Mungkin sudah menjadi sifat asli manusia untuk mudah dalam membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal ini wajar namun akan menjadi bermasalah ketika menciptakan stres yang tidak perlu, membuat harga diri menjadi rendah, apalagi sampai menimbulkan kecemasan.
Faktanya, “Salah satu hambatan mendasar bagi kesejahteraan kita adalah perbandingan sosial,” Timothy Bono, Ph.D., seorang profesor psikologi di Universitas Washington di St. Louis dan penulis When Likes Are't Enough: A Crash Course dalam Science of Happiness, dikutip dari Thrive.
Kita tidak bisa lepas dari perbandingan dengan anggota keluarga, teman, teman sekolah, rekan kerja, dan tetangga. Selain dibandingkan dengan orang-orang di komunitas, sekolah, dan/atau pekerjaan Anda, seseorang biasanya juga memiliki akses ke media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Linkedin di mana pencapaian dan kemenangan semua orang ditampilkan sepenuhnya.
Munculnya hal ini menimbulkan fenomena baru yaitu Social Comparison Trap atau Perangkap Perbandingan Sosial klaster baru, dimana seseorang akan sibuk untuk membandingkan dirinya sendiri dengan apa yang orang lain capai atau telah lakukan hanya berdasarkan postingan di media sosial.
Membandingkan diri kita sendiri dapat menjadi cara yang sehat untuk mengukur di mana Anda berada atau sebagai alat untuk menetapkan tujuan baru karena Anda. Namun sebaliknya, tidak jarang yang justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan berujung pada stres dan depresi.
Banyak orang yang mulai merasa tertekan tentang kehidupan mereka ketika setiap detik di feed media sosial mereka melihat orang-orang yang tengah bersenang-senang. Perbandingan yang tidak sehat dapat mulai muncul di benak seseorang di mana mereka menjadi sangat kritis terhadap diri mereka sendiri, membenci hidup mereka, bahkan menyesali keputusan yang telah mereka buat.
Namun perlu diingat tidak semua yang tampil di media sosial adalah nyata, bisa jadi postingan tersebut telah di edit sedemikian rupa atau ada hal yang tidak diceritakan di dalamnya.
Melansir dari Genesis Psychiatric Solution, berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu Anda keluar dari jebakan perbandingan:
1. Tanyakan diri Anda untuk apa melakukan perbandingan
Jika perasaan iri atau dengki berkembang, coba tanyakan apa akar penyebab perasaan tersebut? Cobalah menulis dalam catatan harian untuk menuangkan pikiran ke dalam kertas sehingga Anda dapat merefleksikan perasaan tersebut. Jika Anda merasa terlalu dalam untuk memahaminya, coba pertimbangkan untuk meminta bantuan terapis yang mungkin dapat berbicara tentang penyebab sebenarnya dari perasaan Anda.
2. Berlatih menjadi bahagia atas pencapaian orang lain
Kembangkan pola pikir bahwa orang lain berhak atas kesuksesan mereka atau bahwa kerja keras mereka sudah terbayar. Belajarlah dengan sungguh-sungguh untuk "menyukai" atau memberi selamat kepada teman-teman Anda atas pencapaian atau saat-saat menyenangkan mereka karena itu memang pantas untuk dilakukan oleh siapa saja. Ingatlah bahwa kita tidak selalu tahu apa yang orang alami dalam hidup mereka atau apa yang telah mereka lakukan untuk mencapai pencapaian tersebut.
3. Kembangkan pola pikir, bahwa Anda juga memiliki kebahagiaan sendiri
Jika memang Anda mampu untuk melakukannya, maka lakukanlah. Anda juga berhak untuk bahagia, tetapi jangan sampai harus dengan cara "membenci" kemajuan orang lain. Anda bisa ingat-ingat kembali kira-kira apa yang telah Anda capai dan jadikan patokan bahwa Anda juga pernah merasakan berbagai kebahagiaan.
4. Bandingkan diri Anda dengan masa lalu Anda
Anda dapat melacak kemajuan Anda sendiri. Jika Anda berhasil melihat dari mana Anda berasal, hal ini bisa menjadi dorongan kepercayaan diri bahwa Anda adalah seseorang yang juga mampu untuk sukses. Jika Anda telah mengalami kemunduran, luangkan waktu untuk dan buat rencana tindakan untuk kembali ke diri Anda sebelumnya.
5. Kurangi konsumsi media sosial jika diperlukan
Jika media sosial, terlalu banyak menguras waktu dan pikiran Anda, pertimbangkan untuk berhenti sejenak atau mempersingkat jumlah waktu yang Anda habiskan di platform tersebut, atau bisa dengan menghapusnya agar tidak lagi menggangu kehidupan Anda.
Sumber:
Dr. Ifeanyi Olele. The Social Media Comparison Trap. Diakses pada 10 September 2021 melalui Genesis Psychiatric Solution.
Baca Juga
-
Ramai Dibicarakan, Apa Sebenarnya Intrusive Thoughts?
-
Menjamurnya Bahasa 'Gado-Gado' Sama dengan Memudarnya Jati Diri Bangsa?
-
7 Tips Efektif Menjaga Hubungan agar Tetap Harmonis saat Pacar PMS, Cowok Wajib Tahu!
-
Sering Merasa Lelah Akhir-akhir Ini? 5 Hal ini Bisa Jadi Penyebabnya
-
Kuliah sambil Healing, 2 Universitas Negeri Terbaik di Malang Versi THE WUR 2023
Artikel Terkait
-
Hidup Ikut Standar Konten Media Sosial: Antara Hiburan dan Racun Sosial
-
Komdigi Gandeng UNICEF Terapkan Aturan Baru Batasi Anak Main Medsos
-
Kisah Mbah Tupon dan Pelajaran Kewaspadaan dari Ulah Mafia Tanah
-
Fenomena Pengalihan Isu: Senjata Rahasia Elite Politik untuk Lolos dari Kontrol Publik?
-
Pemerintah Minta Orang Tua Tunda Kasih Anak Main Medsos
Lifestyle
-
From Basic to Trendy, Ini 4 Padu Padan Outfit ala Jeno NCT yang Patut Dicoba!
-
4 Ide Outfit ala Sung Hanbin ZEROBASEONE, Lebih Suka Gaya Edgy atau Clean?
-
Biar OOTD Nggak Boring, Coba Sontek 4 Daily Look Kim E Jun Ini!
-
3 Inspirasi Outfit ala Shin Si Ah Pemain Resident Playbook, Super Kalem!
-
Dear Writer, 5 Tools Ini Bisa Bikin Performa Menulis Lebih Keren
Terkini
-
Mongolian Culture Center, Mengulik Budaya khas Mongol di Banten
-
6 Tahun Berlalu, Sekuel Film Alita: Battle Angel Masih Berpeluang Digarap
-
Ulasan Film Drop: Kencan Romantis yang Berubah Jadi Thriller Menegangkan
-
PHK Massal Industri Media: Apakah Salah Media Sosial dan AI?
-
Skuad Indonesia di Taipei Open 2025, Ada Debut Apri/Febi dan Verrell/Lisa