Angin segar datang dari Menteri Sri Mulyani untuk ASN, TNI, POLRI, dan pensiunan karena gaji ke-13 akan mereka terima senin besok, serentak seluruh Indonesia. Meskipun molor, cairnya gaji ke-13 ini telah ditunggu-tunggu karena sudah memasuki tahun ajaran baru dan gaji 13 memang diperuntukkan untuk itu.
Akan tetapi, cairnya gaji 13 ini menimbulkan beberapa kecemburuan bagi sebagian lapisan masyarakat di tengah pandemi yang sedang terjadi. Belum lagi, Indonesia berada dalam ancaman resesi yang sepertinya sudah di depan mata. Benarkah seolah-olah pemerintah memprioritaskan ASN, TNI, dan POLRI?
Bayang-bayang resesi
Baru saja dirilis BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi di kuartal kedua ini dengan angka -5,32 persen (y-o-y). Secara teknikal, jika kuartal ketiga nanti pertumbuhannya kembali minus, maka bisa dipastikan kita berada dalam fase awal jurang resesi. Hal ini selaras dengan definisi resei yakni kondisi perekonomian suatu negara yang mengalami kontraksi berkelanjutan minimal dua kuartal secara terus-menerus.
Kondisi resesi perlu diwaspadai karena ini merupakan sinyal lahirnya depresi bahkan krisis ekonomi jika terjadi secara berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama.
Pada akhir tahun 2019 kemarin, Jokowi pernah menyatakan bahwa Indonesia perlu berhati-hati agar tidak mengalami resesi di tahun 2020 karena buruknya keadaan perekonomian global saat itu. Akan tetapi, pandemi covid-19 saat ini justeru memperburuk stabilitas perekonomian global, termasuk Indonesia sehingga baying-bayang resesi semakin nyata.
Beberapa negara pun telah lebih dahulu mengalami resesi pada kuartal kedua kemarin yakni diantaranya Amerika, Singapura, dan Jerman. Ketiga negara tersebut merupakan negara maju yang secara struktur perekonomian banyak mengandalkan sektor jasa dan perdagangan.
Dengan merebaknya Covid-19, secara otomatis penutupan dan pembatasan kegiatan di sektor pariwisata, pusat perbelanjaan, dan kegiatan jasa lainnya menimbulkan dampak luar biasa bagi perekonomian mereka. Singapura bahkan terjun bebas di -0, 3 persen di kuartal pertama dan -12,6 persen di kuartal kedua (y-o-y).
Menggenjot Perekonomia di kuartal ketiga
Perekonomian Indonesia ditopang tinggi oleh konsumsi pengeluaran rumah tangga. Dalam Berita Resmi Statistik yg dirilis BPS, konsumsi pengeluaran rumah tangga selalu mencapai lebih dari 50 persen dalam menyokong angka PDB di beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, stimulus secara langsung dari pemerintah untuk masyarakat merupakan langkah agresif pemerintah dalam menaikkan konsumsi di kuartal ketiga ini. Salah satu stimulus langsung tersebut adalah pemberian gaji ke-13.
Gaji 13 diberikan sesuai peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas PP 19/2006 tentang Pemberian Gaji, Pensiun atau Tunjangan Ketiga Belas Kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun atau Tunjangan.
Regulasi kedua, PP Nomor 38 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP 24/2017 tentang Pemberian Penghasilan Ketiga Belas kepada Pimpinan dan Pegawai NonPNS pada Lembaga Non Struktural.
Berbeda dengan realisasi tahun lalu, kebijakan gaji dan pensiun 13 tidak akan diberikan kepada pejabat negara, eselon satu, eselon dua dan pejabat yang setingkat. Besaran yang diterima lebih kecil dari tahun lalu karena tidak memasukkan tunjangan kinerja. Pemerintah sendiri tahun ini mengaanggarkan sebesar 28,5 triliun untuk gaji ke-13.
Gaji 13 menaikkan Daya beli
Pemerintah akan melakukan langkah-langkah progesif demi menaikkan daya beli masyarakat. Karena pemberlakuan PSBB pada bulan April-Juni, daya beli menurun sehingga konsumsi pengeluaran rumah tangga berkontraksi sebesar -5,51 persen. Inilah yang melatarbelakangi anjloknya perekonomian Indonesia pada kuartal kedua.
Sementara itu, menurut Menko Bidang Perekonomian (Airlangga Hartanto), besaran yang dibutuhkan untuk menaikkan perekonomian Indonesia di kuartal ketiga nanti agar selamat dari ancaman resesi yakni sebesar 800 triliun rupiah.
Secara garis besar, jika penerima Gaji 13 strategis membelanjakan uangnya untuk konsumsi produk domestik maka hal ini bisa membantu membangkitkan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi dicerminkan dari nilai PDB yang formulasinya berasal dari konsumsi (C), Investasi di sektor riil (I), pengeluaran pemerintah (G), dan surplus perdagangan (X-M).
Dalam masa pandemi ini, surplus perdagangan Indonesia sulit untuk digenjot mengingat negara tujuan ekspor kita juga sedang mengalami kesulitan ekonomi yakni AS dan China. Akhirnya, ekspor skala besar seperti karet dan sawit ke dua negara tersebut mengalami penurunan yang tajam.
Di sisi lain, pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp695,2 triliun untuk penanganan Covid-19 dan baru terealisasi sebesar 20 persen. Ini menunjukkan bahwa perlu ada lengkah extraordinary dari pemerintah untuk membelanjakan anggaran lewat kebijakan yang tepat sasaran.
Untuk menaikkan daya beli, gaji 13 digelontorkan pemerintah bagi sebagian ASN, TNI, POLRI, serta pensiunan. Skenarionya, mereka harus ikut membelanjakan gaji 13 yang diterima pada produk-produk dalam negeri sehingga produksi dalam negeri ikut naik. Ketika produksi naik, penyerapan tenaga kerja juga ikut naik sehingga bisa menekan angka pengangguran.
Selain itu, jika penerima Gaji 13 berencana untuk berinvestasi maka mereka sebaiknya berinvestasi pada sektor riil. Namun, berbeda cerita jika gaji 13 berakhir pada tabungan atau mengendap begitu saja. Hal ini berarti tujuan pemerintah untuk menaikkan daya beli dengan cairnya gaji 13 menjadi tidak efektif.
Indonesia belum mengalami resesi karena kontraksi pertumbuhan ekonomi baru terjadi di kuartal dua. Pemerintah bisa mencontoh Tiongkok, yang perekonomiannya hampir mirip karena sama-sama menggantungkan pertumbuhan ekonomi pada konsumsi rumah tangga.
Tiongkok sukses bangkit dari ancaman resesi dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua sebesar 3,2 persen, jauh merangkak naik dari -6,8 persen di kuartal pertama (y-o-y).
Jadi, bukan tidak mungkin Indonesia bisa lolos dari resesi. Tergantung dari kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, tidak hanya tepat tetapi juga harus cepat mengingat kuartal ketiga akan berakhir bulan depan. Salah satu langkahnya yaitu tentu saja pemberian Gaji 13 sebagai stimulus langsung, selain stimulus langsung lainnya yakni BLT dan bantuan bagi pengangguran.
Artikel Terkait
-
Helldy Agustian Pilih Tak Ngantor Selama Masa Tenang Hingga Pencoblosan Karena Alasan Ini
-
Gara-gara Ikut Kampanye, ASN Pemkab Bogor Dilaporkan Bawaslu ke BKN RI
-
Daftar Barang Tak Kena PPN 12 Persen Mulai Januari 2025, Apa Saja?
-
Tarif Cukai Rokok 2025 Tetap, Pemerintah Fokus Kendalikan Harga Rokok Murah
-
Di Tengah Protes Kenaikan PPN 12%, Sri Mulyani Justru Mau Ampuni Para Pengemplang Pajak Lewat Tax Amnesty Jilid III
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
3 Sheet Mask Mengandung Aloe Vera Ampuh Atasi Sunburn, Harga Mulai Rp5 Ribu
-
Novel Dia Adalah Kakakku, Perjuangan Seorang Kakak Mewujudkan Cita-Cita Adiknya
-
Hogwarts Legacy Definitive Edition: Konfirmasi Resmi dan Bocoran Konten Baru!
-
Kulit Anti Belang! Ini 3 Jaket Anti UV Terbaik untuk Olahraga dan Motoran
-
Nyaman dan Stylish, Intip 4 Inspirasi OOTD Cozy ala Jung Chae-yeon