Pada Jumat (05/09/2025), tepat pada tenggat waktu yang ditentukan, DPR RI menggelar konferensi pers untuk menjawab 17+8 Tuntutan Rakyat yang disuarakan oleh berbagai kalangan masyarakat, aktivis, dan influencer. Aksi ini dipicu oleh kematian tragis Affan Kurniawan, yang menjadi simbol ketidakadilan sosial di tengah kemarahan publik terhadap tunjangan mewah anggota DPR—sekitar 10 kali upah minimum Jakarta. Namun, respons DPR dalam konferensi pers yang disiarkan kemarin malam menuai kritik tajam karena dianggap tidak memenuhi ekspektasi rakyat.
Tuntutan 17+8 muncul sebagai respons terhadap berbagai isu mendesak, mulai dari transparansi anggaran DPR, penghentian kriminalisasi demonstran, hingga reformasi besar-besaran institusi legislatif.
Sebanyak 17 tuntutan jangka pendek harus dijawab dalam satu minggu, sementara 8 tuntutan jangka panjang ditargetkan selesai pada 31 Agustus 2026. Latar belakang ini membuat publik menaruh harapan besar pada respons DPR, tetapi konferensi pers yang berlangsung justru memicu kekecewaan.
Janji kosong: tidak ada batas waktu yang jelas
Respons DPR dianggap tidak serius karena tidak memberikan batas waktu yang konkret untuk menindaklanjuti tuntutan. Pimpinan DPR hanya menyebut akan mengadakan rapat lanjutan, mengevaluasi, dan berkoordinasi dengan partai politik.
Janji-janji ini, yang sering kali bersifat normatif, dinilai hanya sebagai strategi untuk meredam tekanan publik tanpa komitmen yang nyata.
Ketiadaan komitmen waktu yang pasti pun menimbulkan keraguan publik bahwa DPR benar-benar berniat untuk memenuhi tuntutan. Apalagi, hal ini bukan kali pertama terjadi, di mana janji-janji politik sering kali tidak diiringi dengan implementasi yang terukur dan transparan. Kondisi ini kian memperkuat pandangan bahwa respons DPR hanya sebatas retorika politik untuk menunda atau menghindari tuntutan yang lebih substansial.
Hanya menanggapi tuntutan internal yang parsial
Dari 17 tuntutan jangka pendek, DPR hanya menyentuh poin-poin yang berkaitan dengan internal mereka, seperti penghentian tunjangan perumahan dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. Meskipun langkah ini terlihat positif, publik merasa bahwa hal ini tidak menjawab tuntutan utama yang berkaitan dengan reformasi struktural dan akuntabilitas.
Tuntutan krusial seperti reformasi struktural, transparansi penuh anggaran, dan jaminan upah layak bagi seluruh rakyat tidak disentuh sama sekali. Pilihan DPR untuk hanya menanggapi tuntutan yang paling mudah diimplementasikan mengindikasikan bahwa mereka mencoba melakukan "pemadam kebakaran" alih-alih menyelesaikan akar masalah. Hal ini memperkuat persepsi bahwa DPR lebih fokus pada upaya pencitraan daripada reformasi yang substantif.
Mengabaikan tuntutan terkait keadilan sosial
Salah satu poin paling penting dalam tuntutan rakyat adalah penegakan keadilan sosial. Hal ini termasuk pengusutan tuntas kasus kekerasan aparat terhadap demonstran dan penghentian kriminalisasi. Namun, isu-isu sensitif ini tidak dibahas sama sekali dalam konferensi pers. Pengabaian ini menjadi pukulan telak bagi publik, terutama bagi mereka yang berunjuk rasa dan menjadi korban kekerasan.
Akun X @vabyanfab menyatakan kekecewaannya, "Mereka bicara soal tunjangan, tapi lupa ada nyawa yang hilang. DPR tidak punya hati." Komentar ini mencerminkan sentimen luas bahwa DPR mengabaikan penderitaan rakyat dan lebih memprioritaskan kepentingan internal. Pengabaian ini juga menunjukkan adanya jurang antara representasi legislatif dan realitas yang dialami oleh masyarakat, yang semakin memperkuat rasa ketidakpercayaan.
Minimnya substansi dalam konferensi pers singkat
Siaran langsung konferensi pers kemarin dianggap sebagai bukti ketidakseriusan. Durasi yang sangat singkat ini membuat publik bertanya-tanya tentang seberapa besar komitmen DPR dalam menanggapi tuntutan yang begitu masif.
Kondisi ketiadaan jawaban dari DPR membuat banyak orang merasa waktu mereka terbuang percuma hanya untuk mendengarkan pernyataan yang tidak solutif. Reaksi di media sosial menunjukkan bahwa masyarakat merasa dipermainkan. Mereka berharap mendapatkan jawaban yang konkret dan terperinci, bukan hanya pernyataan-pernyataan umum yang sudah sering mereka dengar sebelumnya dari para politisi.
Konferensi pers yang bersifat satu arah
Konferensi pers ini bersifat satu arah, di mana pimpinan DPR hanya membacakan pernyataan resmi tanpa membuka sesi tanya jawab atau berdialog langsung dengan perwakilan massa. Pendekatan ini dinilai sebagai cara untuk menghindari pertanyaan sulit dan menghindari konfrontasi. Hal ini membuat banyak orang merasa tidak didengar dan menganggap DPR tidak mau mendengarkan aspirasi mereka.
Tanpa adanya dialog yang terbuka dan jujur, kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan ini akan semakin terkikis. Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas dalam komunikasi ini semakin memperkuat pandangan bahwa DPR bukanlah perwakilan rakyat.
Respons DPR terhadap Tuntutan Rakyat 17+8 telah menciptakan kegagalan komunikasi yang signifikan. Alih-alih meredam amarah, respons tersebut justru dianggap sebagai tindakan sinis dan tidak berempati. Jika DPR gagal menindaklanjuti dengan tindakan nyata dan konkret, gelombang protes yang lebih besar kemungkinan akan kembali terjadi. Tuntutan rakyat ini bukan sekadar seruan, melainkan tuntutan perubahan yang mendesak.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Tag
Baca Juga
-
5 Alasan Gachiakuta Wajib Ditonton, Anime Misteri Relate dengan Kehidupan!
-
5 Anime Sci-fi Paling Ikonik yang Tidak Kalah Apik dari Dandadan
-
Nasib Tragis Luffy di Elbaf: Spekulasi Panas Kalangan Penggemar One Piece
-
5 Buah Iblis Paling Absurd dan Sulit Dinalar di One Piece, Apa Saja?
-
Identitas Mana yang Lebih Nyata: Nama di WhatsApp atau Jabatan di LinkedIn?
Artikel Terkait
-
Temui Prabowo di Hambalang, Mensos Gus Ipul Beberkan Arahan Penting untuk Program Sekolah Rakyat
-
Monas Resmi Bisa Digunakan untuk Event Keagamaan, Ini Kata Pramono Anung
-
TAUD: Tuduhan Terhadap Delpedro Konspiratif, Penegakan Hukum Prematur untuk Cari Kambing Hitam!
-
Pendidikan Laras Faizati Khairunnisa: Dijadikan Tersangka Penghasutan Tanpa Klarifikasi
-
Olvah Alhamid Berharap RUU Perampasan Aset Segera Disahkan
Kolom
-
Meme Bahlil Dilaporkan, Warganet: Siap-Siap Satu Indonesia Masuk Penjara
-
Pandai Minta Maaf, tapi Nggak Pandai Berubah, Cermin Budaya Kita?
-
Tumbuh dengan Parenting VOC, Ternyata Tidak Seburuk Itu
-
Refleksi Hari Santri: Tantangan Pesantren Meneguhkan Integritas Pendidikan
-
Whoosh: Antara Kebanggaan Nasional dan Tuduhan Mark-Up
Terkini
-
Terungkap! 10 Ras Anjing yang Paling Mudah Dilatih, Cocok untuk Pemula
-
'Menuju Pelaminan', Film yang Bikin Sinefil Paham, Nikah Nggak Cukup Cinta
-
Novel Red Bromelia: Cinta yang Tak Lenyap Meski Ingatan Hilang
-
Bung Harpa Sindir Alex Pastoor: 'Kalau Tahu Tak Logis, Kenapa Diterima?'
-
Duo Korea Masuk Bursa Pelatih Thailand, Pasukan Gajah Perang Bakal Makin Sulit Ditundukkan!