Di era sekarang, teknologi yang semakin maju akan dapat mempermudah segala cara yang diinginkan, terutama dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Seperti halnya di era jaman sekarang kebanyakan orang lebih menyukai menonton youtube dan streaming film pada beberapa aplikasi dibandingkan dengan menonton televisi.
Meskipun streaming film pada aplikasi itu membutuhkan kuota data untuk bisa menimati film tersebut, orang-orang tetap menyukai/lebih berminat untuk streaming pada beberapa aplikasi yang baru-baru ini masuk ke Indonesia.
Mengapa kebanyakan orang di era saat ini lebih menyukai streaming film pada layanan aplikasi streaming? Aplikasi tersebut mirip dengan langganan televisi berbayar. Kelebihannya dari aplikasi tersebut antara lain bebas dari iklan, pengguna juga dapat mengatur dan menentukan sendiri konten yang ingin dinikmati, tidak perlu menunggu jadwal tayangnya.
Masuknya web layanan streaming film ke Indonesia, dinilai tidak mengganggu kinerja bisnis perusahaan TV lokal di Indonesia dalam jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang akan menimbulkan pesaing kuat bagi Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2019 sebesar 5,02 persen. Angka tersebut melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,17 persen. Sri Soelistyowati sebagai Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS mengatakan, salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi adalah investasi kekayaan intelektual yang merosot.
Mayoritas komponen investasi memang mengalami perlambatan. Salah satunya investasi produk kekayaan intelektual turun 4,14% yang pada kuartal III-2018 yang mampu tumbuh 1,48%. Hal tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya layanan tontonan streaming.
Pada catatan BPS, film selama ini digolongkan kepada pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Investasi film tersebut akan menjadi penyumbang ekonomi apabila film tersebut sudah melalui proses sensor yang dilakukan oleh lembaga perfilman. Namun, era digitalisasi saat ini banyak platform yang menawarkan menonton secara streaming. Sementara film tayangan bioskop yang lulus sensor itu turun tajam hingga 45 persen.
"Produk kekayaan intelektual menurun itu terkait software yang meningkat, sedangkan film yang lulus sensor itu turun 45 persen," ungkap Sri Soelistyowati dalam acara workshop statistik di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Beliau juga mengatakan bahwa BPS hanya memperhitungkan film lulus sensor di bioskop untuk masuk dalam komponen PMTB. Sedangkan film-film yang ditayangkan melalui software atau platform hingga saat ini tidak masuk dalam perhitungan PMTB oleh BPS.
Sejauh ini, BPS belum menghitung sumbangsih layanan tontonan gratis terhadap ekonomi. Namun demikian, dengan adanya peningkatan teknologi BPS akan menghitung data transaksi digital dan perdagangan digital di masa mendatang.
Menurut kepala BPS Suhariyanto, melalukan peningkatan teknologi dalam menghitung data transaksi digital dan perdagangan digital dimasa mendatang itulah yang menjadi tantangan-tantangan bagi tim BPS untuk kedepannya.
Demikian, era digitalisasi saat ini memang banyak perkembangan teknologi yang membuat banyak inovasi baru di industry perfilman, antara lain web layanan streaming. Dengan kelebihan yang dimilikinya membuat banyak orang menggunakannya untuk streaming film.
Dengan aktivitas baru yaitu menggunakan aplikasi layanan streaming akan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dari sumber yang telah ada menjelaskan bahwa dengan adanya investasi film itu akan masuk menjadi penyumbang ekonomi bagi Indonesia apabila sudah melakukan proses sensor yang dilakukan lembaga perfilman.
Namun kenyataannya dengan adanya web layanan streaming tersebut, film yang konsep masuk PMTB yang lolos sensor menurun, sedangkan film yang tidak lolos sensor itu meningkat. Sehingga menyebabkan perlambatan ekonomi bagi Indonesia.
Pengirim: Rosa Zenifa Azzahwa / Mahasiswi Program Vokasi Universitas Indonesia
E-mail: rosa.zenifa@ui.ac.id
Baca Juga
-
Sinopsis Sengkolo: Petaka Satu Suro, Teror Malam Keramat di Desa Pesisir
-
CERPEN: Kabur dari Pasukan Berkuda
-
Review Film Wicked: For Good, Penutup Epik yang Bikin Hati Meleleh
-
Komunitas Aksaraya Semesta Bangkitkan Cinta Buku Fisik di Kalangan Gen Z
-
Meninjau Ulang Peran Negara dalam Polemik Arus Donasi Bencana
Artikel Terkait
-
Netflix Resmi Akuisisi Warner Bros Senilai Rp1.340 Triliun, Apa Dampaknya?
-
Purbaya Ungkap Alasan Sebenarnya Ekonomi Indonesia Tertahan di Awal Tahun
-
Purbaya Sebut Ekonomi RI Lambat 8 Bulan Pertama 2025 karena Salah Urus, Sindir Sri Mulyani?
-
ADB Revisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Ini Menjadi di Bawah 5 Persen
-
Harga Layanan Streaming Disney Naik Rp50.000 di Bulan Oktober
News
-
Komunitas Aksaraya Semesta Bangkitkan Cinta Buku Fisik di Kalangan Gen Z
-
Stereotip Mekanik Kotor: Masih Relevankah di Era Modern?
-
Bukan Sekadar Musibah, Ini Alasan Ustadz Felix Sebut Perusak Hutan Pelaku 'Dosa Besar'
-
Teknologi Augmented Reality dalam Meningkatkan Pengalaman Belajar
-
Komunitas Board Game Yogyakarta, Kembalikan Keseruan Bermain Tanpa Gadget
Terkini
-
Sinopsis Sengkolo: Petaka Satu Suro, Teror Malam Keramat di Desa Pesisir
-
CERPEN: Kabur dari Pasukan Berkuda
-
Review Film Wicked: For Good, Penutup Epik yang Bikin Hati Meleleh
-
Meninjau Ulang Peran Negara dalam Polemik Arus Donasi Bencana
-
Rilis Trailer, Street Fighter Pamer Aksi Chun-Li Versi Live Action