Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | e. kusuma .n
Ki Hajar Dewantara (dok. indonesianembassy)

Peran Ki Hajar Dewantara dan perjuangan di bidang pendidikan dan politik seolah tidak pernah terpisahkan hingga menjadi kesatuan yang utuh, termasuk di zaman modern seperti saat ini.

Bahkan kesetaraan dan kesempatan meraih pendidikan hingga perubahan konsep yang mengarah pada digitalisasi sama sekali tidak menggerus warisan Ki Hajar Dewantara yang kini juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Perannya dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi seluruh anak Indonesia pun semakin terwujud dengan kesempatan untuk bersekolah tanpa adanya pengaruh status sosial, ras, maupun suku dan agama.

Bahkan melalui pendirian Taman Siswa di zaman perjuangan, cikal bakal kesetaraan mendapatkan pendidikan maupun kesempatan berpolitik sudah semakin ada di jalur yang tepat.

Peran Taman Siswa dalam Dunia Pendidikan dan Politik

Tidak dimungkiri jika pendirian Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara juga turut memengaruhi dunia pendidikan dan politik bangsa Indonesia. Bukannya tanpa alasan, kesempatan meraih pendidikan tinggi akan membuka jendela pengetahuan yang semakin luas.

Bukan hanya wawasan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan beragam bidang penerapannya, tetapi orang juga mulai ‘melek’ dengan kondisi politik bangsa.

Mengakar pada proses belajar di bangku sekolah, melalui Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara memberikan konsep berupa semboyan utama untuk menjalankan pendidikan pada era itu.

"Ing ngarso sung tulodo”, “Ing madyo mangun karsa” dan “Tut wuri handayani" menjadi slogan dunia pendidikan yang masih relate di zaman modern.

"Ing ngarso sung tulodo" yang bermakna “di depan memberi teladan” mengajak pendidik dan pemimpin untuk menjadi contoh yang baik dalam hal tindakan maupun perilaku kepada orang-orang yang ada diajar dan dipimpinnya.

"Ing madyo mangun karsa" atau “di tengah membangun semangat” menjadi semboyan yang menuntut seorang pendidik dan pemimpin agar mampu membakar semangat serta inisiatif orang-orang di sekitarnya. Semboyan ini juga masih relevan dengan upaya membangun suasana kondusif di lingkungan pendidikan, kerja, maupun politik.

Sementara "Tut wuri handayani" yang berarti “di belakang memberi dorongan” merupakan arahan bagi seorang pendidik dan pemimpin yang harus mampu memberi dorongan maupun motivasi dari belakang demi mendukung serta mengarahkan orang lain dalam mencapai tujuan yang mereka targetkan.

Penerapan Semboyan Taman Siswa di Era Modern

Jika bicara tentang penerapan semboyan Taman Siswa di era modern ini, tentu kita tidak bisa menepikan idealisme Ki Hajar Dewantara tersebut hanya karena zaman sudah berubah.

"Ing ngarso sung tulodo”, “Ing madyo mangun karsa”, dan “Tut wuri handayani" tidak bisa dicap sebagai konsep kuno yang tidak relate lagi dengan modernisasi maupun perubahan zaman.

Bahkan bisa dibilang justru semboyan Taman Siswa tersebut masih sangat relevan untuk diterapkan saat ini, baik di bidang pendidikan maupun politik. Menjadi contoh, sosok penyemangat, dan pendukung oleh para pendidik maupun pemimpin justru merupakan konsep sederhana yang tidak lekang oleh waktu maupun zaman.

Di bidang pendidikan sendiri, kini seorang pendidik yang semakin mengikuti perkembangan zaman mulai mencari berbagai konsep pengajaran yang sesuai diterapkan pada generasi dengan konsep berpikir yang semakin kritis.

Model belajar dan cara penyampaian saat ini seolah ‘digurui’ oleh peralihan generasi dan era digitalisasi. Padahal sebenarnya pendidik tanpa sadar masih tetap menghidupkan jiwa-jiwa Ki Hajar Dewantara dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan zaman now.

Meski metode dan generasinya berubah, tetapi jiwa sebagai pemberi teladan, penyemangat, dan support system nomor satu bagi pelajar tetap dibawa oleh para pengajar dalam menyampaikan ilmu serta wawasan yang dibutuhkan. Hal inilah yang harus tetap hidup dan dihidupkan oleh para pengajar bangsa ini.

Sedangkan di dunia politik, pembelajaran dari Ki Hajar Dewantara akan membawa suasana kondusif dan sehat di antara politikus yang mengemban misi kesejahteraan bangsa ini. Sayangnya, penerapan semboyan yang diusung Ki Hajar Dewantara justru terasa mulai mengendur.

Terlebih saat demokrasi yang menjadi idealisme generasi muda demi membawa perubahan ke arah yang lebih baik, termasuk harapan menuju Indonesia Emas, mulai tercoreng dengan berbagai kecurangan.

Andai politik bangsa ini masih berada di jalur ‘ajaran’ Ki Hajar Dewantara, tentu demokrasi akan berjalan sesuai harapan dan kesejahteraan rakyat bisa kembali berdaulat.

Tentu perjuangan bangsa ini dalam memastikan dunia pendidikan dan politik tetap berada di jalur yang tepat bukalah jalan yang mudah, persis seperti jalan terjal yang pernah dilalui Ki Hajar Dewantara dahulu.

Namun, kita sebagai generasi muda sekaligus generasi penerus bangsa sudah mendapat teladan yang ideal melalui perjuangan Ki Hajar Dewantara.

Kali ini giliran kita untuk melanjutkan perjuangan dengan membangkitkan kembali jiwa-jiwa Ki Hajar Dewantara yang sempat tertidur. Teladan dan contoh terbaik sudah ada, bahkan sudah pernah direalisasikan di zaman perjuangan yang serba terbatas dan sulit.

Lalu, tunggu apa lagi? Giliran kita untuk membangun negeri ini dengan segala sumber daya yang mampu menjadi mendukung perjuangan pendidikan dan politik bangsa yang lebih baik lagi.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

e. kusuma .n