanya tentang apa yang sudah kita capai, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa lebih bijak dalam membuat keputusan ke depan. Dalam momen-momen seperti ini, kita bisa menemukan motivasi untuk menyusun langkah-langkah yang lebih tepat dan terarah. Saya percaya, jika kita bisa menilai diri dengan jujur dan penuh penerimaan, maka langkah ke depan akan jauh lebih berarti. Dengan begitu, Lebaran bukan sekadar perayaan, tetapi juga awal dari perjalanan baru yang lebih baik dan lebih penuh makna.

Sherly Azizah