Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Rizki Lestari
Ilustrasi iri hati (pexels/liza summer)

Sudah salah tapi tetap berkeras hati di jalan yang sama, tidak mau dikasih solusi dan bebal. Mungkin itu gambaran sederhana dari "si ngeyel".

Tapi coba kita kesampingkan rasa frustasi menasehati mereka, dan lihat masalah dari sudut pandang mereka. Mungkin kita akan sedikit lebih paham.

Kesal bukan jika nasehat kita dinilai negatif oleh orang-orang ini? Sama saja, mereka juga merasa seperti itu saat kita berusaha merubah mereka. Pasti ada sebab musabab seseorang bisa menjadi ngeyel.

Berikut 3 cara ampuh menghadapi sikap keras hati tersebut, dilansir dari Wikihow.

1. Pahami kalau dia tidak seberuntung kita

Bisa jadi ia tumbuh di desa terpencil, sementara kita tumbuh di kota besar. Pastinya cara pandang terhadap cara bertahan hidupnya berbeda dengan kita.

Dia tidak mendapat akses pendidikan yang cukup tinggi untuk mengerti kalau uang lebih baik diinvestasikan daripada sekedar ditabung. Sementara kita punya akses dan ilmu untuk menganakkan uang dengan cara tersebut.

Si ngeyel tidak seberuntung kita, dan kita harus paham kalau dia senang dengan hidupnya yang begitu.

2. Pandang suatu konflik dari sudut pandangnya

Menyikapi suatu masalah dan memecahkannya adalah suatu keahlian. Dan caranya pun bervariasi. Seperti matematika, banyak sekali cara untuk menuju satu angka yang sama.

Dari sudut pandang kita, puasa tanpa sahur mungkin tidak apa-apa, kita bisa menjalankannya. Tapi bagi mereka yang memiliki penyakit ginjal atau diabetes, mereka perlu air agar punggung mereka tidak sakit nanti, mereka perlu makanan agar gula darahnya tidak drop di tengah puasa.

3. Ingat kata-kata Alberts Einstein ini

Seperti yang dikatakan Albert Einstein, “Semua orang itu genius. Tetapi bila Anda menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, maka ia akan menjalani seluruh hidupnya dengan keyakinan bahwa ia bodoh.”

Bisa jadi si ngeyel keras kepala kalau bumi itu datar kepada kita. Tapi dia sangat jago di bidang seni, menggurat sketsa dan melukis. Mereka cerdas di bidang yang mungkin kita tidak bisa lakukan.

Bedanya, saat kita tidak mengerti apapun tentang hal yang dia kuasai, kita tidak ngeyel dan memaksakan kehendak.

Tujuan kita bukan untuk membuat mereka paham dan melakukan apa yang kita katakan, tapi untuk membuat diri sendiri merasa tenang dan waras sekaligus menjaga perasaan mereka. Dengan begitu kita akan mendapat ketenangan jiwa karena bebas dari rasa frustasi dan perasaan bersalah.

Mungkin banyak yang bilang, "biarkan saja". Tapi jika si ngeyel ini adalah orang yang benar-benar membutuhkan kita, apa tega tidak membantunya? Gunakan nurani dan logika secara seimbang agar tetap waras selagi membantu mereka, ya!

Semoga bermanfaat!

Rizki Lestari