Sekar Anindyah Lamase | Gabriella Keisha
Ilustrasi Greenwashing (Canva)
Gabriella Keisha

Kini semakin banyak merek yang mengaku ramah lingkungan, tapi benarkah mereka peduli, atau hanya sekadar pencitraan?

Dalam beberapa tahun terakhir, isu lingkungan menjadi sorotan. Isu ini bukan lagi milik aktivis atau komunitas pecinta alam saja, tapi juga merambah ke rak-rak supermarket dan iklan-iklan yang berseliweran di Instagram. 

Tiba-tiba saja, segala sesuatu jadi “hijau”: sabun cuci piring diklaim ramah lingkungan, kemasan kopi diganti warna coklat daur ulang, dan produk-produk fashion mulai mencantumkan embel-embel “sustainable”.

Namun di balik itu semua, muncul pertanyaan besar: benarkah mereka benar-benar peduli lingkungan, atau sedang memainkan trik marketing bernama greenwashing?

Istilah greenwashing mungkin belum terlalu akrab di telinga banyak orang, tapi praktiknya bisa dibilang sedang marak terjadi. Greenwashing adalah ketika perusahaan atau brand mencitrakan diri seolah-olah peduli lingkungan, padahal kenyataannya tidak. 

Mereka menggunakan kata-kata seperti “eco-friendly”, “natural”, “organik”, atau “green” sebagai label penarik perhatian, tanpa dukungan bukti yang jelas dan kredibel.

Misalnya, sebuah produk perawatan tubuh mengklaim menggunakan bahan alami, tapi tidak pernah transparan soal proses produksinya. Atau, sebuah merek baju membuat satu koleksi daur ulang, sementara lini lainnya masih diproduksi massal dengan bahan yang tidak ramah lingkungan. 

Di sinilah konsumen bisa dengan mudah tertipu, merasa sudah “berkontribusi” pada bumi, padahal sedang dimanfaatkan secara halus.

Yang lebih berbahaya, greenwashing bisa membuat kepercayaan publik terhadap gerakan keberlanjutan jadi menurun. Ketika terlalu banyak merek bicara soal kelestarian lingkungan hanya sebagai gimik, orang mulai meragukan semua yang mengusung nilai tersebut, termasuk yang memang benar-benar tulus.

Lalu, bagaimana caranya agar kita tidak menjadi korban?

Melalui Sucofindo.co.id, ada beberapa strategi agar kamu bisa lebih kritis dan jeli sebagai konsumen:

1. Periksa sertifikasi dari lembaga independen. Jangan mudah percaya pada label yang terdengar “hijau” tapi tidak punya landasan.
2. Tanyakan bukti konkret: apa benar bahan bakunya alami? Apakah proses produksinya ramah lingkungan?
3. Waspadai klaim berlebihan, seperti “100% green” atau “pasti aman untuk bumi” — ini biasanya terlalu indah untuk jadi kenyataan.
4. Bandingkan dengan produk sejenis: harga yang terlalu murah bisa jadi indikasi ada praktik yang dikorbankan di balik layar.
5. Lihat konsistensi merek, bukan hanya satu kampanye saja. Perusahaan yang benar-benar peduli biasanya juga transparan dan terbuka dalam jangka panjang.

Jadi, sebelum membeli sesuatu hanya karena terlihat “eco-friendly”, ada baiknya kita bertanya lebih dalam. Karena peduli lingkungan bukan sekadar tren, ini soal masa depan bumi. Untuk menjaganya, kita juga harus jadi konsumen yang cerdas, bukan hanya konsumen yang mudah terkesima.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS