Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Nanda Eka Putri
Ilustrasi ekonomi

Pandemi Covid-19 telah menggerogoti hampir satu tahun penuh di 2020 ini. Pandemi telah banyak memakan korban dari berbagai aspek. Berikut beberapa dampak dari pandemi tersebut yaitu banyak terjadinya PHK, menghambat kegiatan perekonomian, mempersulit dan mematikan UMKM, dan lain-lain

Banyak harapan-harapan besar dari masyarakat maupun para pelaku usaha yang mengharapkan ada perubahan besar pada tahun 2021. Karena kekacauan yang disebabkan oleh Covid-19 sudah cukup membuat para pelaku usaha kewalahan.

Kondisi saat ini menurut Bank Indonesia Inflasi masih berada pada level rendah namun sudah terkendali. Melihat perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprediksi inflasi tahun 2020 sebesar 1,54 persen.

Penyumbang utama inflasi, yaitu cabai merah sebesar 0,07 persen (mtm), telur ayam ras sebesar 0,04 persen (mtm), cabai rawit dan tomat masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm), serta minyak goreng, jeruk, daging ayam ras, wortel, bayam, dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).

Lalu komoditas yang menyumbang deflasi berasal dari komoditas emas perhiasan sebesar -0,06 persen (mtm) dan bawang merah sebesar -0,01 persen (mtm).

Salah satu harapan yang bisa membuat inflasi stabil dan membaik adalah vaksin virus corona. Seperti yang kita ketahui bahwa vaksin virus corona sebentar lagi akan diberikan secara gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun dengan adanya vaksin menimbulkan berbagai presepsi dari para ekonom, yaitu apakah vaksin dapat membantu memulihkan inflasi atau tidak.

Bank Indonesia (BI) memprediksi bahwa inflasi pada tahun depan akan kembali ke dalam kisaran sasaran 2% - 4% yoy, setelah memperkirakan inflasi pada tahun 2020 ini akan lebih kecil dari 2%.

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga sependapat dengan Bank Indonesia bahwa inflasi 2021 akan masuk ke kisaran sasaran inflasi BI. Namun, inflasi masih tetap akan bergerak landai.

Oleh karena itu kepala ekonom BCA tersebut berharap distribusi vaksin corona yang dilakukan oleh pemerintah di awal tahun 2021 berjalan dengan efektif, berlangsung dengan baik dan menjangkau lapisan masyarakat.

Namun, berbeda dengan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati yang berpendapat bahwa vaksin bukan salah satu langkah yang bisa membuat ekonomi melaju kencang.

Beliau mengatakan bahwa salah satu pendorong ekonomi dapat cepat pulih adalah bagaimana masyarakat dapat kembali memiliki pendapatan dan pekerjaan. Sehingga hal tersebut dapat mendorong daya beli masyarakat meningkat dan dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional.

Berdasarkan dari pendapat para ekonom tersebut maka Bank Indonesia harus terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah. Hal ini untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.

Serta memberikan beberapa stimulus kebijakan moneter terhadap pemulihan perekonomian untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menopang pertumbuhan ekonomi agar bertumbuh dengan baik dan berdaya tahan.

Sesuai dengan pernyataan Bank Indonesia bahwa mereka memastikan akan melanjutkan berbagai kebijakan stimulus moneter untuk mempercepat pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 hingga tahun depan.

Gubernur BI Perry Warjiyo  mengatakan bahwa Stimulus kebijakan moneter akan dilanjutkan pada 2021, stabilitas nilai tukar rupiah secara fundamental, dan mekanisme pasar akan terus dijaga untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Hal tersebut karena pelaku usaha masih sangat membutuhkan berbagai stimulus moneter agar aktivitas perekonomian tahun 2021 dapat benar-benar pulih.

Nanda Eka Putri