Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Ilustrasi Manajemen Waktu (Stock Image)

Terbatasnya aktivitas di luar rumah karena pandemi Covid-19, membuat banyak orang harus melakukan semua kegiatan dari rumah. Alhasil banyak kegiatan di luar rumah seperti kerja dan sekolah yang harus dilakukan bersamaan dengan kegiatan di rumah. Akhirnya membuat orang kesulitan dalam mengelola waktu yang baik agar semua kegiatan dapat berjalan dengan baik.

Manajemen waktu merupakan suatu panduan yang terdiri dari perencanaan, pengendalian dan pengelolaan prioritas terhadap seberapa banyak waktu yang kita pakai dan gunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kita harus memahami nilai waktu  untuk berhasil dalam aspek kehidupan dan pekerjaan.

Orang yang membuang waktu adalah orang yang gagal dalam mengatur pola hidup dan citra mereka sendiri. Manajemen waktu sangat penting dilakukan dalam rutinitas sehari-hari karena memiliki banyak manfaat bagi kita. Sebagai contoh, dapat menghindarkan kita dari prokrastinasi dan stres yang berlebihan.

Prokrastinasi alias menunda pekerjaan nyatanya menjadi persoalan banyak orang. Saat memiliki tugas yang segera mesti diselesaikan, sering kita justru memilih mengerjakan hal lain yang seharusnya dikesampingkan. Biasanya, ketika sering menunda pekerjaan kita dihantui dengan rasa takut dan stres yang berlebihan karena cemas akan pekerjaan yang belum terselesaikan tersebut.

Selain itu, manajemen waktu mampu membuat kita menyelesaikan banyak hal dan mengurangi waktu terbuang sia-sia. Hal itu karena dengan manajemen waktu, kita mampu menempatkan dan mengelola prioritas kerjaan berdasarkan tenggat waktunya.

Jika kita sudah mampu melakukan hal tersebut, kita akan terlatih untuk menggunakan waktu sebaik mungkin untuk melakukan hal-hal produktif dan tidak membuang waktu dengan sia-sia.

Lantas, bagaimana menerapkan manajemen waktu? Ada sebuah teknik manajemen waktu yang disebut Eisenhower Decision Matrix, yang diciptakan oleh Dwight Eisenhower. Inti dari teknik ini adalah bagaimana kita bisa melakukan manajemen waktu dengan lebih baik, dengan memisahkan hal-hal yang kita lakukan ke dalam empat buah kategori.

Keempat kategori tersebut dibagi berdasarkan seberapa mendesak dan seberapa penting kegiatan yang harus dilakuka. Berikut adalah 4 kategori Eisenhower Decision Matrix:

1. Penting dan mendesak

Dalam kategori ini, kamu hanya boleh memasukkan hal-hal yang sangat penting dan wajib kamu selesaikan hari itu. Sebagai contoh, kamu memiliki tugas untuk menyelesaikan draft skripsi sebagai syarat kelulusan sebagai mahasiswa dan tenggat waktunya adalah yang paling dekat diantara kegiatan lainnya. Oleh karena itu, kamu harus melakukannya sekarang juga tanpa harus ada pertimbangan untuk menundanya karena itu sangat penting dan mendesak.

2. Penting namun tidak mendesak

Pada kategori ini masukkan kegiatan-kegiatan penting namun memiliki tenggat waktu yang cukup lama. Kamu diminta untuk dapat memutuskan kegitan penting mana yang dapat dilakukan secara bertahap karena memiliki jangka waktu yang cukup lama.

Misalnya, ketika kamu masih mahasiswa baru pada semester satu dan berencana untuk lulus tepat waktu di tahun keempat kuliah. Kamu harus menyusun rencana dan mulai menyicil secara bertahap agar target tersebut dapat terlaksana sesuat rencana. Hal yang harus diwaspadai adalah budaya menunda-nunda waktu. Proses mencicil dalam pekerjaan yang tidak mendesak sangat penting agar kamu tidak keteteran ketika tenggat waktu sudah dekat.

3. Mendesak namun tidak penting

Kategori ini berisi hal-hal yang tidak penting namun tetap harus dikerjakan. Misalnya, temen kamu meminta tolong untuk membantunya mengerjakan tugas yang tenggat waktunya sudah sangat dekat. Hal tersebut tidak penting bagi kamu, tetapi sangat mendesak untuk diselesaikan demi keselamatan nilai teman kamu.

Ketika kamu tidak mampu mengerjakannya, kamu bisa  mencoba untuk mendelegasikan tugas tersebut kepada orang lain, coba berikan rekomendasikan orang lain kepada teman kamu yang mampu menjawab kebutuhan dia.

Selain itu, kamu bisa memberikan berbagai referensi kepadanya agar dapat mengerjakan sendiri, atau juga kamu dapat mengatakan tidak kepada teman kamu dengan beberapa alasan

4. Tidak mendesak dan tidak penting

Pada kategori ini berisi kegiatan-kegiatan yang tidak wajib kamu lakukan, atau boleh dilakukan, tetapi harus tahu batasnya. Misalnya, bermain video game, berselancar di media social, dan rebahan.

Hal itu karena kamu harus memberikan melakukan relaksasi untuk dirimu setelah sibuk menjalani rutinitas “Nine to Five” sebagai bentuk apresiasi diri.

Tips lainnya adalah pentingnya waktu istirahat. Satu hal yang harus kamu ingat adalah kamu manusia, bukan robot. Oleh karena itu, kamu memerlukan waktu istirahat untuk meremajakan tubuhmu sembari mengisi ulang tenaga setelah dipakai untuk berkegiatan sehari-hari.

Kemudian, pilah-pilih aktivitas. Kamu harus mengukur kapasitas dan kemampuanmu dalam mengambil tawaran kegiatan yang ada di depan mata. Jangan sampai terlalu banyak mengambil, tetapi tidak sanggup menjalaninya. Hal itu dapat berdampak buruh bagi kesehatan fisik dan mental kamu yang terbebani banyak kegiatan yang tidak sesuai kapasitas diri.

Tips terakhir adalah belajar bilang “tidak” dan mendelegasikan tugas. Beberapa orang dianugrahi sifat altruisme di dalam dirinya. Altruisme ini adalah suatu  perilaku yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, perilaku ini diperkuat dengan keinginan serta tekad yang dimiliki untuk mencapai tujuan mensejahterakan orang lain. 

Altruisme ini erat kaitanya dengan sesuatu yang banyak banget terjadi saat ini di sekitar kita, yaitu sulitnya mengatakan “tidak” atau yang biasa dikenal people pleaser.  

Mulai belajarlah untuk mengatak tidak dan mendelegasikan setiap kegiatan yang tidak mampu lakukan, namun kamu haris memiliki alasan-alasan yang dapat diterima kedua belah pihak.

Hal itu karena kultur sifat altruisme atau people pleaser bukanlah hal yang baik bagi diri kamu, perilaku menolong yang seharusnya memberikan rasa nyaman, bahagia, malah membuatmu merasa tidak berdaya bahkan dapat mempengaruhi kesehatan mental.    

Oleh : Affan Syafiq/Mahasiswa Universitas Indonesia.