M. Reza Sulaiman
Ilustrasi curiga, trust issues. (pexels.com/Budgeron Bach)

Seberapa sering kamu dengar atau bahkan bilang sendiri, "Ah, gue trust issues-an orangnya"? Istilah ini rasanya sudah jadi semacam "kartu sakti" yang kita keluarkan setiap kali merasa curiga, dikecewakan, atau sekadar malas membuka diri. Kedengarannya memang keren dan kekinian.

Tapi, di balik istilah yang sering kita pakai buat candaan ini, ada sebuah kondisi psikologis yang jauh lebih kompleks dan serius. Ini bukan lagi soal susah percaya sama pacar doang.

Kalau dibiarkan, trust issues bisa merusak hubungan pertemanan, keluarga, bahkan kariermu.

Biar nggak salah kaprah lagi, yuk kita bedah tuntas apa itu trust issues yang sebenarnya!

Jadi, Apa Sih Sebenarnya Trust Issues Itu?

Sederhananya, trust issues adalah kondisi saat kamu kesulitan luar biasa untuk memercayai orang lain, meskipun nggak ada bukti nyata kalau mereka bakal berkhianat. Ini adalah sebuah pola psikologis yang lebih dalam.

Kamu cenderung selalu waspada berlebihan, curiga sama niat baik orang, dan punya ketakutan konstan akan disakiti secara emosional.

Sikap ini sebenarnya adalah mekanisme pertahanan diri. Otakmu seolah membangun "benteng" super tinggi biar nggak ada lagi yang bisa melukaimu. Masalahnya, benteng ini juga ikut menghalangi kebahagiaan dan koneksi tulus untuk masuk.

'Pabrik' Trust Issues: Kenapa Seseorang Bisa Jadi Super Curigaan?

Trust issues itu tidak muncul dari langit. Kondisi ini biasanya lahir dari "luka-luka" di masa lalu. Ini dia empat "pabrik" utamanya:

1. Luka dari Pengkhianatan Masa Lalu

Ini penyebab paling umum. Pernah dikhianati, dibohongi, atau dikecewakan habis-habisan oleh orang yang sangat kamu percaya (pacar, sahabat, keluarga) bisa meninggalkan bekas luka yang dalam. Otakmu jadi belajar, "Percaya sama orang itu berbahaya."

2. 'Cetakan' dari Pola Asuh & Masa Kecil

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak stabil, penuh konflik, atau diabaikan secara emosional, cenderung sulit merasa yakin bahwa orang lain bisa diandalkan. Mereka tidak pernah punya "contoh" hubungan yang aman dan penuh kepercayaan.

3. 'Bekas Luka' dari Trauma Emosional

Pengalaman traumatis seperti pelecehan, perundungan (bullying), atau terjebak dalam hubungan yang super toxic juga bisa jadi pemicu. Luka psikologis ini membuat seseorang jadi super protektif dan melihat semua hubungan baru sebagai potensi ancaman.

4. 'Efek Samping' dari Kondisi Mental Lain

Kadang, trust issues juga jadi "paket bonus" dari kondisi kesehatan mental lain, seperti gangguan kecemasan (anxiety), depresi, atau gangguan kepribadian. Kondisi ini bisa membuat caramu menafsirkan niat orang lain jadi lebih negatif dari kenyataan.

Dampak Nyata yang Bisa Merusak Hidupmu

Kalau dibiarkan, "penyakit" ini bisa merusak banyak aspek dalam hidupmu:

Hubungan Jadi Penuh Drama (atau Malah Nggak Ada Sama Sekali): Kamu jadi sering curigaan, butuh diyakinkan terus-menerus, atau malah sabotase hubunganmu sendiri karena takut disakiti duluan. Akibatnya? Hubungan jadi nggak stabil atau kamu justru memilih untuk nggak punya hubungan sama sekali.

Bikin Lelah Mental: Terus-menerus waspada dan curiga itu super menguras energi. Pikiranmu jadi nggak pernah benar-benar tenang.

Mendorongmu Jadi 'Ansos': Demi melindungi diri, kamu mungkin jadi menarik diri dari lingkungan sosial. Kamu jadi enggan kenalan sama orang baru dan lebih memilih untuk sendirian, yang justru bisa memperburuk kesehatan mentalmu.

Menghambat Karier: Di dunia kerja, kolaborasi dan kepercayaan itu kunci. Kalau kamu sulit percaya sama rekan kerja, kamu akan kesulitan bekerja dalam tim dan produktivitasmu bisa menurun.

Trust issues itu bukan sekadar personality quirk atau label gaul. Ini adalah kondisi nyata yang butuh perhatian. Langkah pertamanya adalah dengan menyadari polanya. Dan kalau kamu merasa "benteng"-mu sudah terlalu tinggi sampai kamu nggak bisa bahagia, jangan pernah ragu untuk mencari bantuan profesional, ya!

(Flovian Aiko)