Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | rike vidyana setyame
Ilustrasi vaksin Covid-19. [Shutterstock]

Pandemi Covid-19 sudah berlangsung sepanjang tahun 2020 khusunya di Indonesia sudah hampir 10 bulan yang memberikan dampak ke berbagai sektor terutama sektor kesehatan dan ekonomi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49% secara year on year dibandingkan dengan periode tahun 2019.

Dilansir dari liputan6.com Suhariyano menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III lebih baik dibandingkan kuartal II-2020 minus 5,32%. Sehingga, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-III 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,03%.

Maka dari itu, berdasarkan teori krisis menurut teori pertama yaitu generation model dalam prespektif ekonomi makro menurut Krugman 1979, Flood dan Garber 1984 yaitu krisis ekonomi terjadi karena lemahnya fundamental ekonomi yang merupakan empat tujuan pembangunan ekonomi terdiri dari pertumbuhan ekonomi, stabilitas, distribusi, dan keseimbangan.

Namun, jika salah satu tujuan pembangunan ekonomi mengalami turun maka akan terjadi sebuah krisis. Seperti halnya di Indonesia pertumbuhan ekonomi mengalami negatif dan resesi dalam dua kuartal berturut-turut maka jika di pandang dari teori pertama maka Indonesia resmi mengalami krisis ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,9 % - 0,0% pada kuartal IV-2020.

Adapun untuk 2020, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi akan terkontraksi sebesar -2,2% hingga -1,7%. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi agar mencapai level yang positif diantaranya kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan regulasi sektor keuangan.

Dalam hal ini kebijakan fiskal sangat berguna untuk meningkatkan perekonomian yang dilandaskan pada pemeberian pajak dan pengeluaran pemerintah. Pada saat ini stimulus kebijakan fiskal diprioritaskan pada tiga bidang yaitu kesehatan, pajak, kredit dan pemulihan ekonomi serta jaring pengaman sosial (JPS).

Namun, tidak hanya kebijakan fiskal adapula kebijakan moneter yang merupakan kebijakan yang berhubungan dengan pengendalian uang.

Dalam hal ini bertujuan untuk menstabilkan kondisi ekonomi khususnya berkaitan dengan jumlah uang yang beredar. Lembaga yang berhak menentukkan dan mentapkan kebijakan moneter di Indonesia adalah Bank Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis bahwa pemulihan ekonomi nasional tahun 2021 dapat terwujud dengan penguatan sinergi melalui satu persyaratan dan lima strategi.

Satu persyaratan tersebut adalah vaksinasi dan disiplin protokol Covid-19. Sedangkan, untuk lima strategi yaitu pembukaan sektor produktif dan aman, percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran), peningkatan kredit dari sisi permintaan dan penawaran, stimulus moneter dan kebijakan makropundensial dan digitalisasi ekonomi dan keuangan , khusunya UMKM.

Dari lima strategi tersebut salah satunya adalah stimulus moneter. Perry menambahkan, Bank Indonesia mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus kebijakan moneter yang akan dilanjutkan dan diperkuat di tahun 2021 antara lain melalui stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar tetap dijaga dengan melakukan koordinasi yang erat dengan pemerintah dann Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus dperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Hal ini dapat dilihat dari Rapat Dewan Gubenur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, dan suku bunga Lending facility sebesar 4,50% sehingga suku bunga akan tetap rendah sampai dengan muncul tanda-tanda tekanan inflasi berangsur meningkat dan stabilitas eksternal tetap terjaga serta upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.

BI melanjutkan pembelian SBN (Surat Berhaarga Negara) dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder).

Sementara, pembelian SBN secara langsung hanya berlaku untuk APBN 2020  dan  saat ini BI telah membeli SBN dari pasar perdana senilai Rp.72,5 triliun untuk pembiayaan APBN 2020 melalui skema berbagi beban atau burden sharing di tengah pandemi Covid-19.

Lalu, kebijakan makroprudensial yang tetap akan akomodatif pada tahun 2021 untuk mendorong peningkatan kredit (pembiayaan) kepada sektor-sektor prioritas dalam ranga pemulihan ekonomi nasional di tengah terjaganya ketahanan sistem keuangan.

Menurut Perry untuk mendorong penurunan suku bunga kredit melalui pengawsan dan komunikasi publik atas transportasi suku bunga dengan koordinasi perbankan bersama OJK. Selain itu, untuk memperkuat dan memperdalam pasar uang melalui perluasan underlyling DNDF guna meningkatkan likuiditas dan penguatan JISDOR sebagai acuan dalam mekanisme penentuan nilai tukar di pasar valas.

Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus mengakselerasi implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 untuk mempercepat transformasi dengan kebijakan Merchant Discount Rate QRIS sebesar 0 persen untuk merchant usaha mikro juga diperpanjang sampai tanggal 31 Maret 2021 dan BI mendorong inovasi dan pemanfaatan teknologi serta kolaborasi perbankan dengan fintech melalui percepatan implementasi sandbox 2.0 meliputi regulatory sandbox, industrial test, inovation lab dan start up.

Selain kebijakan moneter yang harus dilanjutkan selanjutkan perlu adanya vaksinisasi dan disiplin protocol Covid-19. Direktur utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso menilai vaksinasi menjadi kunci utama untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19, sebab kebijakan moneter diyakini tidak cukup meredam krisis ekonomi akibat penyebaran virus mematikan asal China itu.

Sunarso juga menjelaskan, melalui pemberian vaksin anti Covid-19 maka akan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional. Menyusul timbulnya perasaan aman masyarakat akan paparan virus mematikan asal China ketika melakukan berbagai aktivitas ekonomi.

“Sehingga kegiatan ekonomi akan pulih karena orang merasa aman dan nyaman melakukan interaksi kegiatan ekonomi,” ujarnya.

Maka dari itu, berharap adanya upaya pemerintah untuk mendatangkan vaksin penawar Covid-19 dapat terealisasi dengan baik. Sehingga, aspek keselamatan jiwa setiap orang melakukan kegiatan ekonomi lebih terjamin.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan masyarakat Indonesia akan segera melakukan vaksinasi Covid-19 karena vaksin akan datang akhir November atau awal Desember 2020.

Namun, meskipun vaksin sudah tiba tapi tidak bisa digunakan karena harus memenuhi langkah-langkah ilmiah dan sejumlah tahapan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, pemberian vaksin Covid-19 secara gratis akan memberikan dampak positif bagi keadaan psikologi masyarakat.

Dari beberapa stimulus kebijakan moneter yang dilanjutkan dan diperkuat pada tahun 2021 diharapkan dapat meredamkan resesi dan mendorong pemulihan ekonomi di Indonesia.  Meskipun, pada dasarnya  dari beberapa stimulus kebijakan moneter tersebut tidak cukup dan perlu adanya penemuan vaksin maka akan memberikan optimismen bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini akan menguat 2021 dengan kisaran antara 3 persen sampai 5 persen.

Meningkatknya perekonomian Indonesia di 2021 menjadi harapan semua pihak ditengah pandemic. Oleh karena itu, supaya bisa mewujudkannya semua elemen masyarakat perlu saling membantu untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Oleh: Rike Vidyana Setyame/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Koperasi A 2018, Universitas Negeri Jakarta 

rike vidyana setyame