Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | emma dewi larasati
Ilustrasi kepemimpinan (GettyImages)

Kemunculan jenis virus baru yaitu Corona telah menggemparkan seluruh dunia. Virus Corona pertama kali teridentifikasi di sebuah kota di Cina bernama Wuhan. Penyebaran COVID-19 pada awalnya sudah dikategorikan sebagai epidemi karena virus tersebut sudah tersebar di wilayah Cina.

Namun seiring berjalannya waktu, COVID-19 saat ini tidak hanya menyerang Cina, namun banyak negara lain hampir diseluruh belahan dunia juga ikut terjangkit virus tersebut. Penyebaran COVID-19 yang sangat cepat di negara-negara lain, menjadikannya sebagai pandemi global.

Penyebaran yang terus berlangsung sampai saat ini mengakibatkan lonjakan jumlah korban positif COVID-19, sehingga muncul berbagai respon dari banyak negara di dunia dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait penanganan COVID-19 di negara masing-masing.

Di tengah kondisi krisis ini, orang pertama yang dijadikan tumpuan harapan bagi masyarakat adalah seorang pemimpin. Sosok pemimpin diharapkan dapat mengetahui bagaimana mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang sedang dialami.

Pada saat seperti ini, para pemimpin berkesempatan untuk meningkatkan kompetensinya dalam menghadapi kondisi-kondisi krisis yang sedang sedang berlangsung. Hal tersebut dikarenakan dalam menghadapi pandemi ini, para pemimpin akan dihadapi oleh banyak tekanan dan hambatan dari berbagai pihak, sehingga seorang pemimpin mau tidak mau akan di asah kemampuannya dalam menghadapi hal-hal tersebut.

Memahami Crisis dan Crisis Leadership

Berdasarkan pendapat dari Joseph W. Pfeifer dalam tulisannya yang berjudul “Crisis Leadership: The Art of Adapting to Extreme Event”, sifat dari crisis selalu random, tidak terduga, dan baru. Contohnya adalah bencana alam, krisis ekonomi, teknologi yang mengganggu dan lain sebagainya.

Hampir setiap crisis yang terjadi tidak dapat diprediksi seberapa besar dampaknya. Pandemi Covid-19 saat ini dapat digolongkan kedalam sebuah extreme event yang sedang dihadapi oleh hampir seluruh negara di berbagai belahan dunia.

Di tengah kemelutnya kondisi saat ini, dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki keahlian dalam crisis leadershipCrisis leadership dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk membuat seluruh pihak beradaptasi dengan ketidakpastian dengan cara membuat titik tengah untuk melaksanakan perintah dan kontrol sehingga masing-masing pihak dapat berhubungan, berkolaborasi, dan berkoordinasi satu sama lain untuk menghasilkan nilai bagi masyarakat (Pfeifer, 2013).

Sedangkan secara umum, crisis leadership dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin saat menghadapi keadaan yang memiliki kesulitan atau berbahaya, dan bagaimana secara efektif dan efisien sosok pemimpin tersebut dapat menekan dampak buruk dari kondisi crisis tersebut terhadap organisasi yang dipimpinnya.

5 Tekanan di Tengah Crisis Pandemi Covid-19

1. Tekanan Fisik

Tekanan ini contohnya adalah terbatasnya tenaga medis yang mengakibatkan para dokter dan perawat harus bekerja lebih lama daripada biasanya, sehingga hal tersebut mengakibatkan kelelahan dan dampaknya adalah banyak tenaga medis yang ikut tertular bahkan gugur akibat Covid-19.

Pemimpin juga sebagai manusia harus merelakan jam tidurnya terpotong untuk mengawasi perkembangan sehingga akan mempengaruhi kesehatannya, dan hal tersebut tentu akan memberikan pengaruh dalam keputusan yang akan diambil di tengah kondisi krisis ini.

2. Tekanan Psikologis dan Kognitif

Tekanan ini terjadi pada kondisi psikologis dan kognitif para stakeholders dan pemerintah sebagai pembuat keputusan. Mereka harus mengambil kebijakan dengan tenang dan tidak boleh terperangkap di dalam normalcy bias, yang menurut Kahneman (1982) adalah sebuah keadaan di mana sebuah masalah dianggap dapat diselesaikan melalui pengalaman masa lalu, sehingga pada akhirnya crisis dianggap sebagai sebuah rutinitas.

3. Tekanan Interpersonal dan Sosial

Tekanan ini jika tidak diredakan dengan baik akan mengakibatkan terhambatnya distribusi informasi. Pembuat keputusan dan manajemen cenderung untuk menjaga informasi hanya berada di internal organisasi sehingga kolaborasi yang diharapkan tidak dapat berjalan. Tentunya hal tersebut akan menjadi hambatan dalam kondisi crisis yang memerlukan banyak pihak yang terlibat.

4. Tekanan Operasional

Tekanan ini terjadi terhadap kemampuan sebuah organisasi dalam bekerja yang didesak melebihi kapasitasnya saat krisis. Tidak sedikit pemimpin yang gagal dalam menafsirkan keterbatasan organisasinya dalam tiga hal berikut:

(a) Kapabilitas: Kondisi crisis memerlukan skill yang lebih baik daripada kondisi sebelum crisis. Contohnya adalah pemerintah beserta jajarannya perlu memutar otak untuk membuat kondisi perekonomian di negaranya tetap terjaga ditengah kondisi pandemi Covid-19.

(b) Kapasitas: Kondisi crisis mengharuskan tersedianya lebih banyak sumber daya daripada kondisi sebelumnya. Contohnya adalah sebagai garda terdepan dalam menghadapi Covid-19, tenaga medis sangat dibutuhkan keberadaannya.

(c) Pengiriman: Kondisi crisis mendesak agar sumber daya lebih cepat disalurkan daripada kondisi sebelum crisis. Contohnya adalah penyaluran bantuan non tunai seperti sembako yang disalurkan oleh pemerintah dikarenakan masyarakat terhambat perekonomiannya sehingga bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

5. Tekanan Politik

Tekanan politik terhadap kepemimpinan seorang pemimpin dan pemerintahan. Hal tersebut sangat perlu diatasi karena tekanan ini tidak tampak secara jelas, namun terdapat banyak oknum yang menunggu kegagalan pemerintah sebagai sebuah momentum untuk mendapatkan modal politik dan simpati masyarakat.

3 Hal yang Dibutuhkan Para Pemimpin dalam Kondisi Crisis Pandemi Covid-19

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan hal terpenting dalam mengatasi kondisi crisis. Komunikasi perlu dilakukan secara teratur, dan selalu di-update setiap harinya, hal tersebut dilakukan agar memberikan ketenangan bagi orang-orang yang dipimpin.

2. Kejelasan

Kejelasan dimulai dengan memahami suatu kondisi atau permasalahan secara jelas, sampai bagaimana cara mengkomunikasikan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi kondisi atau permasalahan tersebut. Jika hal tersebut dilakukan dengan baik dan benar, maka kejelasan akan terbangun dengan sendirinya bagi orang-orang yang terlibat. Seperti yang diketahui manusia akan merasa khawatir, panik, dan takut jika dihadapkan pada ketidakjelasan atau sesuai yang tidak dapat mereka pahami.

3. Kepedulian

Para pemimpin dituntut untuk memiliki rasa peduli atau empati terhadap orang-orang yang dipimpinnya sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust) di bawah kepemimpinannya.

emma dewi larasati

Baca Juga