Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Sherly Azizah
Ilustrasi tidur (pexels/Andrea Piacquadio)

Di tengah gemerlap dunia digital, malam yang seharusnya menjadi pelukan lembut bagi jiwa sering kali direnggut oleh cahaya biru layar gadget. Tidur, yang dulu dianggap sebagai oase ketenangan, kini bertransformasi menjadi medan pertempuran melawan notifikasi, guliran media sosial, dan episode serial.

Kesehatan tidur, atau sleep hygiene, bukan sekadar istilah ilmiah yang kaku, melainkan seni menjaga ritme tubuh agar tetap selaras dengan alam. Di era ketika gadget menjadi perpanjangan tangan, tidur berkualitas menjadi barang langka, namun esensial. Esai ini akan menyelami mengapa tidur berkualitas begitu krusial, bagaimana gadget mencuri waktu istirahat kita, dan cara-cara santai namun cerdas untuk merebut kembali malam kita.

Cahaya biru dari layar ponsel dan tablet bukanlah sekadar kilau estetik; ia adalah musuh senyap yang mengacaukan ritme sirkadian tubuh. Penelitian oleh Lastella, Rigney, Browne, dan Sargent (2020) dalam artikel "Electronic device use in bed reduces sleep duration and quality in adults" menunjukkan bahwa penggunaan gadget di tempat tidur secara signifikan mengurangi durasi dan kualitas tidur.

Cahaya biru menekan produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur-bangun, sehingga otak kita terkecoh, mengira malam masih siang. Akibatnya, kita terjaga lebih lama, namun merasa lebih lelah. Bayangkan tubuh kita seperti jam pasir: setiap menit yang dicuri gadget adalah butir pasir yang hilang, membuat kita kehabisan energi untuk hari esok.

Bukan hanya durasi, kualitas tidur pun menjadi korban. Remaja, yang seharusnya tenggelam dalam mimpi penuh warna, kini terjebak dalam guliran tak berujung di media sosial. Krisnana, Hariani, Kurnia, dan Arief (2022) dalam studi mereka, "The use of gadgets and their relationship to poor sleep quality and social interaction on mid-adolescents," mengungkapkan bahwa penggunaan gadget berlebihan pada remaja berkorelasi dengan tidur yang buruk dan interaksi sosial yang merosot.

Gadget, yang awalnya diciptakan untuk mendekatkan, justru menjauhkan kita dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Ironis, bukan? Layar kecil yang menjanjikan dunia ternyata mencuri kedamaian malam kita, meninggalkan kita dalam kabut kelelahan.

Gangguan tidur bukan sekadar soal mata panda atau ngantuk di pagi hari; dampaknya merembet ke kesehatan mental dan fisik. Kurang tidur berkualitas dapat memicu kecemasan, depresi, hingga penurunan daya tahan tubuh. Di era yang serba cepat ini, tidur sering dianggap sebagai kemewahan, bukan kebutuhan. Padahal, tidur adalah fondasi bagi pikiran yang jernih dan tubuh yang bertenaga. Bayangkan tidur sebagai charger bagi jiwa: tanpa colokan yang tepat, kita hanya akan berjalan dengan baterai setengah penuh, mudah lelah, dan rentan error. Maka, menjaga kesehatan tidur bukan cuma soal istirahat, tetapi investasi untuk hidup yang lebih bermakna.

Lalu, bagaimana cara kita melawan tirani gadget ini? Pertama, ciptakan ritual malam yang menenangkan. Matikan notifikasi, jauhkan ponsel dari tempat tidur, dan ganti kebiasaan scrolling dengan membaca buku atau mendengarkan musik lembut. Penelitian oleh Mindlis et al. (2025) dalam "Adaptation of a sleep hygiene intervention for individuals with poor sleep and their companions" menunjukkan bahwa intervensi kesehatan tidur, seperti membatasi paparan layar dan menciptakan lingkungan tidur yang nyaman, dapat meningkatkan kualitas tidur secara signifikan. Bayangkan kamar tidur sebagai kuil ketenangan: tanpa gangguan layar, tubuh dan pikiran bisa benar-benar beristirahat.

Langkah lain adalah disiplin waktu layar. Cobalah aturan "tanpa gadget satu jam sebelum tidur" atau gunakan mode malam pada perangkat untuk mengurangi emisi cahaya biru. Ini bukan soal menjadi anti-teknologi, tetapi tentang mengendalikan teknologi agar tidak mengendalikan kita. Satirnya, kita sering kali lebih patuh pada algoritma media sosial daripada pada kebutuhan tubuh kita sendiri. Mengapa tidak mencuri kembali kendali itu? Jadwalkan waktu tidur yang konsisten, buat kamar tidur gelap dan sejuk, dan anggap malam sebagai waktu suci untuk melepas lelah, bukan untuk mengejar notifikasi.

Tidur berkualitas adalah pemberontakan kecil melawan dunia yang selalu menuntut kita untuk "terus terjaga". Di tengah hiruk-pikuk era digital, memilih tidur adalah memilih untuk menghormati diri sendiri. Malam bukan lagi milik layar, tetapi milik mimpi-mimpi yang menanti untuk dijalin. Mari kita genggam kembali kesehatan tidur, bukan sebagai tugas, tetapi sebagai pelukan hangat untuk jiwa yang lelah. Dengan sedikit disiplin dan banyak kasih sayang pada diri sendiri, kita bisa menjadikan tidur sebagai sahabat, bukan musuh yang terus kita hindari.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sherly Azizah