Negara Jepang atau yang sering dijuluki dengan negara sakura kini menjadi perbincangan internasional. Pasalnya, banyak sekolah tutup karena kurangnya siswa yang bersekolah. Dengan kata lain di Jepang mengalami degradasi populasi penduduk Jepang. Berdasarkan survey pemerintah Jepang pada tahun 2014 menunjukkan 46,2% menganggap cinta terlalu rumit, 45,1% lebih mementingkan hobi daripada hubungan asmara, 32,9% mengatakan mereka ingin fokus pada pekerjaan dan kuliah, sedangkan 28% lainnya mengaku tidak tertarik dengan hubungan asmara
Selain rendahnya ketertarikan warga Jepang untuk menjalin hubungan asmara, tetapi terdapat juga 32,9% lebih ingin fokus pada pekerjaan dan kuliah, inilah yang menjadi karakter warga Jepang sebagai orang “gila kerja” atau sering disebut dengan workaholic. Selain mengancam populasi di suatu negara apa saja bahaya maupun dampak buruk menjadi workaholic? Yuk simak pembahasannya
1. Stres Berlebihan
Warga Jepang sering dikenal dengan kedisplinan yang tinggi dan memiliki jiwa kompetitif. Dilansir dari lazuardi.sch.id Jepang adalah salah satu negara yang memiliki jam kerja paling lama di dunia yaitu 8 jam per hari dan 40 jam per minggu. Dengan beratnya jam kerja Jepang membuat warga Jepang stres berlebihan yang imbasnya banyak orang meninggal karena terlalu banyak kerja yang sering disebut dengan karoshi.
2. Kehilangan Keseimbangan Hidup
Seorang workaholic cenderung mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri seperti olahraga, waktu bersosialisasi, dan waktu untuk bersantai. Workaholic di Jepang sering menghabiskan banyak waktu di tempat kerja dan kurang banyak waktu untuk memikirkan hubungan asmara yang mau dijalin.
Dilansir dari buddyku.com, kendati pun memiliki 16 hari libur per tahunnya tetapi antusias warga Jepang untuk terus bekerja. Akibatnya bekerja dengan terus menerus juga dapat memicu masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit punggung, dan resiko penyakit lainnya
3. Rendahnya Produktivitas
Walaupun seorang workaholic dianggap sebagai gila kerja dan dianggap sebagai orang paling produktif. Namun, hal itu tidak sepenuhnya benar, dengan tingginya jam kerja di Jepang menyebabkan warga Jepang kurang memiliki waktu istirahat dan waktu me-refresh diri dalam mengupgrade stamina. Produktivitas bisa menurun dan kinerja pun menjadi buruk.
Dari kasus negara Jepang membuat kita sadar bahwa bekerja secara berlebihan memiliki dampak buruk bagi diri sendiri bahkan menyambar pada negara yang mengancam populasi negara.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Tim PPK Ath-thobib Universitas Jambi Ubah Rumah Terlantar Jadi Wadah Ekspansi Anti-Stunting
-
Resmi! Tim PPK Ormawa Opening Program STARLING Guna Turunkan Risiko Stunting
-
Kompak! Mahasiswa Universitas Jambi dan Warga Legok Beraksi Goro Toga Tangkul
-
Cegah Stunting: Penyuluhan Stunting dan PHBS Disambut Antusias Warga Legok Jambi
-
Begini Kata Mantan Direktur WHO tentang Pandemi di Seminar Internasional FKIK UNJA
Artikel Terkait
-
Jepang Diterpa Kabar Buruk, Pemain Andalan di Arsenal Harus Absen saat Jamu Timnas Indonesia
-
Sanken Tutup Pabrik di RI Juni 2025
-
Ucapan 'Ndasmu' Prabowo Tuai Kritik, Joko Anwar: Indonesia Krisis Keteladanan
-
Piala Asia U-20: Saat Raksasa Asia Harus Pertaruhkan Nasib Sampai Pertarungan Terakhir
-
Waspada! Virus Ensefalitis Jepang Kembali Muncul di Australia, Ancam Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
-
Microcredentials vs Sertifikat Online, Mana Menjanjikan di Dunia Kerja?
-
4 Serum dengan Tranexamic Acid untuk Warna Kulit Lebih Merata, Wajib Coba!
-
5 Tinted Lip Balm untuk Cover Bibir Hitam, Semua di Bawah Rp100 Ribu!
-
6 Dilema Anak Bungsu: Antara Ekspektasi Keluarga dan Cita-Cita Pribadi
-
4 Padu Padan Outfit Minimalis dari Jinyoung B1A4, Sederhana tapi Menawan!
Terkini
-
7 Karakter Penting dalam Drama China Blossom, Siapa Favoritmu?
-
Tak Sekadar Tontonan, Ternyata Penulis Bisa Banyak Belajar dari Drama Korea
-
Rinov/Pitha Comeback di Kejuaraan Asia 2025, Kembali Jadi Ganda Campuran Permanen?
-
Buku She and Her Cat:Ketika Seekor Kucing Menceritakan Kehidupan Pemiliknya
-
Madura United Dianggap Tim yang Berbahaya, Persib Bandung Ketar-ketir?