Virus Corona banyak mengubah tatanan kehidupan manusia diseluruh dunia, seperti dalam aktifitas kesaharian, pekerjaan, ekonomi hingga juga sepertinya akan mengubah dalam sisi dunia politik. Khususnya dalam konteks ini saya akan mengaitkan dalam pendekatan marketing politik atau politik elektoral.
Ini terlihat dimana ada beberapa lembaga survei melakukan penelitian mengenai kinerja Pemerintah atau pemerintah daerah mengenai mengatasi virus corona di Indonesia. padahal sampai tulisan ini dimuat virus corona belum berakhir bahkan trend angka kenaikan jumlah positif selalu meningkat. Jadi seharusnya kita curiga dan mempertanyakan untuk apa survei itu dirilis dalam situasi seperti ini. Sulit sekali menafikkan bahwa survei tersebut hanya untuk pembangunan opini publik yang sifatnya politis
Dikutip dari Liputan6.com (18 April 2020) survei terbaru lembaga Media Survei Nasional (Median) menemukan 52,4 persen publik puas terhadap kinerja pemerintah Jokowi-Ma'ruf dalam menangani wabah COVID-19. Sedangkan terdapat 40,1 persen publik yang tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam menekan penyebaran wabah yang sudah menjangkiti lebih dari 5000 orang di Indonesia itu.
Dalam sisi pemerintah daerah dikutip dari Suara.com Hasil survei Median menunjukkan kalau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dianggap sebagai kepala daerah yang paling tepat menangani pandemi virus Corona (COVID-19). Selain itu dari lembaga survei yang berbeda dikutip dari Detik.com Lembaga Riset Repro Indonesia melakukan survei terkait persepsi publik tentang penanganan wabah COVID-19 yang dilakukan pemerintah. Dari empat provinsi, Jawa Barat dinilai paling baik dalam penanganan COVID-19.
Politik Elektoral
Dalam hal ini penulis tidak akan membahas tentang hasil lembaga survei tersebut, entah bagaimana cara pengambilan sampel dan semacamnya itu penulis tidak akan membahas keranah itu. Penulis melihat ada sisi lain yang menarik yaitu kinerja pemerintah atau pemerintah daerah sangat mempengaruhi tingkat dari sisi marketing politik atau politik electoral.
Pemerintah pusat membutuhkan angka kepuasan publik untuk menutup buku kinerjanya di akhir periode dan kinerja Pemerintah daerah yang kepala daerahnya sering dibahas akan yang digadang-gadang menjadi calon presiden di Pilpres 2024 membutuhkan suntikan elektabilitas maupun approval rating.
Menurut Donald Stokes (1963) elektabilitas merujuk pada kekuatan atomic calon (valence) dalam menggaet simpati pemilih , baik itu charisma, popularitas dan reputasi bersih dari korupsi. Selain itu elektabilitas calon juga bisa ditentukan oleh kualtias personal calon seperti persepsi pemilih apakah calon jujur/bersih dari korupsi, mampu memimpin, perhatian terhadap rakyat, ramah dan santun, tegas dan berwibawa, pintar atau berwawasan, dan berpenampilan menarik (Bean dan Mughan 1989; Liddle dan Mujani, 2007; Miller dan Shanks, 1996).
Berdasarkan teori diatas kepemimpinan sangat mempengaruhi tingkat elektabilitas, maka tidak dapat dipungkiri kinerja pemerintah dan gaya kepemimpinan dalam penenganan virus Corona akan menjadi indikator prediksi elektabilitas pasangan kandidat kedepan.
Ini juga diakibatkan efek virus corona berdampak ke seluruh aspek lapisan masyarakat, dari kalangan bawah hingga konglomerat sekalipun. Atas dampak itulah akhirnya masyarakat sangat mengharapkan dan memperhatikan kinerja pemerintah pusat maupun daerah.
Tingkatkan Kinerja Bukan Politik Pencitraan
Sisi gelap politik elektoral adalah politik pencitraan belaka yang tidak mengedepankan substasni. Dimasa sulit seperti ini rentan sekali masyarakat mudah terkena politik pencitraan, karena situasi psikologis memaksa masyarakat untuk mudah tersentuh hatinya atau merasa iba. Tentunya politik pencitraan lagi-lagi untuk meningkatkan suntikan elektoral atau semacamnya. Politik pencitraan ini biasanya berbasis kepada looks by cover saja tidak pada hasil substansi seperti kinerja.
Kinerja dan citra memiliki satu kesatuan berkesinambungan, jika kinerja kandidat baik maka hasil citra yang didapatkan juga baik. Maka dari itu yang harus ditekankan oleh pemimpin kita seharusnya adalah kinerjanya untuk memperbaiki dan meningkatkan citra, bukan menggunakan jalan pintas yaitu hanya melakukan pencitraan saja di media-media untuk mendapatkan suntikan electoral.
Dalam situasi seperti ini dimana seluruh lapisan masyarakat terkena dampaknya membutuhkan kinerja pemerintah atau pemerintah daerah yang cepat dan juga tentu akurat. Citra adalah sebuah hasil dari kinerja, maka dari itu siapupun orangnya ataupun tokohnya harus mengedepankan mindset untuk mendapatkan citra yaitu meningkatkan kinerja yang substansi bukan melakukan jalan pintas dengan melakukan pencitraan untuk mendapatkan suntikan elektoral dalam masa-masa sulit seperti ini.
Oleh: Muhammad Farras Fadhilsyah (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia & Anggota Kelompok Kajian Kopi Malam)
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Jubir Bantah Bobby Nasution-Surya Politik Uang dan Pengerahan Perangkat Pemerintah
-
Janji Menguap Kampanye dan Masyarakat yang Tetap Mudah Percaya
-
Ulasan Novel The Years of the Voiceless: Potret Kehidupan di Bawah Represi
-
Kolaborasi Tim Peserta Pilkada Polewali Mandar 2024 Melalui Gerakan Pre-Emtif dalam Pencegahan Politik Uang
-
Penangkapan Gubernur Bengkulu, Muatan Politik? Kuasa Hukum Beberkan Kejanggalan
News
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
Terkini
-
Bandai Namco Diguncang Isu: Pembatalan Proyek Besar dan Krisis Internal
-
Belajar Merancang Sebuah Bisnis dari Buku She Minds Her Own Business
-
Sheila On 7 Siap Mengguncang Jakarta Desember 2024, Ini Harga Tiketnya
-
Usai Libas Arab, Calvin Verdonk Girang Peluang Lolos Piala Dunia Semakin Dekat
-
Penikmat Manis Merapat! Ini 4 Cafe Dessert di Jogja yang Enak dan Aesthetic