Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Susanti ..
Ilustrasi pasangan abusive. (pexels.com/Timur Weber)

Terkadang orang yang terlibat hubungan toksik ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Ketika berhasil melepaskan diri bertahun-tahun lamanya dari jeratan hubungan asmara yang gak sehat, kemudian banyak omongan yang menyalahkan dirinya seperti kalimat, “Kemarin emang ke mana aja, kok, baru sekarang pisahnya?”.

Rasanya kejam sekali kalimat seperti tadi diucapkan pada korban hubungan toksik. Karena terdapat kondisi di mana korban gak bisa lepas meskipun sudah menderita lama. Dibutuhkan keberanian besar untuk mengambil risiko agar bisa lepas dari pasangan toksik.

Lalu, apa saja penyebab seseorang susah melepaskan diri dari hubungan toksik?

Berikut 3 penyebab seseorang susah melepaskan diri dari hubungan toksik:

1. Pasangan sangat manipulatif

Salah satu ciri pasangan toksik, yakni sifatnya sangat manipulatif. Sekalipun salah, ia pintar sekali bersilat lidah membuat korbannya yang justru merasa bersalah dan meminta maaf.

Hal inilah yang sering membuat korban hubungan toksik terjebak lama di hubungan yang penuh derita tersebut. Ia jadi tidak yakin dengan pemikirannya sendiri atau nilai yang ia anggap benar, karena selalu dipatahkan oleh pasangan manipulatif. Akhirnya, korban merasa kalau hubungan yang toksik itu normal-normal saja, meskipun menderita lahir batin.

2. Pasangan mengancam

Ancaman sering banget dijadikan senjata oleh pasangan toksik, yang menyebabkan korbannya susah lepas dari jeratan hubungan yang gak sehat tersebut. Ancaman yang kerap dilancarkan oleh pelaku, yakni mengancam akan bunuh diri bila korbannya putus atau meninggalkannya.

Selain itu, ancaman berupa penyebaran video seksual juga kerap jadi senjata ampuh yang bikin korban harus menderita bertahun-tahun di asmara yang menyakiti. Hal ini juga bisa menjadi pelajaran untuk tidak melakukan hubungan seks pra nikah, karena risikonya tinggi, terutama bagi perempuan.

3. Merasa tak layak dicintai

Biasanya pasangan toksik akan berusaha mendominasi kehidupan korban sampai ia sangat bergantung padanya. Setelah itu, pelaku akan berusaha memanipulasi mental korban untuk meyakinkan kalau dia harusnya bersyukur punya pelaku yang mau mencintainya.

Pasangan yang toksik demi membuat korban bertahan akan terus melancarkan berbagai kekerasan verbal yang gunanya menjatuhkan mental korban supaya dia merasa gak layak dicintai dan mendapat pasangan yang normal (tidak toksik). Inilah kenapa korban hubungan asmara toksik biasanya sulit sekali lepas dari jeratan pelaku.

Semoga dengan membaca uraian tadi, kita gak lagi enteng menghakimi korban ketika dia baru lepas dari jeratan hubungan asmara toksik setelah sekian lama. Kita gak tahu bagaimana perjuangannya untuk bisa lepas dari jeratan hubungan yang menyakitkan tersebut. Mari jadi pribadi lebih baik dan bijaksana, yuk!

Susanti ..