Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Mendikbud Nadiem Makarim. (Antara)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Jumat (29/11/2019), memberikan materi pada kegiatan Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah di Jakarta yang dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Guru Nasional tahun 2019 yang berlangsung pada 27-30 November 2019, dengan mengangkat tema “Innovative School Leadership to Improve Student Learning aand Wellbeing”.

Dalam materi yang dipaparkan oleh Nadiem, yang menjadi fokus pembicaraannya adalah bagaimana Kepala Sekolah dan Pengawas selaku pemimpin dapat menjadi pemimpin yang baik. Nadiem menyebutnya dengan teori kepemimpinan 2.0.

Berikut yang perlu dilakukan Kepala Sekolah dan Pengawas sebagai pemimpin dengan menerapkan teori kepemimpinan 2.0 seperti dirangkum dari Youtube Kemendikbud:

Perubahan paradigma

Nadiem mengatakan bahwa pemimpin saat ini perlu merubah paradigma kepemimpinan yang awalnya penguasa, pengendali, dan regulator menjadi paradigma kepemimpinan melayani.

“Kita sebagai pimpinan, harus membantu bawahan kita. Ini mungkin perubahan dasar yang terpenting. Setiap kali kita berinteraksi, pertanyaan pertama adalah apakah saya telah membantu bawahan dalam mengerjakan tugasnya,” terangnya.

Fokus pada siswa sebagai end user

Siswa dalam organisasi pendidikan memiliki posisi sebagai end user dimana dampak dari seluruh kebijakan yang dilakukan pada pendidikan berdampak pada siswa. Nadiem pun menegaskan bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin perlu menanyakan terlebih dahulu apa dampak positif kepada siswa disetiap keputusannya

"Sebelum kita melakukan keputusan, mengerahkan anggaran, membuat acara, atau membuat pidato, pertanyakan terlebih dulu apa dampak positifnya kepada para siswa. Kalau jawabannya tidak ada, ya jangan dikerjakan," tegas Nadiem.

Menciptakan lingkungan yang aman

Pemimpin di sini diajak untuk menciptakan lingkungan yang aman untuk para guru berinovasi dan tidak takut akan kegagalan. Dari hal ini dapat membangun budaya inovatif di dalam organisasi pendidikan.

"Lingkungan yang aman untuk bawahannya mencetuskannya gagasannya, mengritik atasannya, mencoba sesuatu yang baru dengan kemungkinan gagal. Aman untuk melakukan sesuatu yang baru walaupun ada risiko gagal," jelas Nadiem.

Bertanya kepada bawahan bagaimana sebaiknya menjadi pemimpin yang baik

"Kita harus menanyakan kepada bawahan, peer, dan end user kita satu pertanyaan penting. Bagaimana saya bisa menjadi pemimpin yang baik untuk Anda?" tanya Nadiem.

Menciptakan kondisi di kelas

Kegiatan pendidikan terjadi di kelas. Oleh karena itu, pemimpin sebaiknya mengerti kondisi kelas dan ikut terlibat dalam proses pembelajaran di kelas.

Nadiem mengatakan, "Kita jangan sampai lupa bahwa apa yang berdampak pada pembelajaran siswa itu hanya terjadi di satu ruang. Bukan di ruang meeting, kantor dinas, di kementria, pemda, tapi di dalam kelas."