Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Flonia Sevaeviani
Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) demo di depan kantor DPRD Kabupaten Sintang

Seminggu terakhir seruan “Peladang Bukan Penjahat” sangat ramai diperbincangkan di daerah Sintang. Dalam seminggu ini ratusan demonstran yang terdiri atas mahasiswa dari sejumlah kampus dan ormas yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP), menggelar beberapa aksi kemanusiaan. Beberapa aksi ini dimulai dari demo di kantor DPRD Kabupaten Sintang, Selasa pagi (19/11/2019), serta demo yang dilakukan di Pengadilan Negeri Kabupaten Sintang,  Kamis pagi (21/11/2019).

Dalam aksinya di DPRD, massa membela 6 peladang yang didakwa dalam Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Pengadilan Negeri Kabupaten Sintang. Koordinator massa, Marsianus dalam orasinya mengatakan bahwa ditangkapnya 6 peladang merupakan diskriminasi terhadap peladang, mengingat berladang dilakukan hanya untuk mencari sesuap nasi.

“Kami minta pemerintah dan DPRD Sintang peduli dengan nasib peladang yang sedang menjalani proses hukum” ungkap Marsianus.

Aksi di DPRD ini menyampaikan empat poin tuntutan. Adapun poin-poin tuntutan tersebut ialah:

  1. Menuntut pada Kejaksaan Negeri Sintang bahwa sesuai Perbup Nomor 57 Tahun 2018, dan
    kearifan lokal masyarakat Kabupaten Sintang, peladang yang ditahan tidak bersalah dan harus segera dibebaskan.
  2. DPRD Kabupaten Sintang diminta hadir sebagai lembaga pengawal sidang terhadap enam orang peladang di Kejaksaan Negeri Sintang pada Kamis mendatang.
  3. DPRD Sintang dan Bupati Sintang segera mengambil sikap terkait dengan perusahaan sawit yang telah terbukti membakar hutan dan lahan.
  4. DPRD Sintang dan pemerintah agar konsisten menerapkan Perbup Nomor 57 Tahun 2018 tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat, serta segera membuat kesepakatan dengan berbagai pihak agar tercipta aturan untuk menjamin nasib peladang kedepannya.

Menanggapi kasus ini pada Rabu siang (20/11/2019) diadakan rapat yang di gelar oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah  (Forkopimda) bersama dengan ASAP. Rapat yang dipimpin langsung oleh Bupati Sintang, Jarot Winarno juga dihadiri Imran (Kajari Sintang), Yogi Dulhadi (Ketua Pengadilan), Florensius Ronny (Ketua DPRD Sintang, Jeffray Edward (Ketua DAD Sintang,), AKBP Adhe Hariyadi (Kapolres Sintang), Rachmat Basuti (Dandim 1205 Sintang Inf.), serta undangan yang lainnya. 

Koorditor aksi lapangan Andreas mengatakan “Petani bukan cari kaya, petani hanya sekedar cari makan. Jadi kita minta bahwa aturannya herus berpihak kepada masyarakat,” jelas Andreas.

Perwakilan Pemuda Katolik, Anong juga meminta kepada lima perusahaan sawit yang disegel agar diproses karena jelas bahwa itu melanggar aturan. “Kita juga meminta agar  lima perusahaan  harus di tindak dengan tegas,  jangan masyarakat saja yang di tindak,  ini tidak adil bagi kami,” jelas Anong.

Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan solusi yang terbaik terhadap penanganan kasus 6 orang yang masih ditahan. “Hukum tidak bisa diintervensi. Pada akhirnya hukum ini kembali pada nurani hakim. Tetapi tentu nurani itu muncul kalau semuanya berjalan dengan tertib,” Jarot juga mengatakan bahwa “Kita sepakat petani bukan penjahat”.

Menanggapi unjuk rasa yang dilakukan di DPRD Kabupaten Sintang, Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Sintang, Jeffray Edward mengatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk solidaritas DAD Sintang bersama masyarakat terhadap kasus Karhutla yang menimpa 6 orang petani peladang.

Selanjutnya diadakan lagi aksi damai massal yang dilakukan oleh beberapa kelompok tertentu seperti Pasukan Merah yakni Tairu Borneo Bangkule Rajakng dan mahasiswa dari berbagai Kampus di Sintang berpartisipasi dalam menyerukan aksi “Peladang Bukan Penjahat” ini yang bertempat di Pengadilan Negeri Kabupaten Sintang.

Massa tersebut terkonsentrasi di beberapa titik. Ada yang berada di halaman Balai Kenyalang Sintang, sebagian lainnya ada di Halaman Galeri Seni Sintang dan juga di sepanjang jalan antara Halaman Galeri Sintang hingga ke Balai Kenyalang. Dimana akan diadakannya Sidang kedua untuk 6 tersangka.

Dengan menggunakan pakaian dengan dominasi warna merah lengkap pula dengan segala atributnya aksi ini meneriakan tuntutan agar enam peladang yang didakwa pada kasus Karhutla dapat dibebaskan. Sekitar 1.000 orang mengikuti aksi damai ini, massa ini tak hanya dari Kabupaten Sintang, melainkan dari Kabupaten lain yang ada di Kalimantan Barat pun juga turut hadir.

Kasus ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak dan berbagai elemen masyarakat. Salah satunya yang juga ikut dalam aksi yaitu Yakobus Kumis (Sekjen Majelis Adat Dayak Nasional) mengatakan dalam orasinya.

“Sudah ribuan tahun masyarakat dayak melaksanakan kearifan lokal yakni berladang untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari sampai setahun, tidak pernah yang namanya kabut asap dan kerusakan hutan. Kabut asap ini terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, ketika banyak perkebunan HTI dalam skala besar yang membabat hutan secara besar-besaran,"

"kemudian areal untuk masyarakat berladang sudah habis digunakan sebagai areal konvensi untuk perkebunan HTI. Kerena itu ketika kabut asap ini bertambah, menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita. Dan untuk  para pengambil kebijakan keputusan di tingkat nasional kami minta untuk secara jernih berpikir, karena itu harapan kita ada sebuah solusi untuk masyarakat berladang,"

"kalau tidak boleh menggarap lahan dengan cara dibakar apa solusinya, karena di negara maju seperti China dan lainnya, tidak lagi mengolah lahan dengan cara di bakar. Mengapa? Karena mereka sudah menggunakan cara yang lebih modern. Tetapi di tempat kita jangankan menggunakan cara yang modern, pupuk saja langka,” Jelas Yakobus Kumis.

“Kami akan bawa enam orang tua kami ke Kenyalang meski belum diketuk bebas murni kita mau merayakan kebebasan mereka” tambahnya.

Setelah hampir 2 jam menjalani persidangan, 6 orang terdakwa kasus karhutla diperbolehkan untuk pulang kerumah, sebab semua terdakwa tidak ditahan oleh pengadilan atas jaminan DAD kab sintang.

Flonia Sevaeviani