Wabah Virus Corona yang saat ini menjadi masalah hampir diseluruh dunia merupakan ujian tersendiri bagi para pemimpin bangsa. Presiden Joko Widodo berdasarkan Kepres nomor 12 tahun 2020 telah menetapkan penyebaran virus ini menjadi bencana Nasional non alam.
Tentu penanganan bencana nasional ini bukan hanya oleh Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah juga menjadi elemen penting dalam penanganan bencana ini. Tak dipungkiri Sosok kepala Daerah menjadi sorotan melalui kebijakan yang diterapkan di daerah masing-masing.
Bencana ini menjadi sebuah momentum dalam menguji integritas dan kapasitas sebagai seorang pemimpin daerah. Elektabilitas pun menjadi pertaruhan untuk karir politik para tokoh termasuk pada pemilu di tahun 2024.
Dari Daerah Menuju Nasional
Sistem desentralisasi yang diterapkan bangsa Indonesia menghasilkan berbagai implikasi positif. Salah satu implikasi positif dari kebijakan desentralisasi adalah muncul tokoh-tokoh dari Daerah yang dianggap berpotensi dan memiliki kapasitas untuk maju menjadi pemimpin pada tingkat nasional.
Kecakapan dalam memimpin Daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kearifan lokalnya menjadi kelebihan tersendiri bagi para pimpinan Daerah.
Sistem Pilkada langsung juga menjadi sebuah tolak ukur popularitas seorang tokoh, hal ini juga dapat menjadi modal dasar serta pertimbangan partai politik dalam memilih calon yang akan di ajukan. Sebagai contoh Presiden Joko Widodo yang berhasil memangkan pemilihan Presiden dua kali berturut-turut secara langsung, berasal dari pemimpin Daerah.
Kepemimpinannya yang dianggap berhasil pada kota Solo membuatnya dicalonkan oleh PDIP dalam pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Ternyata sosok yang muncul dari Daerah ini, mampu merebut hati warga ibukota dan membawanya menduduki posisi nomor satu di DKI.
Popularitasnya terus meroket , sampai ditahun 2014 ia dicalonkan menjadi Presiden yang kemudian membawanya pada posisi tertingi di negeri ini. PDIP sebagai partai pendukung utama juga menempati urutan pertama dalam pemilu legislatif , tak dapat dipungkiri ini juga berasal dari 'Jokowi Effect'.
Jabatan kepala Daerah saat ini dianggap menjadi sebuah 'eskalator' paling efektif menuju ke lingkup nasional, apalagi setelah fenomena Presiden Joko Widodo.
Kepuasaan masyarakat menjadi tujuan para kepala daerah dan disertai dengan gaya kepemimpinan khas yang menarik perhatian, bukan hanya masyarakat Daerahnya tetapi perhatian secara nasional. Apalagi dimasa pandemi Covid-19 saat ini, peran aktif, inisiatif serta kebijakan yang diterapkan dalam menangangi pendemi menjadi sorotan bagi semua kalangan.
Bencana nasional pandemiCovid-19-19 ini tentu menimbulkan keresahan didalam masyarakat. Kehadiran negara serta pemimpin dalam jaminan keamanan, kesehatan dan keberlangsungan hidup merupakan suatu kewajiban serta tuntutan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Bukan hanya Pemerintah pusat, namun Pemerintah Daerah juga menjadi tumpuan masyarakat. Kecakapan Kepemimpinan dalam menerapkan kebijakan tentu menjadi harapan rakyat dalam menghadapi 'musuh yang tak terlihat' ini.
Beberapa wilayah yang menjadi epicentrum mendapat sorotan lebih, termasuk para kepala daerahnya. Setiap kepala daerah menerapkan kebijakan yang mengacu pada pusat namun juga melakukan inovasi sesui dengan kebutuhan masyarakatnya masing-masing.
Sebut saja Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranomo memberikan membangian 1000 makan siang bagi pengemudi ojek online selama dua pekan,yang dilansir pada Instagramnya diawal pandemi. Jateng juga menyiapkan bantuan kepada warga diperantauan yang tidak mudik, bansos bagi para santri, mahasiswa, buruh di Jateng.
Untuk Jawab Barat, Gubernur Ridwan Kamil memutuskan melakukan pemotongan gaji selama empat bulan kedepan bagi Gubernur/ Wagub serta para ASN di Pemprov Jawa Barat, pembelian alat PCR bagi warga Jabar, dsb.
Tak ketinggalan Ibukota sebagai wilayah jumlah kasus tertinggi, Gubernur Anies Baswedan menyiapkan hotel milik Pemprov DKI beserta seluruh fasilitas pendukungnya bagi para tenaga medis.
Bantuan sosial bersama pemerintah pusat juga turut diberikan kepada warga Jakarta, serta yang terbaru aturan dan syarat untuk keluar/masuk DKI demi menekan penyebaran Covid-19.
Kinerja dan kebijakan para kepala Daerah ini menjadi sorotan, salah satunya survei yang dilakukan kumparan[2] terkait survei kepala Daerah terbaik dalam menangani pandemi. Menurut survei ini, Anies Baswedan Gubernur Ibukota Jakarta menempati urutan pertama, dengan presentase 24,1 persen.
Disusul Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dengaan 9,6 persen, dan selisih tipis di posisi ketiga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan presentasi 8,9 persen. Kemudian disusul Khofifah Indar Parawansa 8 persen dan Tri Risma 3,7 persen. Hal ini menunjukan berbagai tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan kepala Daerah menarik perhatian publik, baik para akademisi maupun masyarakat secara umum.
Kinerja para kepala Daerah dalam kondisi saat ini sangat diuji, tentu bukan sekedar sebagai pemimpin politik, namun juga sebagai pemimpin yang menjamin keamanan dan keberlangsungan hidup masyarakat Daerahnya. Elektablitas pun tak dapat dihindari menjadi hal yang dipertaruhkan.
Momentum dan Kepemimpinan Politik
Pandemi Covid-19 saat ini merupakan situasi luar biasa yang tidak selalu dialami tiap era kepemipinan. Pandemi Covid-19 menjadi sebuah ujian besar dalam kestabilan sistem politik, kepemimpinan politik pun diuji kapasitas, kredibilitas, dan Integritasnya.
Kepemimpinan yang dianggap berhasil membuat rakyat merasa 'terjamin' dan dapat mengendalikan jumlah kasus penyebaran virus, tak dapat dipungkiri akan mempengaruhi elektabilitas seorang tokoh.
Momentum ini dapat melahirkan tokoh yang dianggap berhasil dalam kepemimpinanya dan tentu disertai dengan meningkatnya elektabilitas serta kepercayaan masyarakat.
Namun dapat pula terjadi hal sebaliknya, akan ada tokoh yang kepemimpinanya dianggap tak berhasil dan tentu turunya elektabilitas menjadi konsekuensi nyata yang akan berpengaruh pada karir politik selanjutnya.
Kepemimpinan seorang tokoh saat ini sangat diuji , karir politik dimasa depanpun akan dipengruhi dengan kecakapan kepemimpinananya dimasa pandemi. Terdapat beberapa teori munculnya kepemimpinan, salah satunya teori peristiwa besar. Apa yang dimaksud dengan teori peristiwa besar ini?
'Teori peristiwa besar lebih menjelaskan tentang adanya momentum yang tepat bagi kehadiran seorang pemimpin (Alfian,2009:70). Jadi lebih tereletak pada adanya faktor luar, walaupun tidak menagabaikan faktor internal seorang pemimpin.
Ada kalanya seorang pemimpin besar sangat terkait dengan meomentum besar, adakala nya seorang pemimpin sangat sempurna dalam melaksanakan tugasnya, tetapi tidak dikenal sebegai pemimpin besar, 'Ia termasuk dalam kategori great man but small events'. Singkatnya menurut Nixon dalam tulisanya terkait kepemimpinan Politik, orang besar memerlukan peristiwa besar (Alfian, 2009:70).'
Pandemi Covid-19 Tentu merupakan peristiwa besar, dimasa ini kapasitas kepemimpinan seorang tokoh diuji melalui peristiwa besar ini. Peristiwa ini pun dapat menghasilkan pemimpin yang memiliki kemampuan kepemimpinan yang teruji dan mumpuni.
Walaupun demikian pemimpin yang hadir dalam momentum besar tidak berarti pemimpin yang instan, tibaan, ujug-ujug, namun tetap melalui proses sebelum akhirnya momentum itu terjadi (Alfian,2009:70).
Sosok kepala Daerah yang saat ini cukup 'populer' dimasa pandemi pun demikian, sebelumnya para tokoh kepala daerah seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranomo, Tri Risma, telah banyak diperbincangkan karena gaya kepemipinan yang khas serta kebijakan yang dainggap pro rakyat, serta yang menarik nama-nama tersebut selalu hampir selalu masuk dalam bursa tokoh potensional sebagai kandidat Capres maupun CaWapres di 2024.
Pandemi Covid-19 ini bisa kita katakan sebagai sebuah momentum besar yang dapat 'menyeleksi' dan menguji para pemimpin dalam kemampuan leadershipnya.
Bukan hanya dalam situasai yang 'aman-aman' saja tetapi dalam kondisi tak terduga dan momentum luar biasa seperti saat ini, kita bisa melihat calon-calon generasi pemimpin bangsa kedepan termasuk calon Presiden/Wapres 2024.Bencana ini dapat meningkatkan elektabilitas tokoh maupun sebaliknya justru menurunkan elektabilitas yang telah dibangun selama ini.
Terkahir, semoga bencana pandemi global ini segera berakhir, serta momentum ini juga dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan. Pemimpin yang memiliki leadership mumpuni, kecerdasan keilmuan, serta kecerdasan kemanusian, Amin.
Oleh: Amanda Fatimah Shihab / Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Nasional
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Gibran Minta Rakornas Kepala Daerah di Akmil, Imparsial: Militerisme Orba Telah Kembali
-
Usul Kepala Daerah Ikut Akmil 5 Hari, Publik Singgung Momen Gibran Rakabuming Pulang Duluan
-
Biar Kompak, Wapres Gibran Minta Rakornas Kepala Daerah Digelar di Akmil
-
Miris! Seksisme jadi Alat Kampanye Demi Raih Suara, Komnas Perempuan Sentil Parpol: Harusnya Didik Cakada Agar...
-
Komnas Perempuan Soroti Banyak Cakada Lontarkan Ucapan Seksis: Tak Patuhi PKPU
News
-
Sukses Digelar, JAMHESIC FKIK UNJA Tingkatkan Kolaborasi Internasional
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
-
Jalin Kerjasama Internasional, Psikologi UNJA MoA dengan Kampus Malaysia
-
Bicara tentang Bahaya Kekerasan Seksual, dr. Fikri Jelaskan Hal Ini
-
Komunitas GERKATIN DIY: Perjuangan Inklusi dan Kesehatan Mental Teman Tuli
Terkini
-
Dua Wakil Indonesia Hari Ini Akan Berburu Gelar di Kumamoto Masters 2024
-
Ulasan Novel Penaka: Kisah Istri Menghadapi Suami yang Kecanduan Game
-
Ulasan Novel The Privileged Ones: Dinamika Remaja dan Kelas Sosial
-
Profil Ole Romeny, Striker FC Utrecht yang Segera Perkuat Timnas Indonesia
-
Marselino Ferdinan Dipanggil Timnas Indonesia untuk AFF Cup 2024, Akankan Klub Beri Izin?