Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani
Muslim moro (dok. istimewa)

Kasus terorisme dan separatisme sering muncul di beberapa tahun belakangan ini. Hal tersebut karena adanya ketidak-puasan suatu kelompok terhadap ketentuan yang telah diputuskan oleh pemerintah. Sejarah mencatat salah satu negara dengan konflik internal terpanjang yaitu Filipina. Di lihat dari sejarah, Masyarakat Moro merupakan Muslim Filipina yang mendiami Filipina bagian selatan. Terjadi konflik yang lama tak terselesaiakan pada daerah ini.

Faktor awal penyebabnya yaitu kebijakan pemerintah yang tanggap bencana. Seperti yang sudah diketahui kebijakan masa kolonial sangat diskriminatif terhadap kaum muslim. Bahkan setelah kemerdekaan Filipina, masyarakat Moro tidak merasakan kemerdekaan tersebut.Kemiskinan melanda daerah tersebut begitu pula pendidikan yang sangat minim.

Namun dari pendidikan yang minim tersebut ternyata mampu melahirkan tokoh intelektual yang akhirnya membuat kelompok pemberontak yang bertujuan untuk membentuk diri dari Negara Filipina atau gerakan sparatisme. Pemberontakan tersebut berkelanjutan dan melahirkan golongan-golongan kelompok islam lainnya.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Filipina agar dapat berdamai dengan muslim Moro. Bahkan dalam kasus yang banyak dari muslim moro yang tergabung dalam ISIS. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Filipina agar dapat berdamai dengan muslim Moro.

Bahkan dalam kasus yang banyak dari muslim moro yang tergabung dalam ISIS. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Filipina agar dapat berdamai dengan muslim Moro. Bahkan dalam kasus yang banyak dari muslim moro yang tergabung dalam ISIS.

Menurut Max Weber (1968), hubungan sosial disebut konflik sepanjang tindakan yang ada didalamnya secara sengaja untuk melaksanakan satu pihak untuk melawan pihak lain. Dengan demikian, konflik adalah suatu hubungan sosial yang dimaknai sebagai keinginan untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain.

Suatu keberadaan golongan akan memberikan perlakukan berbeda terhadap golongan atau kelompok yang mereka anggap berbeda dari mereka (minoritas). Alhasil perlakuan mereka akan membangkitkan kesadaran dari orang-orang yang merasa berbeda. Hal tersebut tentu saja mempersulit sebuah kelompok minoritas yang tinggal dalam suatu negara untuk dapat berintegrasi. Begitu pula dengan kasus konflik umat Muslim Moro Filipina yang masih berharap mendapat otonomi sendiri atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri (Kettani, 2005: 1).

Dimuat dari jurnal berjudul “Dinamika Gerakan Pembebasan Muslim Moro di Filipina Selatan: Studi Terhadap Moro National Liberation Front (1971-1996)” oleh Firmanzah, Islam Moro di Filipina menjadi Agama minoritas setelah terjadi kolonialisme pada tahun 1521-1946. Proses minoritasi muslim tersebut karena pada masa kolonial, Prancis maupun Amerika mengkristenisasi masyarakat yang berada di wilayah Filipina.

Selain itu, faktor perpindahan masyarakat Filipina utara ke bagian selatan juga membuat muslim Moro semakin tertutupi dengan keberadaan masyarakat Filipina Utara. Akibatnya, pemerintah menetapkan kebijakan- kebijakan yang dianggap tidak adil bagi masyarakat Muslim Moro.

Kebijakan tersebut yaitu dengan meneruskan kebijakan pada masa kolonial yang tentu merugikan untuk masyarat Muslim Moro. Dari peristiwa tersebut, banyak dari Muslim Moro yang kemudian tergabung dalam golongan- golongan kelompok pemberontak.

Moro National Liberation Front

Merupakan suatu gerakan perjuangan yang berbau radikal yang bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan sepenuhnya atas Filipina selatan. Gerakan ini dipelopori oleh Nur Misuari pada tahun 1969. MNLF memiliki anggota dari kelompok etnis yang berbeda seperti Tausug, Yakan dan juga Samal.

Beberapa anggota dari gerakan ini merupakan seseorang yang pernah terlibat dalam politik aliran kiri. Sebenarnya gerakan awal yang menjadi awal mula dari lahirnya kelompok- kelompok tersebut adalah gerakan Kemerdekaan Islam/Muslim Independent Movement atau biasa disebut MIM.

Gerakan ini didirikan oleh seorang Datun Udtog Matalam pada 1 Mei 1968. Gerakan ini memiliki tujuan yang sama dengan MNLF yaitu untuk berjuang mencapai kemerdekaan bagi Mindanau dan Sulu. Gerakan ini berdiri dikarenakan memburuknya kondisi perekonomian di kalangan masyarakat Muslim Moro dan kasus Jubaidah.

Beberapa faktor yang menyebabkan didirikannya gerakan ini yaitu, terjadi pengambil paksaan tanah Muslim Moro oleh orang-orang Kristen yang datang ke Mindanao. Banyaknya masyarakat yang berasal dari Filipina bagian utara yang berpindah ke selatan membuat mereka membutuhkan tanah yang luas. Kedatangan orang-orang kristen tersebut membuat kaum muslim moro menjadi minoritas di daerah yang telah mereka huni.

Selain itu alasan lainnya mengenai pembentukan MNLF yaitu peristiwa jabaidah atau pembantaian terhadap kaum muslim di Corregidor pada bulan Maret 1968. Radikalisme yang terjadi dalam badan MNLF karena menginginkan revolusi yang mencakup wilayah yang luas dan menyerukan berdirinya Bangsa Moro.

Moro Islamic Liberation Front

Merupakan gerakan pembebasan islam yang hampir sama dengan gerakan sebelumnya gerakan ini juga memperjuangkan daerah Filipina bagian Pulau Mindanao dan pulau lainnya. Muncul sebagai adanya perasaan tertindas kemudian memunculkan rasa dendam dan benci terhadap penjajahan. Keinginan dari dibentuknya gerakan ini yaitu terbebas dari pemerintahan Filipina yang kejam dan juga membuat merdeka muslim moro.

Golongan ini termasuk dalam gerakan separatis atau mengnginkan memisahkan diri dari pemerintahan Filipina. MILF merupakan kelanjutan dari MNLF yang sebelumnya tidak berjalan sepeeti yang di harapkan. MILF beranggotakan mereka yang sebelumnya ikut dalam gerakan MNLF yang telahterpecah belah. Gerakan ini secara resmi didirikan pada tahun 1984, adapun pemimpin dari gerakan ini adalah mereka dengan berlatar belakang agamis dan tokoh bangsawan.

Gerakan Abu Sayyaf

Abu Sayyaf merupakan suatu gerakan islam radikal. Jalan yang ditempuh dini menggunakan jalan kekerasan dalam berjuang. Tujuan berdirinya masih hampir sama yaitu mendirikan negara islam di Filipina. Gerakan ini didirikan oleh seorang bernama Abdulrajak Abubakar Janjalani, yang merupakan sarjana islam dan pernah tergabung dalam MNLF. Gerakan Abbu Sayyaf berdiri pada tahun 1980 an.

Kegiatan ini kemudian berkembang dengan kegiatan yang radikal seperti perampokkan dan penculikan.13 Mereka meulik dan membunuh warga kristen. Karena gerakan ini sudah tidak berbau islam lagi, gerakan abu sayyaf dicap bukan dari gerakan islam dan dianggap sebagai golongan kriminal. Citra buruk dari tindakan yang mereka lakukan menyebar hingga dunia internasioanl dan menyebabkan mereka dicap sebagai golongan teroris. Gerakan Sayyaf ini terlibat dalam konflik sektarian (konflik yang terpacu pada satu aliran agama), dan juga menjalin hubungan dengan organisasi teroris internasional.

Darurat Militer Tahun 1974

Pada 24 September 1974, Ferdinand Marcos, presiden Filipina menetapkan darurat militer. Dengan penetapan tahap waspada tersebut, ia mengirimkan pasukan tentara menuju Filipina Selatan wilayah Muslim Moro bermukim. Tentara yang datang membantai 1000 orang di Malisbong. Sementara 3000 wanita dan anak-anak dibawa secara paksa ke kapal marinir angkatan laut. Mereka diperkosa dan ditahan semalaman. Kejadian ini terabadikan dalam sebuah film “Forbidden Memory”.

Penyiksaan tersebut menghancurkan mental masyarakat yang ditahan. Kekerasan yang dilakukan selama introgasi menghilangkan sebagian kewarasan mereka. Bahkan pemerintah Filipina membutuhkan waktu selama 40 tahun untuk secara resmi mengakui kejahatan yang telah membantai 1500 penduduk Bangsamoro di Malisbong pada masa itu. Kejadian tersebut adalah peristiwa terburuk selama masa pemerintahan Ferdinand Marcos.

Pada 24 September 2014 menjadi hari peringatan 40 tahun peristiwa pembantaian. Komisi Hak Asasi Manusia (CHR) turun mengunjungi desa untuk melakukan pengecekan dan reparasi kepada keluarga korban. Sesuai dengan Undang-Undang Reparasi dan Pengakuan Korban Hak Asasi Manusia tahun 2013, yang mengakui dan menyediakan reparasi bagi para korban pelanggaran HAM selama Darurat Militer.

Separatis dan ISIS

Dalam kebijaknnya, Pemerintah Filipina akhirnya membuat program pendidikan dengan memberikan beasiswa untuk umat Muslim Filipina. Pendidikan tersebut juga menawarkan program pemerkuat iman dalam islam dengan menyediakan layanan penerbangan ke Timur Tengah.

Namun pada kenyataannya, mereka menyaksikan dengan sendiri ketidak-adilan didepan mata mereka sendiri. Program itegrasi ini telah menumbuhkan separatis yang semakin menguat. Kemarahan muslim moro semakin menguat setelah terjadinya penembakan terhadap personel muslim oleh tentara kristen di tahun 1968.

Selain itu peristiwa jabaidah semain menyulut emosi para pelajar muslim. Mereka menyuarakan protes mereka dengan melakukan demo. Karena tak ada tanggapan serius mengenai demo yang mereka lakukan, persoalan tersebut mejadi benih yang sangat kuat untuk segera memisahkan diri dari pemerintahan Filipina yang lebih mendukung kaum kristen. Nur Misuari, yang berhasil mengenyam pendidikan dan menjadi penggagas Liga Muslim Nasionalis (MNL) dan menjadi seorang editor dalam berita harian muslim.

Lahirnya para intelektual separatis membuat mereka tidak mau lagi disebut sebagi muslim Filipina. Mereka memproklamirkan sebagai muslim moro dan tetap berjuang di bawah bendera moro. Operasi Merdeka juga membuka pikiran Misuari untuk memerdekakan diri. Langkah sparatisme sudah terbuka lebar, dengan hadirnya gerakan MIM, MNLF,MILF sepertiyang telah dijelaskan sebelumnya.

Menjamurnya gerakan seperti itu ternyata memicu gerakan yang lebih besar lagi terhadadap sebuah keinginan mendirikan negara islam. Hal tersebut tertulis dalam laporan Filipina yang dimuat dalam berita “CNN Indonesia” pada tanggal 13 Januari 2016.

Tak kelak, isu mengenai gerakan islam yang dilakukan masyarakat moro mendapat sorotan dunia internasional. Dengan gerakan Gerakan Abu Sayyaf sebelumnya, beberapa media telah melaporkan keanggotaan isis yang berasal dari masyarakat moro Filipina. Hal tersebut diketahui sejak tahun 2014 silam.

Redupnya Bara Konflik Moro

Filipina akhirnya akan mencabut status darurat militer di Filipina bagian selatan terhadap muslim moro. Hal tersebut terjadi pada 23 Mei 2017 yang pada sebelumnya pemerintah menempatkan seluruh pulau di Filipina Selatan di bawah kendali militer dengan status darurat 1970-an. Ini menjadi awal yang baik sekaligus melengkapi fase baru dari perjalan panjang perjuangan umat Islam moro.

Dengan pelonggaran ini pemerintah memberikan otonomi khusus bagi wilayah Mindanao dengan tetap menerapkan syariat islam. Namun meskipun telah melakukan pelonggaran, Darurat militer pada kenyataannya diperpanjang hingga akhir 2017 dan diperbarui lagi hingga akhir 2018. Darurat militer masih diterapkan hingga akhir 2019 .

Referendum Masyarakat Muslim Moro

Dilansir Channel News Asia pada Sabtu (26/1), Undang-Undang Organik Bangsamoro Filipina secara resmi disahkan pada tanggal 25 januari 2019. Hasil referedum untuk Muslim Moro mendapatkan presentase “ Ya” sebesar 85 persen. Sementara itu 190 ribu jiwa menolak UU tersebut. Pemungutan suara untuk referedum ini dilakukan ketika Filipina genting menghadapi Moro yang mulai melarikan diri dan bersumpah setia terhadap ISIS. Mereka yang kecewa dengan pemerintah melakukan gerakan separatisme dan bergabung dengan muslim suriah dan irak. Militer Filipina menjelaskan gambar parit dan apa yang dikatakannya adalah perlengkapan ISIS pada salah satu hutan di Filipina.

Pengumuman pengesahan referedum tersebut dikeluarkan berdasarkan pemungutan suara resmi diselesaikan pada 24 januari 2019 malam. Dengan di sahkannya referedum UU, wilayah Otonomi di Mindanao Muslim (ARMM) Filipina Selatan akan diganti dengan Wilayah Otonomi Bangsamoro di Mindanao Muslim (BARMM). Referedum ini bertujuan menyelesaikan konflik selama ini telah menghambat dalam pembangunan.

Dalam jurnal berjudul “ Abu Sayyaf Group in Southern Philippines after Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao “ oleh Prakoso Permono , disebutkan bahwa ARMM dan BARMM sebagai usaha mencapai perdamaian di Filipina Selatan mendapat dukungan dari baik MNLF maupun MILF. Keduaorganisasi tersebut dianggap sebagai organisasi dengan representasi terbesar dari Bangsa Moro di Filipina Selatan.

Oleh karena itu, dengan disahkannya Undang-Undang oleh sekitar 1,74 juta di wilayah baru yang disebut Bangsamoro akan mampu bangkit dari keterpurukan selama ini. Dengan itu kekuatan untuk membangun perekonomian, sarana pendidikan, dan juga kesehatan akan lebih terjamin.

Berdasarkan undang-undang tersebut, menyebabkan diadakannya pengadilan Hukum Islam, selain itu Pemerintah Pusat Filipina menyerahkan wewenang administrasinya di Mindanao kepada Pemerintah Bangsamoro. Namun untuk perairan di Wilayah Bangsamoro akan dikelola secara bersama dengan pemeintah pusat. Pemerintah otonomi tetap diberikan hak otonomi terhadap pengolahan SDA. Pemerintah pusat memiliki hak akan pengawasan pertahanan, keamanan, dan kebijakan luar negeri dan juga moneter atas mandanao.

Sumber:

  • Kettani, M. Ali, 2005, “Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini”. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Harun Ruhanas,” Konflik Selatan Filipina:Isu, Cabaran DanPenyelesaian [Conflict In The
  • Southern Region Of The Philippines: Issues, Challenges, And Solutions] “Journal of Nusantara Studies 2017, Vol 2(2) 66-78 Universiti Sultan Zainal Abidin
  • Putriya Hasanah, Eva, Studi Eksplanatif Penyebab Gerakan Separatis Minoritas Muslim Moro di Filipina ,Journal Volume 3, Nomor 2, 2017
  • Chaidar Al dkk, Mindanao, Konflik dan Terorisme: Kajian Pendahuluan atas Ketegangan di Filipina Selatan , SIASAT Journal of Social, Cultural and Political Studies, 4 (1) , 1-12, 2019
  • Firmanzah, Dinamika Gerakan Pembebasan Muslim Moro di Filipina Selatan: Studi Terhadap Depan Pembebasan Nasional Moro (1971-1996), jurnal Intelektualita: Vol 06, No 01, 2017, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Indonesia
  • https://republika.co.id/berita/ply4kn409/ref erendum-hasilkan-otonomi-lebih-lebih-lebih-lebih-besar- bagi-muslim-moro diakses pada 24 Oktober 2020 pukul 19.10 WIB
  • https://m.hidayatullah.com/spesial/ragam/r ead / 2019/12/12/174789 / pencabutan-status- darurat-militer-dan-asa-muslim-bangsa- moro.html

Oleh: Nuril Ayni